PROGRAM PENGUNGKAPAN SUKARELA

DJP Imbau Wajib Pajak Harus All Out Ikut PPS, Mengapa?

Redaksi DDTCNews
Jumat, 03 Juni 2022 | 17.38 WIB
DJP Imbau Wajib Pajak Harus All Out Ikut PPS, Mengapa?

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengimbau wajib pajak tidak ragu memanfaatkan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) yang hanya berlaku hingga akhir bulan ini.

Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Muda Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP Adella Septikarina mengatakan wajib pajak perlu mengungkap seluruh harta yang selama ini masih belum dilaporkan kepada DJP.

“Ikut PPS harus all out,” ujarnya dalam Tax Live bertajuk PPS, Menghitung Hari, dikutip pada Jumat (3/6/2022).

Adella mengatakan dalam skema kebijakan II, jika masih ada yang diketahui masih belum diungkap melalui PPS, DJP dapat menerbitkan ketetapan pajak. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat (1) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Sesuai dengan ketentuan dalam pasal tersebut, terhadap wajib pajak orang pribadi yang telah memperoleh Surat Keterangan tidak diterbitkan ketetapan pajak atas kewajiban perpajakan untuk tahun pajak 2016-2020, kecuali ditemukan data dan/atau informasi mengenai harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH).

Untuk peserta tax amnesty, jika masih memiliki harta yang belum dilaporkan dan tidak diikutkan dalam skema kebijakan I PPS, akan ada risiko pembayaran pajak lebih besar. Tarif yang dikenakan sebesar 30% dan tambahan sanksi kenaikan 200%.

Sesuai dengan Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak, atas penghasilan yang belum atau diungkapkan dalam surat pernyataan pengampunan pajak dikenai PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar.

“Jadi, misalnya harta Rp100 juta dan tidak memanfaatkan [PPS], harus bayar Rp90 juta. Tinggal Rp10 juta,” imbuhnya.

Adella mengatakan dengan mengikuti PPS, baik skema kebijakan I maupun II, wajib pajak mendapat perlindungan data atas harta yang diungkap. Pasalnya, data dan informasi yang bersumber dari SPPH tidak dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Jeff
baru saja
Jika rakyat sdh membeli, menabung, menjual ataupun apa itu namanya, negara sdh menikmati pajak atas bunga tabungan, ppn, ppnbm, pph final atas sewa dll. Jika memang mau memberi sanksi utk harta yg mungkin blm diungkapkan ya itu seperti lawakan saja. Kembalikan dulu semua pajak dan ppn yg sdh diambil negara, baru silahkan periksa sumber penghasilannya. Premanisme dlm hal pajak harus dihentikan. Perketat dari hulunya, jgn hilirnya yg diutak atik.🤣
user-comment-photo-profile
Ahmadanoval
baru saja
gila. negara merampok hasil keringat rakyatnya sendiri. untuk penuhi target Apbn. merampok dengan UU. smoga negara sadar rakyat msh susah pasca pandemi ini....