Ilustrasi. (DDTCNews - Intertax Consult)
MALANG, DDTCNews – Rancangan Undang-Undang Konsultan Pajak dinilai kurang mengakomodasi lulusan perguruan tinggi perpajakan.
Saparilla Worokinasih, Ketua Program Studi S1 Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya mengatakan rancangan regulasi yang menjadi inisiasi DPR ini kurang memberi porsi lulusan perpajakan untuk menjadi konsultan. Dia meminta uji publik.
“[Terhadap] RUU itu perlu dilakukan uji publik sebelum menjadi UU,” katanya, Senin (27/8/2018)
Dengan RUU yang ada saat ini, menurutnya, pemegang ijazah perguruan tinggi dengan ilmu perpajakan tetap harus mengikuti ujian. Ujian ini dilakukan untuk mendapatkan sertifikasi kompetensi dari lembaga lain.
Padahal, lanjut Saparilla, selama ini peserta didik telah mengikuti pendidikan pajak sekitar 3-4 tahun. Selain itu, pendidikan itu tentunya mengunakan kurikulum yang telah distandarisasi oleh Kemenristekdikti.
“Dengan ujian kompetensi itu, maka ada kesan menihilkan proses belajar selama ini,” imbuhnya.
Oleh karena itu, uji publik terhadap RUU Konsultan Pajak ini krusial bagi kelangsungan pendidikan perpajakan di perguruan tinggi. Selain itu, mahasiswa yang sudah mengambil prodi perpajakan perlu diapresiasi proses keilmuannya dalam kegiatan belajar di kampus.
“Saya bukan takut lulusan kami tidak menjadi konsultan pajak. Namun, kami juga melindungi kompetensi lulusan kami yang mungkin menjadi konsultan pajak,” tegasnya.
Seperti diketahui, RUU Konsultan Pajak merupakan rancangan regulasi terbaru yang masuk dalam paket peraturan terkait perpajakan. Selain RUU ini, sudah ada rancangan revisi UU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang sudah terlebih dahulu masuk ke parlemen. (kaw)