BERITA PAJAK HARI INI

Jasa Rumah Kos Bukan Objek Pajak Daerah (PBJT) Mulai Tahun Depan

Redaksi DDTCNews | Jumat, 22 Desember 2023 | 10:10 WIB
Jasa Rumah Kos Bukan Objek Pajak Daerah (PBJT) Mulai Tahun Depan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Jasa rumah kos tidak lagi dikategorikan sebagai objek pajak daerah atau pajak hotel mulai tahun depan. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (22/12/2023).

Sesuai dengan UU HKPD, kos tak lagi dikategorikan sebagai jasa perhotelan. Pada ketentuan sebelumnya, yaitu UU PDRD, kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 dikategorikan sebagai hotel sehingga dikenakan pajak hotel.

“Jasa perhotelan adalah jasa penyediaan akomodasi yang dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makan dan minum, kegiatan hiburan, dan/atau fasilitas lainnya," bunyi Pasal 1 angka 47 UU HKPD.

Baca Juga:
Penggunaan Diskon Tarif Pasal 31E UU PPh Tak Ada Batas Waktu, Asalkan…

Adapun sesuai dengan ketentuan Pasal 53 ayat (1) UU HKPD, jasa perhotelan meliputi jasa penyediaan akomodasi dan fasilitas penunjangnya, serta penyewaan ruang rapat/pertemuan pada penyedia jasa perhotelan.

Pasal tersebut juga memerinci cakupan jasa perhotelan itu, yakni hotel, hostel, vila, pondok wisata, motel, losmen, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan/guest house/bungalo/resort/cottage, tempat tinggal pribadi yang difungsikan sebagai hotel, serta glamping.

Mulai 5 Januari 2024, pajak hotel akan digantikan dengan pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa perhotelan. Terhitung sejak tanggal tersebut, pemkab/pemkot tidak berwenang untuk memungut PBJT atas rumah kos.

Baca Juga:
Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Selain mengenai jasa rumah kos, ada pula ulasan terkait dengan debat calon wakil presiden (cawapres) pada hari ini yang akan mengambil tema ekonomi kerakyatan dan ekonomi digital, keuangan, investasi, pajak, perdagangan, tata kelola APBN-APBD, infrastruktur, serta perkotaan.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

PBB yang Lebih Tinggi

Meskipun tidak dapat lagi memungut PBJT atas rumah kos, pemkab/pemkot memiliki keleluasaan untuk mengenakan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang lebih tinggi atas rumah kos tersebut. Pengenaan PBB yang lebih tinggi dapat dilakukan mengingat rumah kos memiliki fungsi komersial.

Sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) PP 35/2023, dasar pengenaan PBB adalah sebesar 20% hingga 100% dari NJOP. Dengan ketentuan ini, pemkab/pemkot bisa secara leluasa menetapkan dasar pengenaan PBB atas suatu objek pajak.

Baca Juga:
Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) huruf b PP 35/2023, persentase NJOP yang menjadi dasar pengenaan PBB ditetapkan dengan mempertimbangkan bentuk pemanfaatan objek pajak dimaksud.

"Misal, objek pajak yang digunakan semata-mata untuk tempat tinggal, persentase dasar pengenaan PBB-nya akan lebih rendah dibandingkan dengan objek pajak yang digunakan untuk keperluan komersial," bunyi Penjelasan Pasal 13 ayat (2) huruf b PP 35/2023. (DDTCNews)

Pajak Dibicarakan dalam Debat Capres-Cawapres

Untuk pertama kalinya, pajak dinyatakan secara langsung sebagai salah satu aspek yang akan menjadi tema debat capres-cawapres pilpres 2024 di Indonesia. Lantas, bagaimana seharusnya pajak dibicarakan dalam debat capres-cawapres?

Baca Juga:
Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Pertanyaan itu muncul karena tema tentang pajak rencananya hanya masuk dalam debat kedua yang menjadi porsi cawapres. Dengan ruang yang relatif terbatas tersebut, skema yang tepat untuk membicarakan pajak menjadi krusial.

Terlebih, pajak menjadi penyumbang terbesar dalam pendapatan negara. Artinya, berjalannya pembangunan sangat bergantung pada pajak yang merupakan kontribusi masyarakat wajib pajak. Simak ‘Bagaimana Bicara Pajak dalam Debat Capres-Cawapres? Mari Lihat di AS’. (DDTCNews)

Keringanan Pembayaran Piutang Negara

Kementerian Keuangan mencatat hingga 18 Desember 2023 telah memberikan keringanan pembayaran piutang negara melalui skema crash program kepada 2.821 debitur.

Baca Juga:
Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Direktur Perumusan Kebijakan Kekayaan Negara DJKN Kemenkeu Encep Sudarwan mengatakan fasilitas keringanan pembayaran piutang negara masuk dalam PMK 13/2023. Menurutnya, telah banyak debitur yang memanfaatkan periode crash program ini untuk menyelesaikan piutang negara.

Encep mengatakan pemerintah meluncurkan crash program yang menyasar debitur kecil. Program ini berupa insentif yang dilakukan secara terpadu dalam bentuk potongan utang pokok, bunga, denda, ongkos/biaya atau beban lain yang dibebankan kepada debitur. (DDTCNews)

Pengurangan PBB

Penyampaian permohonan pengurangan PBB oleh wajib pajak nantinya bisa disampaikan kepada Ditjen Pajak (DJP) secara elektronik. Sebelumnya, permohonan pengurangan PBB hanya dapat disampaikan oleh wajib pajak secara langsung, lewat pos, atau melalui jasa ekspedisi/kurir.

Baca Juga:
Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

"Penyampaian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dalam hal sistem sudah tersedia," bunyi Pasal 7 ayat (5) PMK 129/2023.

Atas penyampaian permohonan pengurangan PBB tersebut, wajib pajak akan mendapatkan bukti penerimaan. Tanggal yang tercantum dalam tanda bukti penerimaan permohonan pengurangan PBB diperlakukan sebagai tanggal permohonan pengurangan PBB diterima. (DDTCNews)

Monev MITA Kepabeanan

Pemerintah telah menerbitkan PMK 128/2023 untuk menggantikan ketentuan mengenai mitra utama (MITA) kepabeanan yang sebelumnya diatur dalam PMK 229/2015 s.t.d.d PMK 211/2016.

Baca Juga:
Dapat ‘Surat Cinta’, Perwakilan WP Badan Ajukan Konsultasi dengan AR

Kepala Subdirektorat Registrasi Kepabeanan Program Prioritas dan AEO Direktorat Teknis Kepabeanan dan Cukai DJBC Weko Loekitardjo mengatakan PMK 128/2023 menyempurnakan mekanisme monitoring dan evaluasi (monev) MITA kepabeanan.

Menurutnya, monev sangat dibutuhkan untuk memastikan semua perusahaan berstatus MITA kepabeanan melaksanakan kewajibannya dengan benar. Weko mengatakan hingga 14 Desember 2023 tercatat ada 549 perusahaan yang memiliki predikat sebagai MITA kepabeanan.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, DJBC berdasarkan pada monev juga telah mencabut status MITA kepabeanan pada sejumlah perusahaan. (DDTCNews) (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah