Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kendati banyak memberikan insentif pajak pada 2020, pemerintah mengestimasikan nilai belanja perpajakan pada 2020 justru lebih rendah dibandingkan dengan belanja perpajakan 2019.
Berdasarkan Nota Keuangan atas APBN 2022, belanja perpajakan pada 2020 diperkirakan hanya senilai Rp234,9 triliun. Estimasi tersebut turun 14 % dibandingkan dengan belanja perpajakan 2019 yang mencapai Rp272,1 triliun.
"Estimasi belanja perpajakan mencapai Rp234,88 triliun, atau 1,5% PDB. Jumlah tersebut turun 14% dari 2019 senilai Rp272,11 triliun atau 1,7% PDB," tulis pemerintah pada Nota Keuangan RAPBN 2022, dikutip pada Selasa (17/8/2021).
Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, sebagian besar belanja perpajakan yang digelontorkan adalah belanja PPN dan PPnBM. Tahun lalu, belanja PPN dan PPnBM mencapai Rp140,4 triliun atau 60% dari estimasi total belanja perpajakan.
"Jumlah terbesar belanja perpajakan untuk PPN dan PPnBM berasal dari pengecualian kewajiban pengusaha kecil untuk menjadi PKP yang memungut PPN, serta pengecualian pengenaan PPN atas barang dan jasa tertentu yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat," tulis pemerintah.
Belanja perpajakan yang dikeluarkan oleh pemerintah khusus untuk penanggulangan pandemi Covid-19 tercatat mencapai Rp5,52 triliun.
Secara lebih terperinci, belanja perpajakan senilai Rp1,94 triliun berupa PPN dalam negeri DTP untuk kegiatan penanganan pandemi Covid-19. Total belanja perpajakan yang timbul akibat insentif PPh Pasal 21 DTP mencapai Rp1,71 triliun.
Perlu diketahui, terdapat sebagian insentif pemerintah yang tidak dicatat sebagai belanja perpajakan. Insentif yang tidak dikategorikan sebagai belanja perpajakan antara lain pembebasan PPh Pasal 22 Impor, diskon angsuran PPh Pasal 25, dan restitusi PPN dipercepat.
Ketiga insentif tersebut tidak dicatat sebagai belanja perpajakan karena sifatnya hanya membantu arus kas perusahaan dengan cara menggeser pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan dari wajib pajak badan bersangkutan. (rig)