Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Aturan baru tentang faktur pajak, Peraturan Dirjen Pajak PER-11/PJ/2022, resmi berlaku mulai 1 September 2022. Beleid ini mengubah beberapa poin ketentuan dalam PER-03/PJ/2022. Topik ini menjadi yang paling ramai diperbincangkan netizen dalam sepekan terakhir.
Aturan baru ini memudahkan pengusaha kena pajak (PKP) dalam membuat faktur pajak. Tak cuma itu, beleid baru ini juga memberikan kepastian hukum serta keadilan dalam pengkreditan PPN yang tercantum dalam faktur pajak atau dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak.
Poin utama perubahan dalam PER-11/PJ/2022 adalah terkait dengan ketentuan pengisian identitas pembeli barang kena pajak (BKP)/penerima jasa kena pajak (JKP) dalam faktur pajak.
Perubahan yang perlu diperhatikan adalah ketentuan jika dilakukan pemusatan di KPP Wajib Pajak Besar, KPP Khusus, dan KPP Madya (KPP BKM). Dengan terbitnya PER-11/PJ/2022, terdapat perubahan ketentuan Pasal 6 ayat (6) PER-03/PJ/2022.
Pasal 6 ayat (6) mengatur ketentuan jika penyerahan dilakukan kepada pembeli tempat dilakukannya pemusatan di KPP BKM, tetapi BKP dan/atau JKP dikirim atau diserahkan ke tempat PPN/PPnBM terutang yang dipusatkan.
Dengan terbitnya PER-11/PJ/2022, cakupan dipersempit, yakni ketika penyerahan atau pengiriman ke tempat PPN/PPnBM terutang yang dipusatkan di KPP BKM, yang berada di kawasan/tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut.
Selain itu, ketentuan pada Pasal 6 ayat (6) berlaku jika penyerahan BKP dan/atau JKP dimaksud merupakan penyerahan yang mendapat fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut.
Adapun kawasan/tempat tertentu yang mendapat fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut yaitu tempat penimbunan berikat, kawasan ekonomi khusus (KEK), serta kawasan tertentu lainnya di dalam daerah pabean yang mendapatkan fasilitas PPN/PPnBM tidak dipungut.
Seperti apa ketentuan lain yang diubah dalam PER-11/PJ/2022? Simak artikel lengkapnya, Berlaku Mulai Besok! Ketentuan Baru Faktur Pajak PER-11/PJ/2022.
Selanjutnya, ada pembahasan tentang mekanisme pengiriman Surat Permintaan Penjelasan Atas dan/atau Keterangan (SP2DK). Jika selama ini pengiriman dokumen ini dilakukan melalui surat, faksimili, dan penyampaian langsung, kini otoritas tengah mematangkan mekanisme pengiriman SP2DK langsung ke akun DJP Online milik wajib pajak. Artinya, SP2DK bisa dikirim secara lebih cepat dari cara konvensional saat ini.
"Di aturan yang terbaru tentang SP2DK pada 2022 ini, nantinya SP2DK dimungkinkan dikirim melalui akun DJP Online wajib pajak," ujar Fungsional Penyuluh Ahli Madya Kantor Pusat DJP Arif Yunianto.
Merujuk pada Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-05/PJ/2022, SP2DK disampaikan kepada wajib pajak melalui faksimili, menggunakan jasa pos dilengkapi dengan bukti pengiriman surat, atau diserahkan secara langsung kepada wajib pajak ketika petugas pajak melakukan kunjungan atau wajib pajak datang ke KPP.
SP2DK dalam bentuk fisik di atas harus disampaikan ke wajib pajak paling lama 3 hari sejak tanggal diterbitkannya SP2DK.
SP2DK juga dapat dikirimkan kepada wajib pajak langsung ke akun DJP Online bila wajib pajak telah mengaktifkan akun tersebut dan DJP Online telah mengakomodasi penyampaian SP2DK secara elektronik. Baca artikel lengkapnya Sistemnya Disiapkan, SP2DK Bisa Dikirim Langsung ke Akun DJP Online WP.
Selain 2 pemberitaan di atas, masih banyak topik menarik yang juga ramai diperbincangkan warganet dalam sepekan terakhir. Berikut adalah 5 artikel DDTCNews terpopuler lainnya yang sayang untuk dilewatkan:
1. PER-11/PJ/2022 Sudah Berlaku, Batas Akhir Upload Faktur Pajak Tetap
Perdirjen PER-11/PJ/2022 memang mengubah sejumlah ketentuan dalam PER-03/PJ/2022 tentang faktur pajak. Namun, aturan soal pengunggahan (upload) faktur pajak tidak mengalami perubahan. Batas maksimal wajib pajak meng-upload faktur pajak hingga approval berhasil tetap pada tanggal 15 bulan berikutnya.
