Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - E-faktur yang telah mendapat persetujuan dari Ditjen Pajak (DJP) merupakan faktur pajak yang sah proses penerbitannya. Faktur pajak elektronik tersebut harus diunggah dan disetujui oleh DJP paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah tanggal pembuatan e-faktur.
Sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak PER-03/PJ/2022, e-faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari DJP bukan merupakan faktur pajak. Pada beleid yang sama, dijelaskan pula ada 2 hal yang menjadi pertimbangan otoritas dalam memberikan persetujuan e-faktur.
"[Pertama], nomor seri faktur pajak (NSFP)yang digunakan untuk penomoran e-faktur merupakan NSFP yang diberikan oleh DJP. [Kedua], e-faktur diunggah (di-upload) dalam jangka waktu sesuai ketentuan [paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya]," bunyi Pasal 18 PER-03/PJ/2022, dikutip pada Jumat (21/6/2024).
Selain dua hal di atas, DJP juga akan mengecek validitas NPWP, baik milik penerbit faktur pajak atau lawan transaksi. Kemudian, status pengusaha kena pajak (PKP) juga dicek.
DJP akan melihat apakah penerbit faktur pajak merupakan PKP pada saat tanggal faktur pajak diterbitkan dan apakah PKP yang menerbitkan faktur merupakan PKP yang wajib menerbitkan e-faktur.
Adapun contoh mengenai ketentuan waktu dan persetujuan e-faktur ini tercantum dalam Lampiran huruf A angka 3 beleid ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, pengusaha kena pajak (PKP) yang menyerahkan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) wajib memungut pajak pertambahan nilai (PPN) terutang dan membuat faktur pajak sebagai bukti pungutan PPN.
Di dalam faktur pajak harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau JKP. Faktur pajak yang dibuat oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP wajib berbentuk elektronik. PKP dapat melakukan pembetulan atau penggantian dan pembatalan faktur pajak.
“Faktur pajak berbentuk kertas (hardcopy) dapat dibuat dalam hal terjadi keadaan tertentu,” bunyi penggalan Pasal 2 ayat (9) PER-03/PJ/2022. (sap)