Joe Ferguson, berumur sembilan tahun, dengan Bendera Nasional Inggris Union Jack dilukis di wajahnya, melihat ke atas saat para penggemar keluarga Kerajaan Inggris berkumpul di sepanjang jalan pusat Perayaan 70 Tahun Bertakthanya Ratu Inggris di London, Inggris pada Kamis (2/6/2022). (ANTARA FOTO/REUTERS/Tom Nicholson/wsj/KZU).
LONDON, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merekomendasikan kepada Inggris untuk memangkas pajak dan meningkatkan belanja.
Pasalnya, Inggris diekspektasikan akan mengalami stagnasi pada 2023 dengan pertumbuhan ekonomi tertahan di level 0%.
"Inggris perlu mempertimbangkan untuk memperlambat konsolidasi fiskal guna mendorong pertumbuhan," tulis OECD, dikutip Jumat (10/6/2022).
Pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi di Inggris tercatat masih mampu mencapai 7,4%. Sementara pada tahun ini pertumbuhan diekspektasikan melambat menjadi 3,6% dan akan mengalami stagnasi pada tahun depan.
Konsumsi rumah tangga diperkirakan akan melambat seiring dengan kenaikan harga. Tabungan masyarakat diperkirakan akan lebih rendah dibandingkan dengan sebelum pandemi Covid-19.
Inflasi pada 2022 diperkirakan akan mencapai 8,8% dan akan menurun ke level 7,4% pada 2023 akibat kenaikan harga komoditas global.
Guna memitigasi kenaikan inflasi, bank sentral diperkirakan akan memperketat kebijakan moneter melalui peningkatan suku bunga. Kebijakan tersebut diekspektasikan akan menekan kegiatan investasi di Inggris pada tahun ini.
Berdasarkan catatan OECD, Inggris tercatat mulai melakukan pengetatan kebijakan fiskal terhitung sejak akhir 2021. Insentif seperti penurunan tarif PPN atas jasa perhotelan dan jasa pariwisata telah berakhir sejak 31 Maret 2022.
Per April 2022, Inggris telah meningkatkan tarif iuran jaminan sosial sebesar 1,25 poin persentase. Pada tahun depan, tarif pajak korporasi juga akan ditingkatkan dari 19% menjadi 25%. (sap)