Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kinerja APBN 2020. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan perpajakan masih terkontraksi hingga akhir Oktober 2020.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas hingga akhir Oktober 2020 tercatat senilai Rp26,4 triliun atau minus 46,5% dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun lalu Rp49,3 triliun.
"Penerimaan pajak, termasuk PPh migas masih terkontraksi," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (23/11/2020).
Penurunan penerimaan PPh migas tersebut dikarenakan ada penurunan harga minyak dunia meskipun mulai membaik pada Oktober 2020. Selain itu, realisasi lifting minyak dan gas yang masih rendah, baik dari asumsi dalam APBN 2020 maupun terhadap realisasi tahun lalu, juga turut memperparah situasi.
Sementara itu, penerimaan pajak nonmigas tercatat senilai Rp800,6 triliun atau mengalami kontraksi sebesar 17,4%. Kontraksi ini salah satunya dikarenakan efek lesunya kinerja korporasi akibat Covid-19 sehingga berimbas pada perlambatan setoran pada tahun ini.
Penerimaan PPh nonmigas tercatat Rp450,7 triliun atau terkontraksi 19,0% dibandingkan dengan posisi yang sama tahun lalu senilai Rp556,6 triliun. Realisasi penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) tercatat Rp329,0 triliun atau terkontraksi 15,2% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Penerimaan pajak bumi dan bangunan tercatat Rp15,9 triliun atau terkontraksi 17,0%. Adapun penerimaan pajak lainnya tercatat Rp5,0 triliun atau terkontraksi 7,2%.
Selanjutnya, kinerja bea dan cukai tetap lebih banyak ditopang oleh tingginya penerimaan cukai. Sri Mulyani menyebut penerimaan bea dan cukai pada akhir Oktober 2020 mencapai Rp164,9 triliun atau tetap mampu tumbuh 5,5% dibanding periode yang lalu hanya Rp155,4 triliun.
Penerimaan cukai hingga Oktober 2020 tercatat senilai Rp134,9 triliun atau tumbuh 10,2% dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu Rp122,4 triliun. Capaian ini tidak lepas dari kenaikan tarif cukai rokok mulai Januari 2020.
“Penerimaan bea dan cukai masih tumbuh, ini terutama didorong oleh cukai hasil tembakau yang masih mengalami pertumbuhan hingga 10%," ujarnya.
Adapun pada penerimaan bea masuk, hingga akhir Oktober 2020 tercatat Rp26,4 triliun atau tumbuh minus 12,5% dibanding dengan periode yang sama tahun lalu Rp30,2 triliun. Realisasi penerimaan bea keluar Rp2,7 triliun atau minus 5,9% dibanding periode yang sama tahun lalu, walaupun target pada Perpres 72/2020 hanya Rp1,7 triliun.
Menurut Sri Mulyani, kinerja penerimaan kepabeanan yang rendah itu karena dampak dari pandemi Covid-19. Bagaimanapun, pandemi turut mengganggu kegiatan ekspor-impor. (kaw)