Ilustrasi. Ondel-Ondel ikut serta saat acara Spectaxcular 2023 di MH Thamrin, Jakarta, Minggu (6/8/2023). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggelar acara Spectaxcular 2023 yang bertujuan untuk menyosialisasikan tentang pajak dan manfaatnya kepada masyarakat. DJP juga menyampaikan pentingnya integrasi NIK sebagai NPWP. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/YU
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah memundurkan jadwal implementasi penuh Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi wajib pajak orang pribadi (WPOP) penduduk.
Pemerintah juga merilis ketentuan yang menjadi dasar pemberian fasilitas kepabeanan dan pajak dalam rangka impor (PDRI) atas impor barang milik pekerja migran Indonesia (PMI). Ada pula peraturan tentang pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) dan insentif pajak untuk industri kendaraan bermotor listrik (KBL).
Di sisi lain, pemerintah mencabut fasilitas fiskal yang diberikan atas impor pengadaan vaksin dan barang untuk keperluan penanganan Covid-19. Adapun peraturan yang terbit sekitar 2 minggu terakhir tersebut telah dirangkum dalam artikel berikut. Anda juga dapat men-download sejumlah aturan tersebut pada Perpajakan DDTC.
Pemerintah memundurkan jadwal implementasi penuh NIK sebagai NPWP WPOP penduduk dari awalnya 1 Januari 2024 menjadi 1 Juli 2024. Selain itu, penerapan NPWP dengan format 16 digit bagi WPOP bukan penduduk, wajib pajak badan, dan instansi pemerintah juga mundur.
Mundurnya jadwal implementasi penuh NIK sebagai NPWP dan NPWP 16 digit tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 36/2023. Beleid yang diundangkan pada 12 Desember 2023 tersebut merevisi PMK 112/2022.
Kesiapan sistem administrasi DJP dan pihak lain menjadi salah satu latar belakang mundurnya implementasi penuh penggunaan NIK sebagai NPWP dan NPWP 16 digit. Pengaturan kembali tersebut membuat NPWP dengan format 15 digit (NPWP lama) masih dapat digunakan sampai dengan 30 Juni 2024.
Melalui PMK 141/2023, pemerintah mengatur pemberian fasilitas kepabeanan atas impor barang kiriman bagi para PMI. PMI dalam ketentuan ini meliputi PMI yang terdaftar pada Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) dan Kementerian Luar Negeri serta PMI yang tidak terdaftar.
Secara garis besar, PMK 141/2023 mengatur ketentuan impor barang milik PMI sebagai barang kiriman PMI, barang bawaan penumpang, dan barang pindahan. Barang kiriman berarti barang yang dikirim melalui penyelenggara pos.
Dengan demikian, barang kiriman PMI adalah barang kiriman yang dikirim oleh PMI dan memenuhi persyaratan tertentu, meliputi barang yang telah dipakai dan/atau dimiliki oleh PMI. Persyaratan tertentu tersebut meliputi 5 hal.
Pertama, barang dikirim oleh PMI yang sedang bekerja dan berkedudukan di luar wilayah Republik Indonesia. Kedua, barang keperluan rumah tangga dan/atau barang konsumsi. Ketiga, barang bukan merupakan barang kena cukai.
Keempat, barang bukan merupakan telepon seluler, komputer genggam, dan/atau komputer tablet (HKT). Kelima, barang tidak untuk diperdagangkan. Selain itu, barang kiriman PMI perlu dikemas dalam kemasan paling besar berukuran 60x60x80 cm.
Ketentuan batas ukuran tersebut dimaksudkan untuk mempermudah proses pemeriksaan melalui mesin x-ray. Apabila barang kiriman PMI melebihi batas maka perlu dilakukan pemeriksaan fisik barang. Hal ini dapat memperlambat proses penyelesaian atau pemeriksaan barang kiriman PMI. Simak ‘Ukuran Barang Kiriman Pekerja Migran Melebihi Aturan? DJBC Minta Ini’.
Atas barang kiriman yang memenuhi persyaratan akan diberikan pembebasan bea masuk. Pembebasan bea masuk tersebut diberikan sepanjang nilai pabean setiap pengiriman maksimal FOB US$500.
Selain bebas bea masuk, barang kiriman itu juga tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM serta dikecualikan dari PPh Pasal 22 Impor. Fasilitas itu berlaku dengan ketentuan pengiriman barang dilakukan maksimal 3 kali dalam 1 tahun untuk PMI yang terdaftar, serta maksimal 1 kali untuk PMI selain yang terdaftar pada BP2MI.
Selanjutnya, PMK 141/2023 juga mengatur ketentuan impor bawang bawaan penumpang PMI berupa HKT. Adapun barang milik PMI berupa HKT yang diimpor sebagai barang bawaan penumpang diberikan pembebasan bea masuk.
Pembebasan bea masuk tersebut diberikan sepanjang memenuhi 2 ketentuan. Pertama, diimpor oleh PMI. Kedua, paling banyak 2 unit yang diimpor dalam 1 kali kedatangan dalam periode 1 tahun. Selain bebas bea masuk, HKT tersebut juga tidak dipungut PPn atau PPN dan PPnBM serta PPh Pasal 22 Impor.
