KEPATUHAN PAJAK

Ini Lima Alasan Orang Indonesia Enggan Bayar Pajak

Redaksi DDTCNews
Senin, 20 Februari 2017 | 16.09 WIB
Ini Lima Alasan Orang Indonesia Enggan Bayar Pajak
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi.

JAKARTA, DDTCNews – Realisasi penerimaan pajak selalu meleset dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Tercatat pada 2016, setoran pajak hanya mencapai Rp1.105 triliun atau 81,54% dari target APBN Perubahan sebesar Rp1.355 triliun.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi mengatakan ada beberapa hal yang menyebakan setoran penerimaan pajak tetap minim meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5%.

"Kenapa ekonomi tumbuh, tapi pajaknya segitu-segitu saja. Kepatuhan dalam membayar pajak yang per‎lu diperhatikan, Karena tax gap naik, berarti kepatuhan sangat rendah," ujarnya di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/2).

Lebih lanjut Ken menjelaskan beberapa faktor yang membuat masyarakat Indonesia masih enggan membayar pajak. Pertama, faktor ketidakpercayaan. Menurutnya, masih ada sebagian masrakyat yang tidak percaya dengan undang-undang di bidang perpajakan.

Selain itu, sebagi faktor kedua, masih banyak yang tidak percaya dengan petugas pajak. Meskipun, kata Ken, berkat tax amnesty, kepercayaan itu mulai tumbuh kembali.

"Akhir-akhir ini petugas pajak mulai dipercaya, berkat adanya tax amnesty. Masyarakat percaya dengan pemerintah, petugas pajak dan UU Pajak," ujarnya.

Faktor ketiga, lanjut Ken, masyarakat enggan bayar pajak karena masih ada orang yang ingin coba-coba tidak membayar pajak. "Kalau ketahuan baru bayar pajak. Kalau tidak, ya tidak bayar. Kenapa? Karena masyarakat tahu Ditjen Pajak tidak punya akses, terutama ke perbankan," ujarnya.

Adapun, faktor keempat, keengganan masyarakat dalam membayar pajak antara lain karena praktik membayar pajak itu belum menjadi budaya. Karena itu, ia berharap generasi muda mendatang dapat lebih patuh membayar pajak.

Faktor kelima, Ken mengungkapkan masyarakat belum patuh membayar pajak karena alasan pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh)‎ yang dinilai rumit. Menurutnya lembaran SPT di Amerika Serikat bisa mencapai ratusan lembar yang tentu lebih merumitkan dibandingkan SPT Indonesia.

"SPT kita itu 2-4 lembar, bahkan nanti kami sederhanakan lagi hingga hanya menjadi 2 lembar saja," ujarnya.

Untuk meningkatkan kepatuhan ini, lanjutnya, masyarakat pun harus mengetahui penggunaan uang pajak tersebut. Mengutip data Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, secara umum uang pajak dimanfaatkan untuk membangun jalan, infrastruktur lain, dan 20% dari APBN bahkan digelontorkan untuk pendidikan. "Uang pendidikan 20% dari belanja negara sebesar Rp2.000 triliun, itu kan berarti Rp 400 triliun. Itu uang dari pajak," tandas Ken. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.