SURVEI OECD

Ini Pesan Langsung Sekjen OECD untuk Menkeu Sri Mulyani

Dian Kurniati | Sabtu, 20 Maret 2021 | 06:01 WIB
Ini Pesan Langsung Sekjen OECD untuk Menkeu Sri Mulyani

Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria dalam konferensi pers, Kamis (18/3/2021). OECD menyarankan Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan intervensi untuk menaikkan harga sumber energi yang menghasilkan emisi karbon. (Foto: Zoom OECD)

JAKARTA, DDTCNews - Sekretaris Jenderal Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Angel Gurria menyarankan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan intervensi untuk menaikkan harga sumber energi yang menghasilkan emisi karbon.

Gurria mengatakan emisi karbon telah menyebabkan masalah lingkungan yang sangat serius. Menurutnya, pemerintah melalui kebijakan fiskal bisa mengerek harga emisi karbon agar masyarakat beralih pada energi yang lebih ramah lingkungan.

"Bu Menteri Sri Mulyani, saya memiliki pesan yang sangat ilmiah dan selalu saya ulang-ulang, tetapkan harga yang tinggi pada emisi karbon," katanya dalam konferensi pers OECD Economic Survey of Indonesia 2021, Kamis (18/3/2021).

Baca Juga:
Jika Batalkan 2 Pilar OECD, UN Tax Convention Tak Akan Disahkan Eropa

Gurria mengatakan semua negara harus bekerja sama menangani masalah lingkungan, mulai dari menekan emisi karbon, menghentikan deforestasi, serta memulihkan lahan gambut.

Menurutnya, Indonesia telah memulai upaya penyelamatan lingkungan tersebut walaupun dibutuhkan tindakan yang lebih besar lagi, seperti menaikkan harga emisi gas buang dari bahan bakar fosil.

Laporan OECD Economic Survey of Indonesia 2021 juga memuat kajian mengenai tingginya produksi emisi karbon di Indonesia. Pembakaran lahan gambut yang dikombinasikan dengan penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit energi, transportasi, dan rumah tangga menjadikan Indonesia sebagai salah satu penghasil emisi karbon terbesar keempat di dunia.

Baca Juga:
Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

Produksi emisi karbon per kapita tercatat melebihi rata-rata dunia, termasuk China dan Uni Eropa, meskipun 55% lebih rendah dari AS. OECD pun merekomendasikan pemerintah memperkuat sistem transportasi publik ramah lingkungan, serta mendukung transisi sektor bangunan agar yang lebih berkelanjutan, termasuk dengan memberikan insentif pajak.

Mendengar masukan Gurria, Sri Mulyani menegaskan Indonesia komitmen yang kuat untuk pengendalian perubahan iklim. Menurutnya, pemerintah telah mengalokasikan anggaran penanganan perubahan iklim dari APBN, serta membentuk Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH).

Pemerintah juga berupaya mengurangi emisi karbon sebesar 29% dengan upaya sendiri atau 41% dengan dukungan internasional pada 2030, seperti yang tertuang dalam komitmen Indonesia pada Persetujuan Paris.

Baca Juga:
Pasar Keuangan Tak Stabil, Penarikan Utang APBN Masih Minim

"Faktanya dalam 2 tahun terakhir Indonesia termasuk negara yang bisa terus berkomitmen mencegah kebakaran hutan, dan saya berharap akan berkelanjutan pada tahun ini," ujarnya.

Mengenai emisi karbon, sebelumnya Sri Mulyani juga sempat mengutarakan niat pemerintah menerapkan cukai emisi karbon untuk mengurangi konsumsi bahan bakar fosil, tetapi rencana itu belum terealisasi.

Skema yang disiapkan yakni menarik cukai emisi karbon hanya pada setiap pembelian kendaraan bermotor baru, atau menagihnya kepada pemilik mobil setiap tahun. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

20 Maret 2021 | 23:38 WIB

Diharapkan pemerintah Indonesia bisa segera memberikan intervensi agar masalah lingkungan yang timbul dari emisi karbon dapat diminimalisir. Salah satu saran OECD terkait hal ini yaitu memperkuat sistem transportasi publik perlu dipikirkan dan dipertimbangkan dengan matang mengingat masyarakat Indonesia yang masih lebih memilih menggunakan kendaraan pribadinya apalagi dengan keadaan saat ini di tengah pandemi yang membutuhkan minimnya interaksi dengan orang lain.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 28 Maret 2024 | 09:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Utang Pemerintah Tembus Rp 8.319 triliun pada Akhir Februari 2024

Rabu, 27 Maret 2024 | 10:37 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Bertemu S&P, Sri Mulyani Sebut Konsolidasi Fiskal RI Cepat dan Kuat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:15 WIB KINERJA FISKAL

Pasar Keuangan Tak Stabil, Penarikan Utang APBN Masih Minim

BERITA PILIHAN