KONSULTASI PAJAK

Debt to Equity Swap, Bagaimana Implikasi Pajaknya?

Selasa, 03 April 2018 | 16:13 WIB
Debt to Equity Swap, Bagaimana Implikasi Pajaknya?

Nia Anzolla,
DDTC Consulting

Pertanyaan:

PERUSAHAAN kami bergerak di industri pemotongan baja. Pada tahun 2011, kami melakukan pinjaman dari pemegang saham kami, yaitu PT XXX, sebesar Rp40 miliar. Sebagai catatan, kami ingin mengkonfirmasi bahwa atas modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham, sudah seluruhnya dipenuhi.

Terkait pinjaman tersebut, sampai dengan akhir tahun 2017, kami masih memiliki sisa buku utang sebesar Rp20 miliar. Oleh sebab itu, kami ingin berencana untuk melakukan restrukturisasi utang, di mana dari sisa utang tersebut akan akan dikonversi menjadi modal saham sebesar Rp15 miliar.

Pertanyaannya, mengingat nilai yang dikonversi menjadi modal saham adalah lebih rendah dari jumlah nilai sisa buku utang kami, apakah terdapat implikasi perpajakan yang timbul dari transaksi ini, baik bagi kami maupun PT XXX? Terima kasih

Gusti, Cikarang.

Jawaban :

TERIMA kasih atas pertanyaan yang Bapak sampaikan kepada kami. Restrukturisasi utang dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satunya yaitu melalui konversi utang menjadi modal atau dikenal dengan sebutan Debt to Equity Swap.

Lebih lanjut, transaksi Debt to Equity Swap, pada dasarnya merupakan transaksi pengeluaran saham di mana pembayaran atas saham tersebut dilakukan dengan dikonversikannya piutang kreditur menjadi penyertaan saham. Dengan kata lain, transaksi Debt to Equity Swap ini merupakan salah satu alternatif penghapusan piutang.

Adapun penghapusan piutang ini diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf ‘k’ Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut dengan UU PPh). Pasal tersebut mengatur bahwa salah satu objek pajak penghasilan adalah keuntungan karena pembebasan utang. Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya.

Namun demikian, terdapat keuntungan pembebasan utang yang dikecualikan sebagai objek pajak penghasilan. Pengecualian ini khusus bagi debitur kecil yang jumlah pinjamannya tidak melebihi Rp350 juta. Misalnya, Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya. Hal ini diatur dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 130 Tahun 2000 tentang Pengecualian sebagai Objek Pajak atas Keuntungan Karena Pembebasan Utang Debitur Kecil.

Lebih lanjut, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak telah menerbitkan beberapa peraturan penegasan yang mengatur tentang perlakukan pajak penghasilan atas Debt to Equity Swap, yaitu:

  1. Surat Dirjen Pajak Nomor S-289/PJ.42/2003 tanggal 28 Mei 2003 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Konversi Utang menjadi Penyertaan Modal;
  2. Surat Dirjen Pajak Nomor S-298/PJ.42/2003 tanggal 3 Juni 2003 tentang Perlakukan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perubahan Utang Menjadi Modal (Debt to Equity Swap);
  3. Surat Dirjen Pajak Nomor S-722.PJ.312/2003 tanggal 3 Oktober 2003 tentang Perlakukan Pajak atas Agio Saham dan Kompensasi Kerugian;
  4. Surat Dirjen Pajak Nomor S-141/PJ.42/2004 tanggal 14 Mei 2004 tentang Perlakuan Perpajakan atas Konversi Utang Menjadi Modal (Debt to Equity Swap).

