KEBIJAKAN PAJAK

Sri Mulyani Ungkap Urgensi Reformasi Pajak di Tengah Pandemi Covid-19

Dian Kurniati
Jumat, 02 Juli 2021 | 10.33 WIB
Sri Mulyani Ungkap Urgensi Reformasi Pajak di Tengah Pandemi Covid-19

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam International Economic Association (IEA) World Congress 2021, Jumat (2/7/2021). (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut reformasi pajak menjadi kebijakan penting yang dilakukan pemerintah pada masa pandemi Covid-19.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah sedang mendorong terciptanya sistem pajak yang lebih adil bagi masyarakat. Di sisi lain, pemerintah juga mengharapkan peningkatan penerimaan pajak agar kondisi fiskal makin sehat dan berkelanjutan.

"Di tengah usaha melawan Covid, tidak mengurangi perhatian kami bahwa negara ini membutuhkan penerimaan yang lebih kuat untuk mencapai pertumbuhan yang lebih berkelanjutan, merata, dan inklusif," katanya dalam International Economic Association (IEA) World Congress 2021, Jumat (2/7/2021).

Sri Mulyani mengatakan pemerintah saat ini mengarahkan kebijakan fiskal untuk menangani pandemi sekaligus memulihkan perekonomian nasional. Kebijakan itu menyebabkan defisit anggaran melebar. Dengan demikian, upaya konsolidasi fiskal harus ditempuh, baik dari sisi penerimaan maupun belanja.

Dari sisi penerimaan, pemerintah telah mengusulkan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Melalui revisi peraturan tersebut, pemerintah ingin mendorong sistem pajak menjadi lebih adil bagi antarkelompok masyarakat maupun antarsektor usaha.

Sementara pada sisi belanja, pemerintah akan mendorong efisiensi belanja untuk kebutuhan dasar serta fokus hanya pada program prioritas. Beberapa belanja yang akan menjadi fokus misalnya penguatan pada bidang kesehatan dan sumber daya manusia.

Dengan melemahnya penerimaan negara dan melonjaknya belanja akibat pandemi Covid-19 saat ini, Sri Mulyani menyebut konsolidasi fiskal harus segera dilakukan. Pada tahun lalu, defisit APBN mencapai 6,09% terhadap produk domestik bruto (PDB).

Pemerintah harus menurunkannya secara bertahap agar kembali ke level di bawah 3% terhadap PDB pada 2023. Dia kemudian menyinggung rasio utang semula hanya 38% terhadap PDB. Namun, akibat pandemi, rasio itu diperkirakan akan meningkat menjadi 44%-45% terhadap PDB.

"Artinya, kami harus meningkatkan pendapatan. Makanya reformasi pajak menjadi sangat penting," ujarnya. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.