Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut masih banyak pemerintah daerah yang memiliki data piutang PBB-P2 tidak valid meski laporan keuangannya mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Kepala BPK Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Widhi Hidayat mengatakan masalah ini sudah timbul sejak digesernya kewenangan pemungutan PBB-P2 dari pemerintah pusat ke pemkab/pemkot.
"Ini persoalan lama ketika migrasi pengelolaan PBB-P2 dari kantor pajak ke pemda. Namun, sampai sekarang, masih ada beberapa daerah yang terkendala dalam pengakuan piutang PBB-P2," katanya, Kamis (16/3/2023).
Untuk itu, lanjut Widhi, BPK mengimbau pemda untuk melakukan verifikasi dan validasi ulang guna menentukan sisa piutang PBB-P2. Setelah data piutang diperbaiki, sambungnya, pemda juga harus melakukan upaya penagihan.
Untuk diketahui, kewenangan memungut PBB-P2 dialihkan dari pemerintah pusat ke pemkab/pemkot berdasarkan UU 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
"Pada saat UU ini berlaku, menteri keuangan bersama-sama dengan menteri dalam negeri mengatur tahapan persiapan pengalihan PBB-P2 sebagai pajak daerah dalam waktu paling lambat 31 Desember 2013," bunyi Pasal 182 angka 1 UU PDRD.
UU PDRD telah diundangkan pada 15 September 2009 dan berlaku sejak 1 Januari 2010. UU PDRD kemudian dicabut seiring dengan diundangkannya UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).
Dalam UU HKPD, pemkab/pemkot tetap memiliki kewenangan untuk memungut PBB-P2 atas objek yang berlokasi di daerahnya masing-masing.
Pemkab/pemkot diberikan fleksibilitas dalam menentukan NJOP yang menjadi dasar penghitungan PBB-P2. NJOP yang digunakan untuk menghitung PBB-P2 adalah sebesar 20% hingga 100% dari NJOP yang sudah dikurangi NJOP tidak kena pajak. (rig)