Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah telah meluncurkan aplikasi baru pada DJP Online untuk mengajukan permohonan pemindahbukuan (Pbk) secara elektronik. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (14/10/2022).
Aplikasi yang dimaksud adalah e-Pbk. Saat ini, implementasi e-Pbk masih diujicobakan terbatas pada 10 KPP Pratama, yakni Tigaraksa, Semarang Barat, Kebumen, Jakarta Pluit, Serpong, Kosambi, Bandung Cibeunying, Surabaya Rungkut, Gianyar, dan Tangerang Barat.
“Jika Kawan Pajak merupakan wajib pajak dari 10 KPP tersebut, silakan menggunakan e-Pbk,” tulis Ditjen Pajak (DJP) dalam sebuah unggahan pada Instagram.
Sesuai dengan Pasal 1 angka 28 PMK 242/2014, Pbk adalah proses memindahbukukan penerimaan pajak untuk dibukukan pada penerimaan pajak yang sesuai. Pbk dapat dilakukan dalam hal terjadi kesalahan pembayaran atau penyetoran pajak. Simak ‘Apa Itu Pemindahbukuan (Pbk)?’.
Selain mengenai uji coba (piloting) aplikasi e-Pbk pada 10 KPP, ada pula ulasan terkait dengan relaksasi pengkreditan pajak masukan untuk pengusaha kena pajak (PKP) yang belum melakukan penyerahan. Relaksasi ini sudah muncul sejak berlakunya UU Cipta Kerja.
Dengan adanya aplikasi e-Pbk pada DJP Online, saluran pengajuan permohonan Pbk ada 3. Adapun 2 saluran lainnya adalah loket tempat pelayanan terpadu (TPT) di KPP dan pengiriman melalui pos atau jasa pengiriman dengan bukti pengiriman surat.
Dengan adanya e-Pbk, sambung DJP, proses pemindahbukuan bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Dengan demikian, wajib pajak tidak perlu ke kantor pajak. Simak ‘Layanan Pemindahbukuan Sudah Bisa Online Lewat e-Pbk, Simak Caranya’.
Jangka waktu penyelesaian permohonan Pbk juga sudah dipercepat. Dahulu, sesuai dengan PMK 242/2014, jangka waktu diatur paling lama 30 hari sejak permohonan diterima lengkap. Melalui KEP-160/PJ/2022, jangka waktu dipersingkat paling lama 21 hari sejak permohonan diterima lengkap. (DDTCNews)
Terkait dengan relaksasi pengkreditan pajak masukan bagi PKP yang belum melakukan penyerahan, Staf Direktorat Peraturan Perpajakan I DJP Fiona mengatakan sesuai dengan PMK 18/2021, ada jangka waktu penyerahan.
Fiona mengatakan jangka waktu untuk sektor jasa dan perdagangan ditetapkan selama 3 tahun sejak masa pajak pengkreditan pertama kali pajak masukan. Kemudian, untuk sektor usaha yang menghasilkan BKP ditetapkan 5 tahun dan sektor usaha proyek strategis nasional ditetaplan 6 tahun.
Fiona mengatakan jika hingga jangka waktu yang sudah ditentukan, PKP belum juga melakukan penyerahan, ada konsekuensi yang diterima. Konsekuensinya adalah pajak masukan yang tadinya dapat dikreditkan menjadi tidak dapat dikreditkan.
“Kemudian, ketika dia sudah melakukan restitusi di akhir tahun, pengembalian tadi wajib dibayarkan ke negara. Dikembalikan ke negara beserta sanksinya,” katanya. (DDTCNews)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan pemerintah akan mulai mengimplementasikan kebijakan pajak karbon pada 2025. Menurutnya, implementasi pajak karbon akan berjalan berbarengan dengan perdagangan karbon.
"Salah satu yang akan diterapkan di awal adalah perdagangan karbon maupun pajak karbon yang ditargetkan akan berfungsi pada 2025," katanya. (DDTCNews)
PPN diproyeksi akan makin diandalkan di tengah digitalisasi ekonomi. Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya DJP Bonarsius Sipayung mengatakan prinsip PPN menganut destination principle. Artinya, Indonesia memiliki kewenangan untuk memungut pajak di dalam negeri tanpa melihat dari mana barang dan jasa berasal.
"Kalau kita mengandalkan PPh susah. Sebab, pemain-pemain besar dunia berkepentingan soal itu. Ketika bicara PPN, mereka tidak berhak mencampuri. Itu adalah konsumsi barang dan jasa yang ada di sini, hak kita untuk bisa memajakinya," katanya. (DDTCNews)
Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) berupaya memperluas implementasi pengisian customs declaration secara elektronik atau e-CD ke berbagai wilayah Indonesia.
Kepala Kantor Bea Cukai Soekarno Hatta Finari Manan mengatakan Bandara Soekarno-Hatta menjadi yang pertama mengimplementasikan e-CD pada September 2022. Baru-baru ini, DJBC menggelar rapat konsolidasi implementasi e-CD dengan melibatkan Bea Cukai Juanda, Bea Cukai I Gusti Ngurah Rai, dan Bea Cukai Kualanamu.
"Rapat ini menjadi langkah awal Bea Cukai untuk merealisasikan e-CD Nasional agar seluruh Bandara Internasional di Indonesia dapat segera menerapkan e-CD yang dapat mempermudah penumpang yang akan datang dari luar negeri," katanya dalam unggahan di Instagram @bcsoetta. (DDTCNews)
International Monetary Fund (IMF) mengimbau negara-negara untuk tidak menggunakan instrumen pemangkasan tarif pajak dan subsidi guna menangani gangguan pasokan dan inflasi.
Dalam Fiscal Monitor edisi Oktober 2022, IMF menyebut pemberian bantuan langsung tunai secara temporer kepada rumah tangga rentan lebih efektif dibandingkan dengan pemangkasan tarif pajak dan pemberian subsidi.
"Upaya membatasi kenaikan harga melalui pengendalian harga, subsidi, dan pemotongan pajak akan membebani anggaran dan tidak efektif menyelesaikan masalah," tulis IMF dalam laporannya. (DDTCNews) (kaw)