Kilas Balik Maret 2023.
JAKARTA, DDTCNews – Turunnya tarif efektif PPh Pasal 23 atas royalti khusus bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri menjadi salah satu peristiwa perpajakan yang terjadi pada Maret 2023. Penurunan tarif efektif PPh Pasal 23 atas royalti tersebut tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak PER-1/PJ/2023.
Merujuk pada PER-1/PJ/2023, tarif PPh Pasal 23 bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menggunakan NPPN adalah sebesar 15% dari 40% nilai royalti. Dengan demikian, tarif efektif PPh Pasal 23 atas royalti menjadi sebesar 6%.
"Jumlah bruto ... bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang menerapkan penghitungan PPh menggunakan NPPN yaitu sebesar 40% dari jumlah penghasilan royalti," bunyi Pasal 2 ayat (3) PER-1/PJ/2023.
Agar pemotong pajak melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas royalti sebesar 6%, wajib pajak orang pribadi harus menyampaikan bukti penerimaan surat (BPS) pemberitahuan penggunaan NPPN kepada pemotong.
Adapun penghasilan royalti yang diterima oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri harus dilaporkan dalam SPT Tahunan pada bagian penghasilan neto dalam negeri dari pekerjaan bebas. Jumlah PPh Pasal 23 yang dipotong tersebut nantinya dapat menjadi kredit pajak dalam SPT Tahunan.
Selain turunnya tarif efektif PPh Pasal 23 atas royalti, ada pula peristiwa terkait dengan pemberian insentif pajak di Ibu Kota Nusantara (IKN), pengawasan berbasis kewilayahan kembali normal, KIHT berganti menjadi aglomerasi cukai, dan kolaborasi penegakan hukum.
Kementerian Keuangan menyatakan pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan telah kembali normal sejalan dengan kasus Covid-19 yang landai. Dengan demikian, petugas pajak sudah dapat melakukan kunjungan ke lapangan.
Pengawasan wajib pajak berbasis kewilayahan memang sempat terhambat karena pandemi Covid-19. Pada periode tersebut, DJP lebih banyak memanfaatkan saluran komunikasi elektronik untuk melaksanakan kegiatan ekstensifikasi dan pengawasan.
Adapun DJP mulai melaksanakan pengawasan berbasis kewilayahan sejak awal 2020. Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya memperluas basis pajak serta mengoptimalkan penerimaan pajak melalui peningkatan kepatuhan kewajiban perpajakan dan penggalian potensi wajib pajak.
Melalui PP 12/2023, pemerintah mengatur pemberian sejumlah insentif pajak penghasilan (PPh). Insentif pajak dalam beleid tersebut ditujukan untuk investor yang menanamkan modalnya di IKN. Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) PP 12/2023, ada 9 fasilitas PPh yang ditawarkan.
Berdasarkan pada Pasal 27 ayat (1) PP 12/2023, ada 9 fasilitas PPh yang diberikan kepada investor di IKN. Pertama, pengurangan PPh badan bagi wajib pajak badan dalam negeri. Kedua, PPh atas kegiatan sektor keuangan di financial center.
Ketiga, pengurangan PPh badan atas pendirian dan/atau pemindahan kantor pusat dan/atau kantor regional. Keempat, pengurangan penghasilan bruto atas penyelenggaraan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan/atau pembelajaran dalam rangka pembinaan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) berbasis kompetensi tertentu.
Kelima, pengurangan penghasilan bruto atas kegiatan penelitian dan pengembangan tertentu. Keenam, pengurangan penghasilan bruto atas sumbangan dan/atau biaya pembangunan fasilitas umum, fasilitas sosial, dan/atau fasilitas lainnya yang bersifat nirlaba.
Ketujuh, PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) dan bersifat final. Kedelapan, PPh final 0% atas penghasilan dari peredaran bruto usaha tertentu pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kesembilan, pengurangan PPh atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
Pemerintah kini mengubah nama kawasan industri hasil tembakau (KIHT) menjadi aglomerasi pabrik hasil tembakau melalui PMK 22/2023. Beleid itu dalam rangka mendukung produksi hasil tembakau pada skala industri kecil dan menengah (IKM) serta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Aglomerasi pabrik merupakan pengumpulan atau pemusatan pabrik dalam suatu tempat, lokasi, atau kawasan tertentu. Aglomerasi pabrik dilakukan untuk meningkatkan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap pengusaha pabrik.
Aglomerasi pabrik diperuntukkan bagi pengusaha pabrik dengan skala IKM atau UMKM. Beleid ini mengatur bahwa aglomerasi pabrik diselenggarakan di tempat kawasan industri; kawasan industri tertentu; sentra IKM; atau tempat pemusatan industri tembakau lainnya yang memiliki kesesuaian dengan tata ruang wilayah.
DJP mencatat kegiatan kolaborasi penegakan hukum pada tahun lalu menghasilkan tambahan penerimaan senilai Rp3,33 triliun. Merujuk Laporan Kinerja DJP 2022, kolaborasi penegakan hukum adalah kegiatan sinergi yang melibatkan pemeriksa bukti permulaan (bukper) dan account representative (AR) guna mengoptimalkan penerimaan pajak.
Kolaborasi penegakan hukum dilakukan berdasarkan data potensi yang berasal dari pemeriksaan bukper dan penyidikan ataupun data potensi selain dari pemeriksaan bukper dan penyidikan.
Terdapat 2 bentuk kegiatan kolaborasi penegakan hukum. Pertama, kolaborasi dapat berupa kegiatan permintaan keterangan dalam pemeriksaan bukper atau penyidikan bersama AR. Lewat kegiatan ini, wajib pajak didorong untuk melakukan pembetulan SPT dan/atau pembayaran.
Kedua, kolaborasi penegakan hukum dalam menindaklanjuti data potensi. Penyidik mendampingi AR melakukan pengawasan berdasarkan data potensi. Harapannya, wajib pajak melakukan pembetulan SPT dan/atau pembayaran. (sap)