KANDIDAT KETUA UMUM IKPI 2024-2029 VAUDY STARWORLD:

‘IKPI Selalu Dorong Perlakuan Sama di antara Kuasa Wajib Pajak’

Dian Kurniati
Kamis, 15 Agustus 2024 | 09.45 WIB
ddtc-loader‘IKPI Selalu Dorong Perlakuan Sama di antara Kuasa Wajib Pajak’

SOSOK Vaudy Starworld mantap maju sebagai calon ketua umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) periode 2024-2029. Untuk calon wakil ketua umum, Vaudy menggandeng Jetty yang saat ini menjabat Sekretaris Umum IKPI.

Pasangan ini menjanjikan sederet program prioritas untuk perbaikan organisasi dan anggota. Sebagai Ketua Departemen Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL) IKPI, Vaudy salah satunya menjanjikan program untuk membuat PPL lebih berkualitas dan terjangkau.

Sebelum pemilihan yang digelar saat Kongres XII IKPI di Bali pada 18-20 Agustus 2024, DDTCNews berkesempatan mewawancarai Vaudy. DDTCNews mencari tahu latar belakang pencalonan, rencana program kerja, hingga pandangannya tentang lanskap pajak ke depan. Berikut kutipannya.

Apa yang mendorong Anda untuk maju sebagai calon ketua umum IKPI 2024-2029?

Pertama ada dorongan dari Bapak Mochamad Soebakir, Ketua Umum IKPI periode 2014-2019 dan berlanjut 2019-2024. Namun, beliau mengundurkan diri pada 2021. Sekitar 2022, beliau menyampaikan kepada saya agar maju sebagai ketua umum pada 2024.

Kemudian, beberapa teman juga mendorong untuk saya untuk maju. Ketika kami menyampaikan siap maju, ada juga usulan dari cabang. Ada 39 cabang dari 42 cabang IKPI yang mengusulkan kami sebagai pasangan calon. Namun, memang ada 1 cabang yang terlambat menyampaikan usulan.

Apa saja program yang Anda tawarkan sebagai calon ketua umum IKPI 2024-2029?

Kami memiliki 3 visi. Pertama, menjaga keluhuran martabat serta meningkatkan mutu profesi konsultan pajak dalam rangka pengabdiannya kepada bangsa dan negara.

Kedua, mengawal dan mengupayakan agar pelaksanaan undang-undang perpajakan dan peraturan perpajakan berlaku dengan adil dan kepastian hukum. Ketiga, memupuk dan mempererat rasa persaudaraan serta rasa kekeluargaan antaranggota untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan anggota.

Kami juga menawarkan 14 program prioritas yang terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu pengembangan bagi organisasi dan pengembangan bagi anggota. Bagi organisasi, program-programnya antara lain menjadikan IKPI sebagai sumber referensi dalam menyusun kebijakan perpajakan di Indonesia, menjadikan IKPI sebagai pusat informasi perpajakan di Indonesia, serta meningkatkan sinergi antara IKPI dan pemangku kepentingan.

Kemudian, ada program memperluas jaringan dan kemitraan IKPI, membangun struktur keuangan IKPI, pengembangan organisasi IKPI, dan mengoptimalkan peran tim sekretariat IKPI dalam melayani kebutuhan anggota dan mendukung program kerja pengurus pusat.

Adapun program untuk pengembangan anggota meliputi mewujudkan UU Konsultan Pajak, meningkatkan kualitas dan kompetensi anggota IKPI, memenuhi kebutuhan anggota dalam berpraktik, serta mendorong anggota IKPI untuk tampil pada pentas nasional dan internasional.

Selain itu, ada program meningkatkan kesejahteraan anggota, mengupayakan tindakan preventif dan bantuan hukum bagi anggota IKPI, dan mengoptimalkan peran anggota dalam pengembangan IKPI.

Menurut Anda, apa saja aspek di internal IKPI yang perlu dibenahi?

Sebagaimana tertuang dalam program prioritas, kami ingin menjadikan IKPI sebagai pusat informasi. IKPI memiliki hampir 7.000 anggota, yang tentu mereka berpotensi besar untuk memberikan sumbangsih kepada IKPI melalui berbagi informasi perpajakan.

