KEBIJAKAN ENERGI

ESDM: Perlu Insentif Pajak Agar Harga Listrik EBT Lebih Kompetitif

Redaksi DDTCNews | Jumat, 23 Februari 2024 | 12:00 WIB
ESDM: Perlu Insentif Pajak Agar Harga Listrik EBT Lebih Kompetitif

Foto udara suasana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Kamis (15/2/2024). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/nym.

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah tengah mengupayakan pembangunan pembangkit listrik tenaga energi baru terbarukan (EBT) dalam skala besar. Langkah ini dilakukan untuk mencapai target percepatan transisi energi, dari sumber fosil ke EBT.

Namun, pemanfaatan sumber energi terbarukan belum bisa optimal. Pada 2023 misalnya, realisasi bauran EBT hanya 13,1% dari target yang dipatok pemerintah, yakni 17,9%. Sementara pada 2024 ini, target bauran EBT lebih ambisius lagi, yakni 19,5% dari total pemanfaatan sumber energi.

"Biaya O&M (operasi dan perawatan) pembangkit listrik EBT relatif rendah. Pengurangan pajak dan retribusi penggunaan sumber daya alam bisa jadi insentif alternatif agar listrik EBT kompetitif," tulis Kementerian ESDM dalam laporan Capaian Kinerja Sektor ESDM 2023 dan Target 2024, dikutip pada Jumat (23/2/2024).

Baca Juga:
Apa Itu PBJT atas Tenaga Listrik?

Sebagai informasi, sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), target bauran EBT pada 2025 dipatok paling sedikit 23% dan 31% pada 2050.

Upaya pemerintah untuk mengejar target bauran energi ini kemudian dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) 112/2022 tentang Percepatan Eneryi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.

Beleid itu turut mengatur sejumlah insentif fiskal dan nonfiskal yang siap diberikan kepada pengusaha pembangkit listrik EBT.

Baca Juga:
Imbas Konflik Iran-Israel, Bagaimana Cadangan BBM Indonesia?

Insentif yang diberikan, termasuk fasilitas pajak penghasilan (PPh), fasilitas impor berupa pembebasan bea masuk dan/atau pajak dalam rangka impor, fasilitas pajak bumi dan bangunan (PBB), dukungan pengembangan panas bumi, serta dukungan fasilitas pembiayaan dan/atau penjaminan melalui BUMN.

Insentif nonfiskal juga bisa diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 25 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN ENERGI

RI Pasang Target Lebih Ambisius dalam Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Senin, 22 April 2024 | 15:30 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT atas Tenaga Listrik?

Rabu, 17 April 2024 | 11:45 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Imbas Konflik Iran-Israel, Bagaimana Cadangan BBM Indonesia?

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Ditjen Imigrasi Luncurkan Bridging Visa bagi WNA, Apa Fungsinya?

Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah