BERITA PAJAK HARI INI

Insentif Pajak 2021, Staf Ahli Menkeu: Prinsipnya Masih Sama

Redaksi DDTCNews
Selasa, 01 Desember 2020 | 08.04 WIB
Insentif Pajak 2021, Staf Ahli Menkeu: Prinsipnya Masih Sama

Ilustrasi. (Kemenkeu)

JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah masih mematangkan jenis insentif pajak yang akan diberikan pada 2021. Langkah pemerintah tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (1/12/2020).

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal memastikan pemerintah tetap akan memberikan insentif pajak pada tahun depan. Pasalnya, perekonomian yang baru akan masuk masa pemulihan akibat pandemi Covid-19 masih membutuhkan stimulus.

“Cuma memang kami masih dalam tahapan menguji dan mengevaluasi kira-kira insentif seperti apa yang akan sangat dibutuhkan serta oleh sektor apa," katanya.

Saat ini, pemerintah memberikan berbagai insentif pajak, seperti pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%, serta percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) hingga 31 Desember 2020.

Selain mengenai insentif pajak, ada pula bahasan terkait dengan bea meterai. Otoritas menegaskan meski tarif bea meterai naik dari sebelumnya, batas nilai dokumen yang wajib dipungut bea meterai juga dinaikkan. Kebijakan ini mempertimbangkan kondisi masyarakat, terutama pelaku UMKM.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • Prinsipnya Masih Sama

Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan prinsip pemberian insentif pajak pada 2021 masih akan sama seperti tahun ini. Prinsipnya adalah menjaga daya beli wajib pajak, membantu arus kas atau cash flow perusahaan, serta memenuhi berbagai fasilitas dan alat kesehatan.

"Prinsipnya masih sama. Tinggal nanti jenis insentifnya sedang kami timbang-timbang," ujar Yon. (DDTCNews)

  • Pemanfaatan Insentif Pajak

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan realisasi pemanfaatan insentif pajak di tengah pandemi Covid-19 hingga 25 November senilai Rp46,4 triliun.

Sri Mulyani mengatakan realisasi tersebut setara 38,5% dari pagu Rp120,6 triliun atau 63,3% jika bantalan shortfall pajak yang senilai Rp47,28 triliun tidak dihitung. Menurutnya, insentif pajak tersebut telah membantu ratusan ribu wajib pajak menghadapi masa sulit akibat pandemi.

"Untuk insentif usaha yang mencapai Rp120 triliun, kami sudah melihat ribuan atau ratusan ribu perusahaan yang menikmati insentif usaha ini," katanya. Simak artikel ‘Kata Sri Mulyani, Ribuan Perusahaan Sudah Nikmati Insentif Pajak’. (DDTCNews)

  • Bea Meterai

Berdasarkan pada ketentuan baru UU 10/2020 tentang Bea Meterai, dokumen yang dikenai bea meterai adalah dokumen yang memuat nilai uang di atas Rp5 juta. Batasan tersebut meningkat bila dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya.

Berdasarkan UU sebelumnya, dokumen dengan nilai uang senilai Rp250.000 hingga Rp1 juta dikenai bea meterai Rp3.000, sedangkan dokumen dengan nilai uang di atas Rp1 juta wajib dikenai bea meterai Rp6.000.

"Tarif memang naik tapi kami kurangkan objeknya. Transaksi di bawah Rp5 juta ini banyak dilakukan oleh UMKM sehingga kami dudukkan bahwa di atas Rp5 juta tidak kena bea meterai baik kertas maupun digital," ujar Dirjen Pajak Suryo Utomo. Simak artikel ‘DJP Sebut Potensi Penerimaan Bea Meterai Bakal Jadi Belasan Triliun’. (DDTCNews/Kontan)

  • Insentif Supertax Deduction

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mendorong pelaku industri jamu dan obat herbal untuk menggencarkan kegiatan riset guna memperoleh fasilitas pajak berupa supertax deduction.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah saat ini mendorong penuh kegiatan riset melalui insentif supertax deduction bagi sektor-sektor usaha yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang). Pengusaha bisa mengajukan klaim supertax deduction hingga 300%.

"Umpamanya perusahaan mengeluarkan biaya riset Rp10 juta, ia bisa mengklaim Rp30 juta, sehingga pajaknya bisa dikurangkan," katanya. (DDTCNews)

  • Fasilitas Perpajakan Vaksin

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menerbitkan PMK 188/2020 yang mengatur fasilitas kepabeanan dan/atau cukai serta perpajakan atas impor vaksin, bahan baku vaksin, peralatan produksi vaksin, serta peralatan vaksinasi Covid-19.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar-Lembaga Bea Cukai Syarif Hidayat mengatakan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) juga bersiap membantu kelancaran impor vaksin Covid-19 itu. Menurutnya, fasilitas tersebut dapat dimanfaatkan oleh semua institusi yang ditunjuk Kementerian Kesehatan.

"Fasilitas dapat diberikan kepada pemerintah pusat, pemda, badan hukum, atau nonbadan hukum yang mendapatkan penugasan atau penunjukan dari Kementerian Kesehatan," katanya. (DDTCNews/Kontan) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Franco Hardyan Dewayani Putra
baru saja
Wah bagus untuk pemulihan ekonomi dengan menjaga daya beli wajib pajak pasca pandemi ini, juga bisa membantu arus kas atau cash flow perusahaan saat pandemi maupun pasca pandemi.