Nantinya kami harapkan mereka mulai menulis dan menyampaikan pendapat atas peraturan. Dengan demikian, kami dapat menjadi pusat informasi perpajakan.

Mengenai pelaksanaan PPL, apa saja rencana Anda untuk membuatnya lebih berkualitas dan terjangkau?

Pertama, sebagian anggota kami merasa PPL mahal. Memang tidak semua karena ada juga anggota yang merasa harganya sudah pas. Oleh karena itu, kami akan menyesuaikan kembali harga PPL. Kedua, kami berencana membuat semacam e-learning. Kami akan merekam dulu. Lalu, anggota dapat mendengarkan kembali dengan durasi tertentu.

Kami harapkan e-learning ini dapat berjalan. Misal, kami membuka program atau aplikasi, dalam waktu tertentu dia dapat mendengar. E-learning ini bisa dilakukan secara fleksibel, tetapi tetap dengan total durasi 8 jam.

Bagaimana strategi menurunkan harga PPL?

Untuk menetapkan harga PPL, kami akan undang ketua pengda (pengurus daerah) dan pengcap (pengurus cabang). Bersama mereka, kami akan menghitung berapa nilai yang cocok. Karena kami membuat PPL di pusat ini tidak boleh mengganggu PPL di cabang. Hal ini mengingat di cabang juga membuat PPL.

Kami selalu berpikir bagaimana caranya agar mereka tidak terganggu. Kalau kami membuat online yang lebih murah, orang tidak akan mau ikut yang offline di cabang.

Memang dari PPL juga kami mendapatkan penerimaan. Namun, ke depan, kami melihat potensi dari jumlah wajib pajak di Indonesia yang besar, termasuk wajib pajak badan. Kami akan masuk ke sana bersama asosiasi pengusaha dengan menyediakan pelatihan untuk anggota. Tentu pelatihannya berbayar sehingga dapat mengompensasi penerimaan yang berkurang dari anggota.

Mengenai kualitas PPL, bagaimana cara meningkatkannya?

Dari segi kualitas, kami berencana melibatkan asosiasi-asosiasi pengusaha agar dapat berbagi mengenai proses bisnisnya. Anggota IKPI tentu sudah memahami peraturan perpajakan, tetapi mereka belum tentu paham proses bisnis suatu usaha. Kami berharap dapat memahami proses bisnis sektor-sektor usaha dari pelakunya langsung.

Mengenai rencana pengembangan PPL dengan metode e-learning, akan seperti apa bentuknya? Apakah tetap terjalin interaksi di antara peserta dan instruktur?

Interaksi akan tetap ada. Misal, peserta ada pertanyaan, tetap dapat disampaikan secara tertulis kepada instrukturnya. Tentu kami mengharapkan ini tidak melanggar PMK (peraturan menteri keuangan) karena kami juga diatur oleh PMK. Nanti juga ada sertifikat untuk pesertanya.

Artinya e-learing masih memerlukan konsultasi lebih lanjut dengan Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) selaku regulator?

Betul.

Anda berencana membuat program sertifikasi untuk meningkatkan kompetensi anggota. Bagaimana bentuknya? Apakah berbeda dengan ujian sertifikasi konsultan pajak (USKP)?

USKP lebih untuk konsultan pajak karena ada A, B, dan C. Sertifikat kami lebih untuk tingkat keahlian atau pendalaman materi. Misal, sudah mendapatkan USKP C mengenai pajak internasional, apakah ada materi yang ingin didalami? Mungkin saja tertarik untuk mempelajari TP Doc (transfer pricing documentations).

Kami tidak mengambil area USKP yang materinya lebih kompleks, ada PPN, PPh, KUP, dan sebagainya. Kami ingin membuat sertifikasi dengan topik yang lebih spesifik.

Program sertifikasi ini menyasar siapa?

Pada tahap awal kami berpikir untuk anggota. Namun, nanti ketika sudah berjalan, bisa saja dibuka untuk umum.

Kemudian, Anda ingin meningkatkan kesejahteraan anggota IKPI. Strategi apa saja yang telah dipersiapkan?

