SPANYOL

Digertak AS, Negara Ini Tetap Susun RUU Pajak Digital

Dian Kurniati
Minggu, 07 Juni 2020 | 07.00 WIB
Digertak AS, Negara Ini Tetap Susun RUU Pajak Digital

Ilustrasi. (DDTCNews)

MADRID, DDTCNews—Spanyol mulai menyusun rancangan undang-undang untuk mengenakan pajak penghasilan terhadap raksasa-raksasa digital dengan tarif 3%, meskipun terdapat ancaman retaliasi dari Amerika Serikat (AS).

Menteri Anggaran Maria Jesus Montero mengatakan pajak 3% itu rencananya dikenakan pada perusahaan teknologi seperti Facebook, Google, Apple, dan Amazon yang mendapat penghasilan sekitar €1 miliar euro (Rp15,9 triliun) di seluruh dunia.

Namun demikian, pemberlakuan pajak digital tersebut tetap akan memperhatikan konsensus Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-operation and Development/OECD).

"Ini adalah keputusan transisi dan sementara, sampai suatu peraturan disetujui di tingkat internasional atau setidaknya Eropa," katanya, Kamis (4/6/2020).

Jika disetujui, RUU itu akan menerapkan pungutan 3% atas pendapatan perusahaan digital yang diperoleh dari para pelanggannya di Spanyol. Adapun, pengesahan RUU menjadi undang-undang Spanyol akan memakan waktu sekitar 3 hingga 4 bulan.

Dilansir dari channelnewsasia, RUU itu memuat threshold pendapatan raksasa digital yang kena pajak, yaitu di atas €750 juta euro secara global dan €3 juta di Spanyol. Kebijakan ini sejalan dengan proposal Uni Eropa mengenai pajak digital.

Langkah Spanyol tersebut mengikuti jejak Prancis sebagai salah satu negara Uni Eropa yang telah meloloskan pajak layanan digital (digital service tax/DST) dengan tarif 3% untuk diterapkan tahun ini, terlepas konsensus di OECD akan tercapai atau tidak.

Prancis semula merencanakan DST berlaku pada 2019, tetapi ditunda hingga akhir tahun ini setelah Presiden AS Donald Trump mengancam pengenaan tarif barang-barang impor asal Prancis senilai US$2,4 miliar, termasuk keju dan anggur.

Sebelumnya, pemerintah AS mengumumkan telah memulai proses investigasi skema pajak digital yang telah berlaku atau diwacanakan oleh 10 yurisdiksi di dunia.

Investigasi itu akan membuktikan dugaan skema pajak digital sebagai bentuk ketidakadilan pada perusahaan raksasa teknologi, yang kebanyakan berada di AS.

Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer menyebut yurisdiksi yang dibidik yakni Austria, Brasil, Republik Ceko, Uni Eropa, Indonesia, India, Italia, Turki, Spanyol, dan Inggris.

Menurutnya investigasi itu untuk melindungi pelaku bisnis dan pekerja di AS dari berbagai "diskriminasi" di sektor perpajakan, termasuk pajak digital. (rig)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.