Kemudian, barang keperluan rumah tangga PMI yang diimpor sebagai barang pindahan juga dibebaskan dari bea masuk. Tata cara pemberian pembebasan bea masuk dan pengeluaran barang pindahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas impor barang pindahan.
Sebagai informasi, impor berarti kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean (wilayah Indonesia). Pada saat barang memasuki daerah pabean berarti secara yuridis barang tersebut disebut sebagai barang impor.
Sehubungan dengan ketentuan ini, Kementerian Perdagangan juga merilis Permendag 36/2023. Beleid tersebut di antaranya mengatur berbagai kelonggaran ketentuan atas impor barang kiriman PMI, termasuk barang kiriman bekas pakai PMI. Simak ‘Impor Barang Kiriman oleh Pekerja Migran Dipermudah, Begini Aturannya’.
Pemerintah memperbarui ketentuan mengenai mitra utama (Mita) kepabeanan melalui PMK 128/2023. Pembaruan ketentuan tersebut dilakukan untuk menyempurnakan proses bisnis dan memperluas cakupan pemberian manfaat pelayanan khusus.
Pembaruan ketentuan juga dilakukan untuk menyesuaikan ketentuan monitoring dan evaluasi terhadap Mita kepabeanan. Adapun PMK 128/2023 ini berlaku efektif mulai 30 Desember 2023. Berlakunya beleid ini akan sekaligus mencabut PMK 229/2015 s.t.d.d PMK 211/2016.
Sebagai informasi, Mita kepabeanan adalah importir dan/atau eksportir yang diberikan pelayanan khusus di bidang kepabeanan. Mita kepabeanan ditetapkan oleh DJBC terhadap importir dan/atau eksportir yang memenuhi persyaratan.
Pemerintah mengatur kembali ketentuan pemberian pengurangan PBB melalui PMK 129/2023. PBB yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah PBB selain PBB perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Hal ini berarti ketentuan ini mengacu pada PBB yang diadministrasikan DJP atau biasa disebut PBB-P5L.
PMK 129/2023 di antaranya mengatur kembali redaksional seputar kondisi tertentu dari objek pajak yang dapat diberikan pengurangan PBB. Kondisi tertentu tersebut adalah objek pajak yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh wajib pajak mengalami kesulitan dalam melunasi PBB.
Wajib pajak yang mengalami kesulitan dalam melunasi kewajiban pembayaran PBB, yaitu wajib pajak yang mengalami kerugian komersial dan kesulitan likuiditas selama 2 tahun berturut-turut. PMK 129/2023 pun telah memerinci kriteria yang dimaksud sebagai kerugian komersial dan kesulitan likuiditas.
Beleid yang akan mulai berlaku efektif pada 30 Desember 2023 itu juga mengatur tentang pemberian pengurangan PBB secara jabatan. Berdasarkan pada Pasal 16 ayat (1) PMK 129/2023, pengurangan PBB secara jabatan diberikan kepada wajib pajak dalam hal objek pajaknya terkena bencana alam.
Pengurangan PBB tersebut dapat diberikan maksimal 100% dari jumlah PBB yang belum dilunasi oleh wajib pajak. PMK 129/2023 memberikan kewenangan pemberian pengurangan PBB secara jabatan kepada kepala kantor wilayah (kanwil) DJP.
Pemerintah menerbitkan peraturan baru yang menjadi landasan pemberian insentif pajak atas impor mobil listrik dalam keadaan utuh atau completely built up (CBU). Aturan baru dimaksud adalah Peraturan Presiden (Perpres) 79/2023.
Merujuk pada Pasal 12 ayat (1) Perpres 79/2023, insentif impor kendaraan listrik CBU diberikan kepada industri kendaraan bermotor listrik yang akan membangun fasilitas manufaktur kendaraan listrik di Indonesia; yang telah melakukan investasi di Indonesia dalam rangka mengenalkan produk baru; ataupun yang akan melakukan peningkatan kapasitas produksi kendaraan listrik di dalam negeri dalam rangka mengenalkan produk baru.
Selain itu, berdasarkan pada Pasal 18 ayat (2) Perpres 79/2023, insentif juga diberikan khusus kepada perusahaan industri kendaraan bermotor listrik yang bisa mempercepat proses perakitan di dalam negeri dalam masa waktu importasi CBU sampai akhir 2025.
Ada pula bentuk insentif lain yang diberikan terhadap perusahaan industri KBL yang memenuhi ketentuan. Adapun Perpres 79/2023 ini berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu sejak 8 Desember 2023.
Pemerintah mencabut pemberian fasilitas fiskal atas impor barang untuk keperluan penanganan Covid-19 yang sebelumnya diberikan melalui PMK 34/2020 s.t.d.d PMK 34/2020. Pencabutan fasilitas tersebut diatur melalui PMK 126/2023. Pencabutan fasilitas tersebut dilakukan seiring dengan status pandemi Covid-19 yang telah dicabut.
Seiring dengan berakhirnya status pandemi Covid-19 di Indonesia, pemerintah mencabut fasilitas fiskal atas impor pengadaan vaksin. Fasilitas fiskal atas impor pengadaan vaksin tersebut sebelumnya diberikan melalui PMK 188/2020. Kini, pemberian fasilitas dalam PMK tersebut dicabut melalui PMK 127/2023. (kaw)