Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah perlu menjadikan aspek keamanan data wajib pajak menjadi perhatian utama dalam implementasi coretax administration system (CTAS). Isu mengenai coretax masih mewarnai pemberitaan media arus utama pada hari ini, Kamis (16/1/2025).
Pesan mengenai keamanan data tersebut disampaikan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Menurut Luhut, penting bagi pemerintah untuk membangun dan menjaga trust dari wajib pajak dalam penerapan coretax. Karenanya, aspek keamanan data menjadi penentu.
"Tapi saya ingin tegaskan keamanan data wajib pajak harus tetap menjadi perhatian utama. Kepercayaan masyarakat adalah modal besar bagi keberhasilan program ini," katanya.
Dalam kunjungannya ke 'dapur' coretax system bersama Sri Mulyani, Luhut menyampaikan bahwa digitalisasi menjadi salah satu kunci dalam mentransformasi ekonomi Indonesia. Implementasi sistem coretax system oleh Ditjen Pajak (DJP) pun menjadi langkah yang strategis dan sangat menjanjikan untuk mereformasi sistem perpajakan nasional.
Luhut menilai transisi ke sistem baru akan selalu menghadirkan tantangan, termasuk coretax system. Namun, masalah yang muncul akan dapat diatasi dengan cepat dan efisien apabila sistem tersebut terus diperkuat.
Dia pun menyadari penerapan coretax pada awal peluncuran ini memang masih menemui banyak kendala teknis. Namun, dia meyakini hal tersebut segera diatasi seiring berjalannya perbaikan yang terus dikebut otoritas.
"Sistem coretax telah menunjukkan potensi besar dalam meningkatkan pelayanan pajak serta kontribusi terhadap penerimaan negara," ujarnya.
Luhut menambahkan coretax system menjadi langkah strategis dalam menciptakan ekosistem perpajakan yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan. Menurutnya, coretax system tidak hanya mampu menambah penerimaan negara secara signifikan, tetapi juga menjadi fondasi utama mendukung perubahan tata kelola negara.
Selain bahasan mengenai aspek keamanan data pada coretax, ada beberapa isu lain yang juga menjadi materi pemberitaan media nasional pada hari ini. Di antaranya, rencana pembentukan family office, pemangkasan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia, hingga pekerjaan rumah RI untuk mereformulasi insentif pajak setelah pajak minimum global diterapkan nantinya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut DJP akan memastikan coretax administration system berjalan optimal meski dihadapkan pada berbagai tantangan.
Sri Mulyani mengatakan DJP terus berupaya menyelesaikan berbagai tantangan yang muncul dalam penerapan coretax. Menurutnya, partisipasi aktif wajib pajak untuk memberikan saran dan masukan juga penting dalam mendukung keberhasilan coretax.
"Di tengah berbagai dinamika dan tantangan dalam implementasi coretax, DJP terus bekerja keras untuk memastikan sistem ini berjalan dengan optimal," katanya. (DDTCNews)
Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menargetkan peluncuran family office bisa dilakukan pada Februari 2025. Pemerintah tidak ingin kehilangan momentum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan skema family office berpotensi meningkatkan perputaran modal asing di Indonesia. "Kita bisa ketinggalan dari Johor (Malaysia) yang sekarang membuat zona ekonomi khusus. Padahal mereka mencontoh kita dan bahkan memberikan insentif yang lebih bagus," kata Luhut.
Luhut mengatakan Presidem Prabowo Subianto telah menyetujui rencana pembentukan family office. Para jajaran di kabinet pun tinggal mengeksekusi pembentukan family office tersebut. (Harian Kompas, DDTCNews)
Luhut mengatakan pemerintah saat ini tengah merancang insentif fiskal yang sesuai untuk pendirian family office. Dia menjabarkan saat ini ada sekitar US$ 11 triliun aset finansial dunia yang diinvestasikan di luar negara asal. Indonesia perlu ikut menangkap peluang ini.
Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menambahkan, berkaca dari banyak negara, selain insentif fiskal, kepastian hukum juga menjadi perhatian utama pemerintah. Menurutnya, investor lebih mendambakan kepastian regulasi ketimbang sekadar insentif.
"Family office di mana pun atau sentra-sentra seperti di Hong Kong, Dubai, dan sebagainya itu mempunyai kepastian hukum yang sangat-sangat jelas. Itu menjadi tantangan di Indonesia," kata Thomas. (Harian Kompas)
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan dari 6% menjadi 5,75%.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penurunan suku bunga acuan dilatarbelakangi oleh inflasi 2025 dan 2026 yang diproyeksikan akan terkendali di rentang 2,5 ± 1% dan nilai tukar rupiah yang diperkirakan akan tetap terjaga sesuai dengan fundamentalnya.
"Keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5±1%, terjaganya rupiah sesuai fundamental, dan perlunya upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya. (DDTCNews)
Pemerintah berkomitmen menerapkan kebijakan penghapusan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan percepatan layanan persetujuan bangunan gedung (PBG) di seluruh Indonesia.
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menarketkan akhir Januari 2025 menjadi batas akhir kabupaten/kota menerbitkan peraturan tentang penghapusan BPHTB dan percepatan layanan PBG untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Wakil Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Bambang Ekajaya menilai setiap insentif properti bisa berdampak positif bagi pasar. Selain PPN DTP, menurutnya, penghapusan BPHTB akan mengurangi beban pembeli sebesar 5%. (Kontan) (sap)