Laman muka dokumen Perpres 125/2022.
JAKARTA, DDTCNews - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Perpres 125/2022 mengenai penyelenggaraan cadangan pangan pemerintah (CPP).
Perpres 125/2022 mengatur perlunya penguasaan dan pengelolaan CPP untuk memastikan ketersediaan pangan. Perpres tersebut menjadi aturan pelaksana untuk PP 17/2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi.
"Dalam rangka ketersediaan pangan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, perlu melakukan penguasaan dan pengelolaan cadangan pangan pemerintah yang pelaksanaannya dapat ditugaskan kepada badan usaha milik negara," bunyi pertimbangan Perpres 125/2022, dikutip pada Kamis (27/10/2022).
Pasal 2 Perpres 125/2022 menyatakan ruang lingkup peraturan tersebut meliputi jenis dan jumlah CPP; penyelenggaraan CPP; penugasan badan usaha milik negara (BUMN); dan pendanaan.
CPP berupa pangan pokok tertentu ditetapkan berdasarkan jenis dan jumlahnya. Jenis pangan pokok tertentu yang ditetapkan sebagai CPP meliputi beras; Jagung; kedelai; bawang; cabai; daging unggas; telur unggas; daging ruminansia; gula konsumsi; minyak goreng; dan ikan.
Selain 11 jenis pangan tersebut, presiden juga dapat menetapkan jenis pangan pokok tertentu lainnya sebagai CPP. Penyelenggaraan CPP atas jenis pangan pokok tertentu dilakukan secara bertahap, dengan tahap pertama dilakukan untuk beras; jagung; dan kedelai.
Jumlah CPP nantinya akan ditetapkan oleh kepala Badan Pangan Nasional, berdasarkan hasil rapat koordinasi tingkat menteri/kepala lembaga. Penetapan jumlah CPP dilakukan paling sedikit 1 kali dalam 1 tahun, dengan mempertimbangkan produksi pangan pokok tertentu secara nasional; penanggulangan keadaan darurat dan kerawanan pangan; pengendalian dan stabilisasi harga dan pasokan pangan pokok tertentu pada tingkat produsen dan konsumen; pelaksanaan perjanjian internasional dan bantuan pangan kerja sama internasional; dan angka kecukupan gizi yang dianjurkan.
Penyelenggaraan CPP dilakukan melalui pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran. Pengadaan CPP diutamakan melalui pembelian produksi dalam negeri termasuk pembelian dari stok komersial Perum Bulog dan/atau BUMN Pangan. Dalam hal pengadaan CPP dari dalam negeri tidak mencukupi, dapat dilakukan pengadaan CPP dari luar negeri dengan tetap menjaga kepentingan produsen dan konsumen dalam negeri.
Kemudian, pengelolaan CPPÂ dilakukan untuk menjaga kecukupan CPP baik jumlah maupun mutunya antardaerah dan antarwaktu. Pengelolaan CPP dilakukan melalui mekanisme perputaran stok secara dinamis sesuai kebutuhan operasional; dan/atau memanfaatkan teknologi untuk menjaga mutu dan memperpanjang masa simpan produk.
Adapun untuk penyaluran CPP, dilakukan untuk menanggulangi kekurangan pangan, gejolak harga pangan, bencana alam, bencana sosial, dan/atau keadaan darurat.
Dalam melaksanakan CPP, pemerintah dapat menugaskan Perum Bulog dan/atau BUMN Pangan. Pemerintah juga akan menugaskan Perum Bulog untuk menyelenggarakan CPP tahap pertama yang meliputi beras, jagung, dan kedelai.
Dalam hal ini, Perum Bulog dapat bekerja sama dengan BUMN Pangan dan/atau badan usaha atau pelaku usaha lainnya sesuai tata kelola perusahaan yang baik. Perum Bulog dan/atau BUMN Pangan yang diberikan penugasan harus menyampaikan laporan pelaksanaan penugasan kepada kepala Badan Pangan Nasional dan menteri/kepala lembaga terkait paling sedikit 1 kali dalam 6 bulan atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
"Dalam rangka pelaksanaan penugasan ... pemerintah dan pemerintah daerah memberikan kemudahan perizinan, keringanan biaya perizinan, pembebasan biaya perizinan, pemanfaatan barang milik negara/daerah, dan fasilitas perpajakan dan kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 12 ayat (8).
Pendanaan yang diperlukan untuk penyelenggaraan CPP bersumber pada APBN dan/atau sumber pendanaan lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perpres 125/2022 mulai berlaku pada tanggal diundangkan 24 Oktober 2022. (sap)