Ilustrasi.
BEIJING, DDTCNews – Pemerintah China memutuskan untuk mengenakan bea masuk sebesar 10% hingga 15% atas impor produk agrikultur dari Amerika Serikat (AS).
Bea masuk oleh China tersebut merupakan bentuk retaliasi terhadap AS yang mengenakan bea masuk sebesar 20% atas seluruh barang impor dari China.
"Jika yang diinginkan oleh AS adalah perang, baik itu perang dagang ataupun peran dalam bentuk lainnya, kami siap untuk berjuang sampai akhir," kata Juru Bicara Menteri Luar Negeri China Lin Jiang, dikutip pada Rabu (12/3/2025).
Secara terperinci, bea masuk sebesar 10% dikenakan terhadap impor kacang kedelai, daging babi, daging sapi, dan buah-buahan dari AS. Adapun bea masuk 15% dikenakan atas impor ayam, jagung, dan gandum dari AS.
Secara keseluruhan, terdapat 740 jenis barang impor dari AS yang dikenai bea masuk sebesar 10% hingga 15% oleh China.
Merujuk pada analisis yang dilakukan oleh Nomura, bea masuk sebesar 10% tersebut akan berdampak terhadap US$19 miliar ekspor AS ke China, sedangkan bea masuk 15% dibebankan atas US$3 miliar ekspor AS ke China.
Menurut para pelaku usaha sektor pertanian AS yang tergabung dalam National Black Farmers Association, kebijakan bea masuk yang diusung Presiden AS Donald Trump dan potensi retaliasi dari negara mitra dagang telah menimbulkan ketidakpastian bagi para petani.
"Presiden telah menggunakan petani AS sebagai alat negosiasi, pada akhirnya tetap kamilah yang dirugikan," ujar Presiden National Black Farmers Association John Boyd Jr seperti dilansir cbsnews.com.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Kansas Farmers Union Nick Levendofsky menuturkan petani AS saat ini sedang dihadapkan dengan harga benih, pupuk, bahan bakar, dan biaya peralatan yang tinggi akibat kebijakan bea masuk Trump dan retaliasi dari negara mitra dagang.
"Perang dagang tidaklah membantu situasi ekonomi para petani. Ketika petani tidak memperoleh penghasilan, mereka tidak berbelanja. Hal ini berdampak langsung pada ekonomi pedesaan," tutur Levendofsky. (rig)