RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai pembayaran dividen yang tidak dipungut PPh Pasal 4 ayat (2).
Menurut otoritas pajak, terdapat pengeluaran senilai Rp762.415.894 yang tidak dilaporkan wajib pajak. Sengketa dalam perkara ini berkaitan dengan pembuktian benar-benar digunakan atau tidaknya pengeluaran tersebut untuk pembayaran utang atau pembayaran dividen.
Adapun otoritas pajak menganggap pengeluaran tersebut merupakan pembayaran dividen yang diberikan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Oleh karena itu, atas pembayaran dividen tersebut seharusnya dikenakan PPh sebesar 10% dan bersifat final.
Sebaliknya, wajib pajak berpendapat pengeluaran senilai Rp762.415.894 tidak digunakan untuk pembayaran dividen, tetapi untuk pembayaran utang dan pemberian sumbangan. Pembayaran utang tersebut dapat dibuktikan dengan perjanjian yang disepakati wajib pajak dengan pihak X.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak meyakini bahwa pengeluaran wajib pajak senilai Rp762.415.894 tidak digunakan untuk pembayaran dividen sebagaimana dinyatakan oleh otoritas pajak. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 57711/PP/M.XIIIA/ 25/2014 tanggal 25 November 2014, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 Maret 2015.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 4 ayat (2) senilai Rp762.415.894 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Sengketa dalam perkara ini berkaitan dengan pembuktian mengenai transaksi yang dilakukan Termohon PK benar-benar utang piutang atau pembayaran dividen.
Pemohon PK melakukan koreksi karena berdasarkan pada hasil pemeriksaan terdapat pengeluaran senilai Rp762.415.894 yang tidak dilaporkan. Adapun Pemohon PK menganggap pengeluaran tersebut merupakan pembayaran dividen yang dibagikan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri. Adapun atas pembayaran dividen tersebut seharusnya dikenakan PPh sebesar 10% dan bersifat final.
Dalil Termohon PK yang menyatakan pengeluaran tersebut merupakan pemberian sumbangan dan pembayaran utang tidak dapat diyakini kebenarannya. Sebab, Termohon PK tidak mampu membuktikan dalil-dalilnya tersebut.
Selama proses pemeriksaan, Pemohon PK telah meminta bukti-bukti pendukung untuk memastikan transaksi yang dilakukan Termohon PK. Namun demikian, dokumen yang diminta tidak diberikan sampai akhir pemeriksaan.
Bukti-bukti yang diminta Pemohon PK baru diberikan dalam proses keberatan. Pemohon PK mempertimbangkan bukti yang diajukan di luar proses pemeriksaan tidak dapat menjadi dasar penyelesaian sengketa.
Pendapat Pemohon PK tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 26A ayat (4) UU KUP, yakni wajib pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan maka tidak dapat dipertimbangkan dalam penyelesaian sengketa di tahapan keberatan dan selanjutnya.
Ketentuan tersebut diterapkan agar kualitas hasil pemeriksaan menjadi lebih baik dan berasal dari pengujian dokumen-dokumen yang valid.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK berpendapat pengeluaran senilai Rp762.415.894 tidak digunakan untuk pembayaran dividen, melainkan untuk pembayaran utang dan pemberian sumbangan.
Terhadap pengeluaran atas pembayaran utang sudah dibuktikan dengan perjanjian utang piutang yang disepakati Termohon PK dengan pihak X. Perjanjian tersebut telah diberikan kepada Pemohon PK dan Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perjanjian tersebut dinyatakan Termohon PK telah meminjam sejumlah dana kepada pihak X untuk keperluan usahanya.
Pengembalian pinjaman tersebut dilakukan secara bertahap sesuai cash flow Termohon PK. Dengan demikian, Termohon PK menilai bahwa koreksi DPP PPh Pasal 4 ayat (2) tidak seharusnya dilakukan Pemohon PK.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sehingga pajak yang masih harus dibayar menjadi nihil adalah sudah benar. Terdapat dua pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi positif DPP PPh Pasal 4 ayat (2) senilai Rp762.415.894 tidak dapat dibearkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, Mahkamah Agung berpendapat Termohon PK terbukti melakukan transaksi utang piutang dengan pihak X. Dengan begitu, sejumlah dana yang dibayarkan kepada pihak X tersebut bukan merupakan pembayaran dividen. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)