Ilustrasi.
PALEMBANG, DDTCNews - Tim Penyidik Direktorat Penegakan Hukum Kantor Pusat Ditjen Pajak (DJP) menggeledah dan menyita 2 unit rumah toko (ruko) di Palembang, Sumatera Selatan pada September 2022 lalu.
Dikutip dari siaran pers otoritas, ruko tersebut milik tersangka M alias A, wajib pajak yang diduga kuat mengemplang pajak senilai Rp9,2 miliar. Tersangka merupakan pemilik PT GIPE dan PT DM Cabang Palembang.
"Melalui kedua perusahaan itu, dia diduga mengemplang pajak dengan menerbitkan dan menggunakan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya, serta menyampaikan SPT yang isinya tidak benar," tulis DJP dalam siaran pers, dikutip Rabu (2/11/2022).
Tindakan tersangka dalam menerbitkan faktur pajak fiktif dan pelaporan SPT yang tidak benar dilakukan sepanjang Januari 2017 sampai dengan Desember 2018. Akibat perbuatannya, M alias A disangkakan Pasal 39 ayat (1) huruf d dan/atau Pasal 39A huruf a jo. Pasal 43 ayat (1) UU 6/1983 tentang KUP sebagaimana telah diubah beberapa kali diubah terakhir dengan UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Tersangka pun diancam hukuman pidana penjara minimal 6 bulan sampai dengan maksimal 6 tahun serta denda minimal 2 hingga 6 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan/atau jumlah pajak dalam faktur pajak.
"Kedua ruko yang telah disita selanjutnya akan dinimal oleh tim penilai Kanwil DJP Sumselbabel untuk menjadi barang bukti dalam persidangan serta jaminan pemulihan kerugian pada pendapatan negara," tulis DJP lagi.
Langkah penyitaan memang tidak semata-mata menimbulkan efek jera bagi pelaku dan penunggak pajak lainnya. Lebih jauh lagi, penyitaan bertujuan memulihkan kerugian terhadap pendapatan negara. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan Pasal 44B UU KUP, DJP masih memberikan kesempatan kepada tersangka untuk menggunakan haknya agar penyidikan dapat dihentikan dengan cara melunasi kerugian pada pendapatan negara beserta sanksi administratif.
Sebagai informasi, kewenangan penyitaan dalam sengketa pajak diatur pada Pasal 44 ayat (2) angka 5 UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan s.t.d.t.d. UU HPP. Sesuai dengan Pasal tersebut, wewenang penyidik pajak ialah melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut. (sap)