Ilustrasi (DDTC)
High Net-Worth Individuals (HNWI) atau individu-individu yang memiliki penghasilan tinggi telah dipandang sebagai segmen wajib pajak (WP) penting oleh otoritas pajak di banyak negara (Majdanska, et al, 2018).
Namun demikian, memajaki HNWI ini tidak mudah. Selain menjadi segmen pembayar pajak terbesar, HNWI ini juga rentan akan perilaku perencanaan pajak yang agresif atau perilaku menghindari pajak.
HNWI juga dinilai sebagai individu yang dapat mengaburkan pemilik aset yang sebenarnya di tingkat individu dengan terlibat di dalam struktur-struktur pengendalian saham yang kompleks.
Belum lagi, penghasilan HNWI dari berbagai negara juga mendorong suatu peluang bagi mereka untuk mengambil untung dengan cara memanfaatkan sistem keuangan dan peraturan yang ada di berbagai negara.
Tentunya, apa yang dilakukan HNWI ini dimungkinkan lantaran mereka memiliki modal yang besar. Mereka bisa memanfaatkan jasa berbagai tenaga professional untuk menjalankan berbagai aktivitas tersebut.
Merespons hal tersebut, International Monetary Fund (IMF) bersama dengan Intra-European Organisation of Tax Administrations (IOTA), The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dan Asian Development Bank (ADB) membangun sebuah kerangka survei yang dinamakan International Survey on Revenue Administration (ISORA).
Survei ISORA merangkum sejumlah kriteria utama yang menjadi acuan otoritas pajak di berbagai negara dalam menentukan status HNWI seperti penghasilan, kekayaan, jabatan, serta posisi strategis perusahaan.
Responden survei tersebut adalah para otoritas pajak yang berwenang di masing-masing negara yang bersangkutan.
Hasil survei menunjukkan mayoritas otoritas pajak menggunakan nilai aset dan kekayaan wajib pajak dalam menentukan status HNWI. Mayoritas otoritas pajak juga menggunakan penghasilan wajib pajak sebagai acuan penentuan status tersebut.
Menariknya, otoritas pajak di Indonesia, Malaysia, dan Portugal melihat posisi atau jabatan penting wajib pajak di dalam suatu pemerintahan ataupun apabila dilihat melalui perspektif lingkungan sekitarnya/masyarakat sebagai acuan.
Selain itu, otoritas pajak di negara-negara tersebut bersama Irlandia, Rumania, dan Selandia Baru juga melihat sejauh mana keterlibatan wajib pajak di dalam perusahaan-perusahaan yang termasuk kategori wajib pajak besar berbentuk badan.