Suryo Prasetya Riyadi,
PEMERINTAH telah memberikan 4 insentif pajak pada wajib pajak terdampak Covid-19. Ke-4 insentif tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMKK) No.44/PMK.03/2020. Tujuannya untuk menjaga stabilitas pertumbuhan ekonomi, daya beli, dan produktivitas sektor tertentu.
Insentif pertama PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk pegawai dengan penghasilan bruto di bawah Rp200 juta per tahun. Kedua, pembebasan PPh Pasal 22 impor. Ketiga, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30%. Keempat, restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat.
Insentif pertama diberikan pada karyawan perusahaan yang masuk 1.062 klasifikasi lapangan usaha (KLU) atau perusahaan yang mendapat Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). Insentif kedua untuk 431 KLU wajib pajak atau wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE.
Insentif ketiga diperuntukkan bagi 846 KLU. Sementara itu, insentif terakhir yakni restitusi PPN dipercepat diberikan kepada 431 KLU. Keempat insentif ini akan berlaku selama 6 bulan, yaitu sejak April sampai dengan September 2020.
Dari keempat insentif pajak yang diberikan, restitusi PPN dipercepat merupakan merupakan kebijakan yang sangat fenomenal, mengingat kenaikan batas maksimalnya yang sangat signifikan dibandingkan dengan aturan sebelumnya, yaitu PMK No.39/PMK.03/2018.
Jumlah lebih bayar yang dapat diberikan restitusi pendahuluan naik 500% dari sebelumnya Rp1 miliar menjadi maksimal Rp5 miliar. Ini tentu lebih menarik dari aturan yang berlaku sampai 2017 yaitu PMK No.198/PMK.03/2013, yang membatasi nilai restitusi maksimal Rp100 juta.
Prosedur restitusi PPN dipercepat ini tentu tidak serta merta langsung diberikan kepada wajib pajak, tetapi hanya berupa pemangkasan proses restitusi bagi wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) berisiko rendah.
Proses pemberian restitusi dipersingkat dengan hanya melakukan penelitian administratif. Prosedur penelitian masih mengacu PMK No.39/PMK.03/2018, yaitu berupa pemilihan kolom pengembalian pendahuluan pada surat pemberitahuan (SPT) wajib pajak yang akan direstitusi.
Kemudian kebenaran penulisan dan penghitungan pajak, kelengkapan bukti pemotongan dan pelaporan PPN masukan dan keluaran, serta penelitian atas pajak masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar sendiri. Hal ini dijanjikan hanya akan memakan waktu paling lama 1 bulan.
Bom Waktu
KEBIJAKAN percepatan pemberian restitusi PPN ini bukan tanpa tapi. Wajib pajak yang menerima pengembalian pendahuluan pajak, statusnya dapat dimasukkan dalam Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi sesuai dengan Surat Edaran Nomor SE-15/PJ/2018.
Di kemudian hari status ini dapat ditingkatkan menjadi Daftar Sasaran Prioritas Pemeriksaan dengan lingkup pemeriksaan menyeluruh jika ada indikasi ketidakpatuhan. Dengan demikian, wajib pajak penerima restitusi dapat diperiksa di kemudian hari dengan lingkup pemeriksaan lebih luas.
Selain itu, sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan atas jumlah kurang bayar dengan maksimal 24 bulan atau 48% telah menanti wajib pajak yang terbukti sengaja ataupun lalai sehingga menyebabkan adanya kurang bayar.
Ditjen Pajak mungkin masih berbaik hati kepada wajib pajak. Sanksi administrasi yang diberikan merupakan sanksi dalam keadaan biasa. Pemerintah tidak memberikan pemberatan sanksi terhadap wajib pajak yang terbukti sengaja memanfaatkan insentif pajak dan menyebabkan kurang bayar.
Tentu kita berharap berbagai macam insentif pajak itu dimanfaatkan dengan penuh tanggung jawab. Selain itu, masyarakat juga berharap adanya penegakan hukum yang adil bagi pengemplang pajak. Karena itulah sebenarnya yang diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.