"Apabila terlewat maka faktur pajak tersebut akan reject sehingga tidak dapat menggunakan tanggal semula. Tetap Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) masih dapat digunakan kembali," ujar Penyuluh KPP Pratama Semarang Candisari R Budi Utomo.
Pasal 18 PER-03/PJ/2022 menyebutkan bahwa persetujuan dari DJP atas faktur pajak yang diunggah melalui aplikasi e-faktur diberikan sepanjang NSFP yang digunakan merupakan NSFP yang diberikan oleh DJP, serta e-faktur diunggah dalam jangka waktu yang ditentukan.
"e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan oleh DJP bukan merupakan faktur pajak," bunyi Pasal 18 ayat (3) PER-03/PJ/2022.
Sementara itu, PER-11/PJ/2022 lebih banyak mengubah tentang ketentuan pengisian identitas pembeli barang kena pajak (BKP) atau penerima jasa kena pajak (JKP) dalam faktur pajak.
2. Kredit Rumah dan Sudah Masuk SPT, Masih Dapat 'Surat Cinta' dari DJP?
Pengisian SPT yang tidak benar, lengkap, dan jelas berisiko memunculkan permintaan klarifikasi dari DJP.
Permintaan tersebut disampaikan melalui penerbitan SP2DK atau akrab disebut ‘surat cinta’ dari DJP. SP2DK diterbitkan kepala kantor pelayanan pajak (KPP) karena ada dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan.
Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Arif Yunianto memberi contoh penghasilan seseorang dalam setahun Rp1 miliar. Kemudian, ada data pembelian rumah senilai Rp2 miliar. Dengan demikian, data penghasilan serta harta tidak sinkron atau tidak wajar.
“Nah, ternyata kredit. Uang mukanya cuma Rp500 juta sehingga menjadi wajar. Maka dari itu, dijelaskan di kolom keterangan harta, itu kredit,” ujarnya.
3. Catat! DJP Tetapkan Kode Ketetapan Pajak Baru, Berikut Daftarnya
DJP menetapkan kode nota penghitungan dan kode nota ketetapan pajak baru melalui penerbitan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-18/PJ/2022.
Dalam surat edaran, DJP menyatakan masih terdapat kode ketetapan pajak yang belum terakomodasi dalam surat edaran sebelumnya yakni SE-42/PJ/2021.
"Oleh karena itu, perlu dilakukan penataan kembali terhadap kode penghitungan dan kode ketetapan pajak dengan menetapkan surat edaran direktur jenderal tentang kode penghitungan dan kode ketetapan pajak," bunyi SE-18/PJ/2022.
Apa saja kode ketetapan pajak yang baru ditetapkan? Klik ulasan lengkapnya pada tautan judul.
4. Awas Penipuan! DJP Pastikan Saat Ini Tidak Membuka Lowongan Pekerjaan
DJP menyampaikan peringatan bagi masyarakat umum agar lebih mewaspadai penipuan yang mengatasnamakan otoritas.
Melalui akun media sosialnya, DJP mewanti-wanti publik untuk lebih cermat dalam menerima informasi lowongan pekerjaan. Saat ini ditemukan modus baru penipuan berupa tawaran lorongan pekerjaan di unit vertikal DJP seperti Kantor Pelayanan Pajak (KPP); Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP); atau Kantor Wilayah (Kanwil) DJP.
"DJP tidak membuka lowongan pekerjaan di lingkungan KP2KP, KPP, Kanwil DJP, maupun kantor pusat DJP. Segala bentuk rekrutmen pegawai DJP langsung dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan," tulis DJP dalam pengumumannya.
5. Catat! KY Kembali Buka Seleksi Calon Hakim Agung Khusus Pajak
Komisi Yudisial (KY) kembali membuka seleksi calon hakim agung (CHA), termasuk CHA tata usaha negara (TUN) khusus pajak.
Ketua Bidang Rekrutmen Agung KY Siti Nurdjanah mengatakan seleksi CHA dilakukan guna mengisi kekosongan jabatan hakim agung sesuai dengan permintaan Mahkamah Agung (MA).
"KY kembali mengundang MA, pemerintah, dan masyarakat untuk mengusulkan warga negara terbaiknya untuk menjadi CHA," ujar Siti membacakan pengumuman.
Secara keseluruhan, MA tercatat membutuhkan 11 hakim agung yang terdiri dari 1 orang hakim agung pada kamar perdata, 7 orang hakim agung pada kamar pidana, 1 orang hakim agung pada kamar perdata, 1 orang hakim agung kamar TUN, dan 1 orang hakim agung kamar TUN khusus pajak. Selain itu, MA juga membutuhkan 3 orang hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM). (sap)