Adapun ringkasan dari peraturan penegasan tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut:

  1. Dalam transaksi Debt to Equity Swap terdapat dua macam transaksi yang dilakukan secara bersamaan yaitu transaksi pelunasan utang dan transaksi penyertaan modal. Dengan demikian, ketentuan yang berlaku adalah sebagai berikut:
  1. atas transaksi konversi Debt to Equity Swap, sepanjang dilakukan dengan nilai yang sama antara pelunasan utang dan penyertaan modal, yakni sebesar nilai buku utang terakhir, maka tidak terdapat konsekuensi perpajakan;
  2. apabila utang dilunasi dengan jumlah yang lebih kecil dari nilai buku utang terakhir, maka selisihnya merupakan keuntungan akibat pembebasan utang bagi debitur dan penghapusan piutang bagi kreditur berdasarkan suatu perjanjian;
  3. apabila jumlah penyertaan modal lebih besar dari nilai buku terakhir utang yang dilunasi, maka selisihnya merupakan penghasilan bunga bagi kreditur dan biaya bunga bagi debitur.
  1. Berdasarkan ringkasan tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut:
No Kondisi Implikasi Pajak bagi


Kreditur Debitur
1

Pelunasan Utang = Penyertaan Modal

Tidak memiliki konsekuensi perpajakan
2

Pelunasan Hutang sebesar nilai buku terakhir > Penyertaan Modal

Selisihnya merupakan penghapusan piutang oleh kreditur Selisihnya merupakan keuntungan karena pembebasan hutang bagi debitur
3 Pelunasan Hutang sebesar nilai buku terakhir < Penyertaan Modal Selisihnya merupakan penghasilan bunga oleh kreditur Selisihnya merupakan biaya bunga bagi debitur

Mengacu pada tabel di atas, perlakuan perpajakan atas transaksi Debt to Equity Swap perusahaan Bapak sesuai dengan kondisi kedua. Hal ini disebabkan oleh jumlah utang yang dikonversikan lebih kecil dibandingkan dengan total utang yaitu Rp15 miliar dari total utang yaitu Rp20 miliar.

Terdapat selisih sebesar Rp5 miliar atas transaksi tersebut. Pertanyaannya, apakah atas selisih tersebut masuk dalam kategori penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih bagi PT XXX sehingga dapat dibebankan sebagai biaya bagi PT XXX.

Untuk dapat dikategorikan sebagai piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih harus memenuhi persyaratan kumulatif yang diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf ‘h’ UU PPh. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:

  1. piutang telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
  2. wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak;
  3. piutang telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan, atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu;
  4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka (iii) tidak berlaku untuk penghapusan piutang tak tertagih bagi debitur kecil.

Apabila diasumsikan bahwa PT XXX telah memenuhi persyaratan kumulatif di atas, maka piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya.

Lebih lanjut, di lain pihak, bagi perusahaan Bapak, atas selisih tersebut merupakan keuntungan karena pembebasan utang. Dengan demikian, perusahaan Bapak wajib menghitung, menyetor, dan melaporkan penghasilan tersebut di SPT PPh Badan sesuai dengan tarif Pasal 17 UU PPh.

Demikian jawaban yang dapat kami berikan. Semoga membantu.)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

01 Juli 2020 | 13:52 WIB

Jika, 5M tsb. kan tdk dikonversi, artinya masih mengakui hutang /piutang 5M, brrti gg perlu dibebankan piutang tertagih , dong??? trimss

12 Agustus 2019 | 12:57 WIB

Debitur kecil, apakah ukurannya

ARTIKEL TERKAIT

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Kamis, 21 Maret 2024 | 14:22 WIB KONSULTASI PAJAK

Omzet Wajib Pajak di Bawah Rp500 Juta, PPh Otomatis Tidak Dipotong?

Kamis, 14 Maret 2024 | 16:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Punya Cabang tapi Belum Pemusatan PPN, Bagaimana Cara Pengajuannya?

Senin, 11 Maret 2024 | 14:30 WIB UNIVERSITAS INDONESIA

Mau Tanya Soal Pelaporan SPT? Klinik Pajak UI Buka Layanan Konsultasi

BERITA PILIHAN