Ilustrasi. (foto: kominfo.go.id)
JAKARTA, DDTCNews – Prospek perekonomian dan jaminan keamanan dalam berinvestasi menjadi faktor penentu bertahan atau tidaknya dana repatriasi kebijakan pengampunan pajak di Tanah Air. Hal tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Kamis (10/10/2019).
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan dana repatriasi senilai Rp146,70 triliun dalam pengampunan pajak periode I, II, dan III telah diinvestasikan baik di sektor riil maupun sektor keuangan (portofolio).
“Dana repatriasi ada yang sudah ditanam dalam bentuk investasi di perusahaan. Namun, ada juga yang masih bersifat portofolio, seperti dalam wujud saham dan obligasi,” ujarnya.
Terkait dengan akan berakhirnya holding period 3 tahun, Hariyadi mengatakan prospek ekonomi Indonesia akan sangat menentukan langkah wajib pajak yang selama ini menempatkan dana repatriasi terutama dalam instrumen investasi portofolio.
Tidak hanya itu, wajib pajak membutuhkan regulasi yang mampu menjamin arah perekonomian menjadi lebih solid. Hal tersebut akan menjadi aspek yang akan dilihat oleh wajib pajak setelah holding period berakhir.
Seperti diketahui, batas waktu pengalihan harta (repatriasi) untuk amnesti pajak periode I dan II adalah 31 Desember 2016. Dengan patokan tersebut, holding period untuk harta yang direpatriasi pada periode tersebut adalah 31 Desember 2019 atau bisa sebelum itu.
Berdasarkan data dalam Laporan Tahunan DJP 2016, total harta yang diungkapkan dalam amnesti pajak period I dan II senilai Rp3.460,80 triliun. Dari jumlah tersebut, harta repatriasi tercatat senilai Rp114,16 triliun.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti pusat logistik berikat (PLB) untuk e-commerce yang masih sepi peminat. Kondisi ini ditengarai karena adanya kekhawatiran pelaku e-commerce lokal terhadap ancaman pebisnis asing.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P. Roeslani menilai jaminan keamanan dalam berinvestasi juga akan menjadi faktor penentu bagi wajib pajak untuk tetap membenamkan dana repatriasinya di Tanah Air atau kembali membawanya ke luar negeri.
Dirjen Pengelolaan, Pembiayaan, dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan pemerintah terus memantau pergerakan dana repatriasi yang telah dikelola oleh perbankan dan lembaga keuangan di dalam negeri. Sejauh ini, pemerintah masih merumuskan strategi untuk mengantisipasi pembalikan dana ke luar Indonesia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan terkait dengan akan berakhirnya holding period 3 tahun dana repatriasi, pemerintah sudah melakukan upaya persuasif. Otoritas mengaku telah berbicara dengan para pemilik dana tersebut.
“Ini kita sudah bicarakan cukup lama dengan pemilik dana. Jadi, banyak yang sudah dilakukan investasinya di Indonesia,” katanya.
Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Heru Pambudi mengatakan ada desakan sejumlah pelaku e-commerce lokal yang khawatir tergerus pangsa pasarnya. Banyak masukan-masukan dari para produsen dan pelaku dalam negeri yang mengkhawatirkan kalah bersaing dengan barang yang ada di dalam PLB.
“Kami sekarang dalam proses untuk menerima masukan dan menjelaskan policy dari sisi pemerintah,” katanya.
World Economic Forum (WEF) dalam laporannya berjudul ‘The Global Competitiveness Report 2019’ menempatkan peringkat daya saing global Indonesia di posisi 50 dari 141 negara. Posisi Indonesia turun 5 peringkat dari tahun lalu. Indeks Daya Saing Global (Global Competitiveness Index/GCI) sebesar 64,6 turun 0,3 dibandingkan tahun lalu.
GCI merupakan indikator yang mengukur daya saing suatu negara di level global berdasarkan pada faktor-faktor tertentu seperti institusi, kebijakan, dan faktor-faktor lain yang membantu tingkat produktivitas. (kaw)