KONSULTASI

Dapat PPh Pasal 21 DTP, Apakah Boleh Diakui Jadi Milik Perusahaan?

Redaksi DDTCNews | Kamis, 06 Agustus 2020 | 10:48 WIB
Dapat PPh Pasal 21 DTP, Apakah Boleh Diakui Jadi Milik Perusahaan?

Johan,
Kadin Indonesia

Pertanyaan:
KEPADA Tim Pengasuh Kanal Kolaborasi Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research,
Perkenalkan saya Dian, manajer divisi pajak di perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Sebagai informasi, perusahaan tempat saya bekerja selama ini menyetorkan PPh Pasal 21 ke kas negara tanpa memotong gaji karyawan. Dengan kata lain, pihak perusahaanlah yang menanggung PPh Pasal 21 karyawan.

Pertanyaan saya, apabila perusahaan saya memanfaatkan PPh Pasal 21 DTP, apakah pajak tersebut harus diserahkan seluruhnya kepada pihak karyawan? Lalu, bolehkah PPh Pasal 21 DTP ini diakui sebagai pendapatan sehingga menjadi milik perusahaan?

Mohon jawabannya.

Dian, Temanggung

Jawaban:
TERIMA kasih atas pertanyaan yang telah diajukan Ibu Dian kepada kami.

Adapun untuk menjawab pertanyaan dari pertanyaan Ibu, kita dapat merujuk pada Pasal 2 ayat (5) PMK 23/2020 s.t.d.d PMK 44/2020 s.t.d.d PMK 86/2020 yang merupakan ketentuan utama yang mengatur tentang PPh Pasal 21 DTP.

Berdasarkan ketentuan tersebut, PPh Pasal 21 DTP yang selama ini menjadi tunjangan perusahaan atau ditanggung oleh pemberi kerja harus dibayarkan secara tunai oleh perusahaan kepada pegawai yang memenuhi kriteria tertentu pada saat pembayaran penghasilan.

Adapun kriteria tertentu dari pegawai yang berhak mendapatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP tersebut tercantum dalam Pasal 2 ayat (3) PMK 86/2020. Selanjutnya, untuk dapat lebih memahami proses penghitungannya, kita dapat merujuk pada contoh yang tertera pada lampiran PMK 44/2020 tentang PPh Pasal 21 DTP yang sebelumnya merupakan tunjangan dari perusahaan.

***

Tuan D (K/1) merupakan pegawai tetap di PT X (industri kaca mata/KLU 32503). Pada bulan Juli 2020 ia menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp15.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp300.000,00. Adapun PT X memberikan tunjangan PPh Pasal 21 kepada Tuan D sebesar Rp1.000.000,00.

Penghasilan bruto Tuan D yang disetahunkan ialah sebesar Rp192.000.000,00 ((Rp15.000.000,00 + Rp1.000.000,00) x 12). Karena masih di bawah Rp200.000.000,00 maka Tuan D dapat memperoleh insentif PPh Pasal 21 DTP.


Berdasarkan contoh perhitungan di atas dapat diterangkan adanya fasilitas PPh 21 DTP akan menambah besaran penghasilan yang diterima atau take home pay (THP) dari karyawan. Akan tetapi, patut dipahami pula bahwa pengenaan PPh Pasal 21 dapat dilakukan dengan cara yang berbeda-beda, yakni dengan metode gross, netto, atau gross-up. Perbedaan metode tersebut pada akhirnya dapat menimbulkan perbedaan hasil penghitungan dari contoh kasus yang sama.

Lebih lanjut, Pasal 2 ayat (7) PMK 86/2020 menyatakan PPh Pasal 21 DTP yang diterima oleh karyawan dari pemberi kerja yang memberikan tunjangan pajak atau tidak memotong pajak tidak akan diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak.

Dengan demikian, tambahan penghasilan yang diterima karena adanya fasilitas PPh 21 DTP bukanlah merupakan objek pajak dan tidak akan dikenakan pajak lagi sehingga penghasilan yang diterima sepenuhnya menjadi hak dari karyawan tersebut.

Adapun tambahan penghasilan tersebut wajib dibayarkan seluruhnya kepada karyawan dan bukan menjadi milik perusahaan. Hal ini dikarenakan pihak perusahaan atau pemberi kerja bukanlah merupakan pihak akhir yang berhak memanfaatkan insentif PPh Pasal 21 DTP.

Apabila perusahaan melanggar ketentuan tersebut, fiskus kemudian dapat menerbitkan SP2DK agar pemberi kerja menyetorkan kembali PPh Pasal 21 terutang dan melakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21. Hal ini sebagaimana diatur dalam Bagian E angka 11 SE-43/2020 yang merupakan ketentuan teknis PMK 86/2020 terkait tata cara pengawasan atas pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 DTP.

Jika perusahaan tidak melakukan pembetulan dalam SPT masa pajak maka DJP juga dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) sesuai dengan Pasal 14 ayat (1) huruf b dalam Perubahan Ketiga UU KUP untuk menagih kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 terutang.

Namun, STP tersebut tidak akan diterbitkan apabila pemberi kerja telah memperhitungkan dan membayar kekurangan pemotongan PPh Pasal 21 yang seharusnya tidak mendapatkan fasilitas PPh Pasal 21 DTP dalam penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk masa pajak Desember.

Demikian jawaban dari kami, semoga dapat membantu.

Sebagai informasi, Kanal Kolaborasi antara Kadin Indonesia dan DDTC Fiscal Research menayangkan artikel konsultasi setiap Selasa dan Kamis guna menjawab pertanyaan terkait Covid-19 yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT

BERITA PILIHAN