Menyangkut kesejahteraan, kami tidak berpikir cara seperti mencarikan klien. Kami berupaya menurunkan beban biaya yang selama ini harus dibayarkan para anggota IKPI sehingga lebih murah. Misal, PPL. Kami berpikir untuk memberikan harga khusus yang lebih murah untuk anggota yang berusia tertentu, seperti 70 tahun ke atas. Dengan cara ini, beban anggota juga dapat berkurang.

Mengenai rencana membentuk tim bantuan hukum bagi anggota IKPI, bolehkah dijelaskan lebih lanjut?

Karena kami menawarkan jasa, tentu akan berhubungan dengan banyak orang. Kita lihat profesi-profesi seperti advokat, organisasi juga menyiapkan sampai tim bantuan hukum. Kami melihat konsultan pajak perlu juga membentuk tim bantuan hukum. Pada pelaksanaannya nanti, yang ditekankan ada 2, yaitu tindakan preventif dan bantuan hukum.

Tindakan preventif akan menyiapkan anggota supaya mereka memahami hal-hal yang harus atau dilarang dilakukan. Contohnya, anggota diajarkan pentingnya membuat kontrak perjanjian karena kami khawatir tidak semua anggota membuat kontrak perjanjian.

Sementara bantuan hukum, akan ada satu departemen yang dibentuk untuk membidangi bantuan hukum. Bantuan hukum ini akan diberikan sepanjang anggota berpraktik sesuai dengan kode etik dan standar profesi. Namun, kalau dia ada suap, tertangkap tangan, itu akan berbeda cerita.

Bantuan hukum ini biasanya dibutuhkan jika ada anggota secara profesi sudah benar, tetapi ada kliennya tidak puas dan melakukan gugatan atau upaya hukum.

Apa strategi Anda untuk mendorong pengesahan RUU Konsultan Pajak?

IKPI sudah memiliki 83 MoU (memorandum of understanding) dengan perguruan tinggi. Kami akan optimalkan perguruan tinggi ini untuk berbicara mengenai RUU Konsultan Pajak melalui seminar-seminar.

Kemudian, kami menggandeng asosiasi pengusaha sehingga mereka dapat ikut terlibat. Para pengusaha ini juga wajib pajak sehingga kami mengharapkan mereka turut bersuara.

Selain itu, kami juga meminta anggota kehormatan IKPI ikut berbicara kepada pemerintah atau DPR agar RUU Konsultan Pajak segera disahkan.

Pengesahan RUU memang pekerjaan jangka panjang karena menjadi keputusan politik. Kami pun tidak menargetkan harus tahun ini disahkan. Namun, kami akan terus bersuara dan meminta dukungan semua pihak.

Kami pikir pengesahan RUU Konsultan Pajak tidak hanya membawa manfaat untuk konsultan, tetapi juga melindungi wajib pajak.

Klausul apa saja yang perlu masuk dalam RUU Konsultan Pajak?

Pertama, perlindungan wajib pajak dari konsultan pajak. Kedua, perlindungan untuk konsultan pajak itu sendiri. Ketiga, konsultan pajak harus ikut berperan bagi penerimaan negara. Artinya, dia membantu pemerintah.

Di PMK 111/2014 sudah ada ketentuan standar profesi dan kode etik. Ini supaya bisa naik ke level undang-undang. Rata-rata profesi di Indonesia sudah diatur oleh undang-undang seperti dokter, akuntan, insinyur, dan notaris. Sayang sekali konsultan pajak masih diatur dalam PMK meskipun di UU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) sudah disebut sebagai profesi penunjang sektor keuangan.

Menurut Anda, apakah perlu juga ditegaskan mengenai perbedaan konsultan pajak dan kuasa pihak lain dalam RUU Konsultan Pajak?

Dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) sudah mengatur kuasa wajib pajak terdiri atas konsultan pajak, bukan konsultan pajak, dan keluarga. Masing-masing ini harus diatur lebih lanjut. Undang-undang profesi juga perlu mengatur khusus.

IKPI selalu mendorong perlakuan yang sama di antara kuasa wajib pajak, baik konsultan pajak maupun nonkonsultan pajak. Misal, harus ada mekanisme untuk menguji kemampuan mereka tentang perpajakan.

