KEBIJAKAN PEMERINTAH

Fokus Jaga Daya Beli Masyarakat, Kepala BKF Tegaskan Kekuatan APBN

Dian Kurniati
Minggu, 15 Mei 2022 | 12.00 WIB
Fokus Jaga Daya Beli Masyarakat, Kepala BKF Tegaskan Kekuatan APBN

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu menyebut APBN akan berperan sebagai shock absorber untuk melindungi daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga komoditas.

Febrio memastikan pemerintah akan menjaga APBN tetap sehat. Apalagi, 2022 menjadi tahun terakhir pelebaran defisit sesuai amanat UU 2/2020.

"Intinya berapa pun kenaikan yang harus kita tanggung dari sisi APBN-nya, kami memastikan APBN bukan hanya cukup kuat untuk menanggung sebagai shock absorber, tapi juga bahkan defisitnya akan turun," katanya, dikutip pada Minggu (15/5/2022).

Febrio menuturkan beberapa negara maju tengah mengalami lonjakan inflasi akibat membaiknya permintaan setelah pandemi Covid-19. Hal ini diperparah dengan adanya perang antara Rusia dan Ukraina yang menimbulkan disrupsi rantai pasok sehingga berbagai harga komoditas pangan dan energi makin melambung.

Beberapa negara dengan tingkat inflasi tinggi di antaranya Rusia sebesar 16,7% pada April 2022, Brasil 12,1%, dan Amerika Serikat 8,3%. Di Indonesia, tingkat inflasi pada April 2022 tercatat sebesar 3,47%.

Dia menjelaskan laju inflasi yang tinggi di negara maju biasanya akan direspons dengan pengetatan kebijakan moneter. Untuk itu, pemerintah akan berupaya agar tekanan dari eksternal tersebut tidak sampai berdampak pada konsumsi dan inflasi di dalam negeri.

Dalam hal ini, APBN akan berperan sebagai shock absorber untuk melindungi daya beli masyarakat melalui berbagai program perlindungan sosial.

Febrio meyakinkan APBN dapat menjalankan perannya dengan baik karena kenaikan berbagai harga komoditas bakal berdampak positif pada pendapatan negara. Dengan kondisi tersebut, ia berharap konsolidasi fiskal tetap berjalan seperti yang direncanakan pemerintah.

"Kami harapkan defisit tahun ini akan lebih baik lagi. Ini tidak mudah, tapi ini tantangan yang cukup berat," ujarnya.

Pemerintah mencatat defisit APBN melebar hingga 6,09% terhadap PDB pada 2020 dan berangsur turun menjadi 4,65% PDB pada 2021. Memasuki 2022, pemerintah menargetkan defisit APBN senilai Rp868,0 triliun atau 4,85% terhadap PDB.

Mengenai pertumbuhan ekonomi, realisasinya pada 2021 hanya sebesar 3,69%, lebih rendah dari yang tertuang dalam asumsi makro UU APBN 2021 sebesar 5%. Pada 2022, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,2%. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.