Menteri Keuangan Sri Mulyani bersama Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dan jajaran pejabat eselon I Kemenkeu memberikan keterangan pers setelah melaporkan SPT melalui e-Filing di Kantor Pusat DJP, Selasa (10/3/2020). (foto: DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut proses penyusunan insentif berupa penundaan pembayaran pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 sudah mencapai 95%. Insentif ini menjadi bagian dari upaya untuk memitigasi risiko perekonomian dari efek wabah virus Corona.
Sri Mulyani mengatakan otoritas tinggal menentukan sektor usaha yang bisa menunda pembayaran PPh Pasal 21 untuk pegawai serta durasi pelaksanaannya. Setelah itu, dia akan segera mempresentasikan usulan insentif itu kepada Menko Perekonomian Airlangga dan Presiden Jokowi untuk meminta persetujuan.
“Tinggal 5% sisanya [proses penyusunan usulan insentif]. Soal keputusan timing dan harus dipresentasikan dulu," katanya di Jakarta, Selasa (10/3/2020).
Sri Mulyani mengatakan pembahasan PPh Pasal 21 sudah cukup detail. Dengan memperhatikan pengalaman pada kebijakan 2008, Sri Mulyani telah menyiapkan mekanisme yang ideal untuk situasi saat ini.
Sri Mulyani mengatakan kebijakan penundaan pembayaran PPh Pasal 21 tersebut adalah bagian dari stimulus untuk mendorong perekonomian di negeri. Jika kebijakan itu berjalan, perusahaan bisa menunda penyetoran PPh Pasal 21 yang berupa pajak atas gaji pegawainya sehingga likuiditas perusahaan terjaga baik.
Selain PPh 21, Sri Mulyani juga berencana memberikan insentif berupa penundaan PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 25, serta percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN). Dengan berbagai stimulus itu, Sri Mulyani meyakini beban sektor usaha yang paling tertekan akibat wabah virus Corona lebih ringan.
PPh Pasal 22 dipungut pada badan usaha atas kegiatan ekspor-impor barang. Adapun PPh Pasal 25 ditarik pada badan usaha atas kegiatan bisnisnya. Sri Mulyani membenarkan kebijakan stimulus fiskalnya itu serupa dengan strategi yang diambil Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan kepala negara lainnya.
"Seperti di AS pun, Presiden Trump bilang ada bold measure. Kanada, perdana menterinya juga bilang lebih selektif untuk melindungi ekonomi. Presiden Prancis Macron juga sama melakukan tindakan dalam rangka mendorong ekonomi tapi spesifiknya masih proses," katanya. (kaw)