BERITA PAJAK HARI INI

Wah, Alokasi Insentif untuk Dunia Usaha Naik Lagi

Redaksi DDTCNews
Selasa, 16 Februari 2021 | 08.21 WIB
Wah, Alokasi Insentif untuk Dunia Usaha Naik Lagi

Ilustrasi. Suasana kawasan Jalan Jenderal Sudirman dengan deretan gedung bertingkat di Jakarta, Jumat (5/2/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di sepanjang tahun 2020 tumbuh minus 2,07 persen secara tahunan (yoy). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.

JAKARTA, DDTCNews – Alokasi anggaran insentif untuk dunia usaha pada tahun ini kembali naik setelah pemerintah memutuskan akan merelaksasi pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) mobil. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Selasa (16/2/2021).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan alokasi anggaran insentif untuk dunia usaha pada tahun ini senilai Rp53,86 triliun, naik dibandingkan dengan yang disampaikannya pada pekan lalu senilai Rp47,27 triliun.

“Insentif fiskal juga membantu ketahanan dunia usaha,” ujarnya.

Sri Mulyani mengatakan alokasi insentif tersebut tersebut hampir setara dengan realisasi pada 2020 yang mencapai Rp56,12 triliun. Melalui insentif fiskal, sambungnya, pemerintah akan mendorong pelaku usaha segera pulih dari tekanan pandemi Covid-19.

Selain mengenai alokasi anggaran insentif untuk dunia usaha, ada pula bahasan terkait dengan performa elastisitas penerimaan pajak terhadap laju PDB (tax buoyancy) yang justru makin tinggi saat terjadi resesi ekonomi.

Berikut ulasan berita selengkapnya.

  • 9 Jenis Insentif untuk Dunia Usaha

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan 9 jenis insentif untuk dunia usaha pada tahun ini. Ada pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), PPh final DTP untuk UMKM, serta pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) DTP untuk kendaraan bermotor.

Kemudian, ada insentif pembebasan bea masuk, pembebasan PPh Pasal 22 impor, restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat, diskon angsuran PPh Pasal 25, penurunan tarif PPh badan, serta PPN tidak dipungut pada perusahaan penerima fasilitas kawasan berikat atau KITE. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Anggaran PEN 2021 Naik Lagi

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali mengubah besaran anggaran program penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021. Anggarannya akan mencapai Rp688,33 triliun, lebih besar dari yang disampaikannya pekan lalu senilai Rp627,9 triliun. Alokasi itu juga melampaui realisasi PEN 2020 yang hanya Rp579,78 triliun.

"Ini menunjukan adanya kenaikan yang cukup signifikan, terutama pada sektor kesehatan," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Makin Elastis

Dengan realisasi penerimaan pajak 2020 (sesuai data APBN KiTA) minus 19,7% dan realisasi pertumbuhan ekonomi minus 2,07%, tax buoyancy pada tahun lalu sebesar 9,5. Dengan demikian, setiap 1% kontraksi ekonomi berdampak pada penurunan penerimaan pajak 9,5%.

Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji berpendapat pada saat ekonomi dalam kondisi normal seperti dalam satu dekade terakhir (2010-2019), tax buoyancy Indonesia secara rata-rata adalah 0.83 atau kurang dari 1.

Namun, pada saat resesi 2020, tax buoyancy justru meningkat pesat. Elastisitas yang makin tinggi adalah sesuatu yang lazim pada masa krisis dan masa pemulihan. Pasalnya, pada saat resesi, umumnya penerimaan pajak terdampak 2 aspek.

Pertama, pelemahan ekonomi yang membuat penerimaan pajak terkontraksi. Kedua, adanya berbagai relaksasi atau insentif. Akibatnya, pola penurunan penerimaan pajak pada masa pandemi akan jauh lebih besar dari pola penurunan PDB. (Bisnis Indonesia)

  • Respons Gaikindo

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyambut positif rencana relaksasi PPnBM mobil yang akan diterapkan pemerintah mulai Maret 2021. Ketua Gaikindo Yohannes Nangoi mengatakan kebijakan tersebut akan berdampak positif pada kinerja industri otomotif.

“Gaikindo sebagai asosiasi menyambut sangat baik keputusan tersebut. Saya rasa [relaksasinya] juga cukup adil karena berdasarkan info dari press release, yang dikenakan relaksasi adalah produk-produk yang dibuat di Indonesia,” ujarnya. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

  • Neraca Dagang Surplus

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus US$1,96 miliar pada Januari 2021. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan surplus tersebut melanjutkan tren yang terjadi pada tahun lalu, misalnya surplus neraca perdagangan US$2,1 miliar pada Desember 2020. Sementara pada Januari 2020, neraca perdagangan mengalami defisit US$640 juta.

"Posisi ini jauh lebih bagus kalau kita bandingkan misalnya dengan Januari 2020. Performanya cukup bagus karena ekspor meningkat," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Jumlah Penduduk Miskin Bertambah

BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2020 mencapai 27,55 juta jiwa. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan tingkat kemiskinan kembali mencapai double digit, yakni 10,19% dari total populasi nasional. Sementara pada posisi Maret 2020, jumlah penduduk miskin tercatat 26,42 juta atau 9,78% dari total populasi.

"Meski ada kenaikan karena pandemi Covid, sebenarnya kalau dibandingkan dengan berbagai simulasi dan prediksi dari berbagai institusi atau lembaga, betul terjadi kenaikan tapi kenaikan sebetulnya tidak sedalam yang diduga," katanya. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Sanksi Penolak Vaksin

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) 14/2021. Beleid ini mengubah Perpres 99/2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Jokowi, melalui peraturan itu, menyebut ada 3 ancaman sanksi bagi warga yang termasuk dalam sasaran vaksinasi tetapi menolaknya. Pemerintah menggunakan data dan penetapan sasaran penerima vaksin Covid-19 dari Kementerian Kesehatan.

"Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksin Covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 ... dapat dikenakan sanksi administratif, berupa penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial; penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau denda," bunyi Pasal 13A Perpres tersebut. (DDTCNews/Kontan/Bisnis Indonesia)

  • Diskon Angsuran PPh Pasal 25

Bagi wajib pajak yang telah memanfaatkan pada 2020, besaran angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum SPT Tahunan 2020 disampaikan sebelum deadline adalah sama dengan angsuran untuk bulan terakhir tahun pajak 2020 setelah pemanfaatan insentif.

Untuk wajib pajak tersebut, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 PMK 9/2021 berlaku sejak masa pajak SPT Tahunan 2020 dilaporkan. Ketentuan ini berlaku jika pemberitahuan diskon disampaikan sebelum atau bersamaan dengan SPT Tahunan 2020 dilaporkan sampai dengan deadline. (DDTCNews) (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Muhammad Ridwan Ikhsan
baru saja
Terima kasih kepada DDTC News yang sudah memberikan berita yang informatif. Meningkatnya pemberian insentif untuk dunia usaha diharapkan bisa memulihkan segera para pelaku dunia usaha yang terkena dampak dari Covid-19.