Kemudian, saat ini pada konsultan juga terdapat kewajiban mengikuti PPL untuk menjaga kompetensi. Lalu bagaimana cara menjaga kompetensi nonkonsultan? Ini perlu juga diatur. Selain itu, konsultan pajak juga diawasi. Sementara untuk nonkonsultan, saat ini tidak diawasi.

Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan pada Pengadilan Pajak akan dialihkan dari Kemenkeu ke Mahkamah Agung (MA) selambat-lambatnya akhir 2026. Apa upaya IKPI dalam mengawal peralihan ini?

Kalau kami boleh jujur, antara konsultan pajak dan kuasa di Pengadilan Pajak adalah 2 hal yang berbeda. Perizinan dan pengaturannya berbeda. Konsultan melalui Kementerian Keuangan, sedangkan kuasa hukum di bawah Pengadilan Pajak.

Namun, tidak dapat dimungkiri konsultan pajak entah dia penyetaraan atau USKP, salah satu syarat bagi kuasa hukum adalah berkeahlian di bidang perpajakan. Artinya, memang bersinggungan. Kami juga harus bersuara menyangkut hal ini.

Artinya, meskipun nanti berbeda payung, bukan di bawah Kementerian Keuangan tetapi Mahkamah Agung, kami harap perlakuannya tetap sama atau setidaknya tidak berbeda jauh. Ini karena Pengadilan Pajak sama-sama diatur oleh peradilan tata usaha negara.

Ada kekhawatiran apabila Pengadilan Pajak di bawah MA, orang yang bukan sarjana hukum tidak bisa menjadi kuasa wajib pajak ...

Kami berharap perlakuannya masih sama meskipun sudah berbeda payung. Walaupun payung hukum dan pengawasannya berbeda, diharapkan secara perizinan tetap sama, bukan hanya sarjana hukum. Seperti sekarang lah. Ini karena Pengadilan Pajak adalah peradilan khusus.

Lagi pula, Pengadilan Pajak kan lebih ke materi sengketa yang menyangkut pengetahuan perpajakan, administrasi, dokumentasi, dan akuntansinya. Artinya, karena ini peradilan khusus, perlakuannya mungkin berbeda dengan peradilan umum.

Bagaimana Anda menggambarkan hubungan DJP, konsultan pajak, dan wajib pajak?

Menurut saya, konsultan pajak adalah intermediary antara fiskus dan wajib pajak. Bagaimana melihat penerapan dari suatu peraturan. Dari sisi konsultan, agar fair, peraturan mengatur apa, itu yang dilaksanakan. Wajib pajak diharapkan melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan yang ada. Dari sisi fiskus juga demikian. Peran konsultan pajak kebetulan di tengah supaya ini semua selaras.

Memang kita tidak dapat memungkiri ada target dari sisi penerimaan negara. Namun, penerimaan ini jangan sampai mencederai penerapan peraturan. Wajib pajak tentu ingin berhemat, tetapi kami harus memastikan dia tidak melakukan penggelapan peraturan. Kalau harus bayar ya dibayar. Tetapi kalau tidak harus bayar, jangan disuruh bayar.

Peran konsultan pajak di tengah. Namun, sebagai intermediary, konsultan pajak harus berpikir juga menyangkut penerimaan negara. Perlu ekstra hati-hati di situ.

Dengan perkembangan teknologi, termasuk penerapan coretax administration system, bagaimana peran konsultan pajak pada masa depan?

Dengan adanya coretax system, kami harapkan menjadi lebih terbantu. Setidaknya, dengan adanya coretax system dapat membantu kami memberikan edukasi kepada wajib pajak untuk pemenuhan hak dan kewajibannya.

Terakhir, apakah ada pesan yang ingin disampaikan kepada para pemilih?

Kami mengharapkan pemilihan ini berjalan dengan baik. Kongres ini rutin diadakan 5 tahunan. Sangat penting bagaimana kongres berjalan baik dan nantinya tetap kompak. Setelah kongres, kami tentu mengharapkan jangan ada penambahan [pembentukan asosiasi baru] atau ada yang keluar dari IKPI. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.