Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mencatat realisasi penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) per 11 Februari 2020 senilai Rp5,05 triliun. Realisasi itu setara dengan hampir 12 kali lipat dibanding penerimaan cukai rokok periode yang sama tahun lalu, yang hanya Rp423,5 miliar.
Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, lonjakan penerimaan tersebut disebabkan kenaikan tarif cukai per 1 Januari 2020 dan pelunasan pita cukai tahun lalu yang memiliki jatuh tempo pada 1 Februari 2020.
“Iya, [tarif baru cukai rokok dan pembayaran utang cukai] berpengaruh terhadap penerimaan ini,” katanya di Jakarta, Rabu (12/2/2020).
Pasal 31 Peraturan Menteri Keuangan No.57/2017 terkait penundaan pembayaran cukai mengatur bahwa pemesanan pita cukai yang diajukan sebelum 1 Desember 2019, ditetapkan jatuh tempo utangnya pada 31 Desember 2019.
Selanjutnya, untuk pita cukai yang dipesan setelah 1 Desember 2019, sesuai pasal 2 beleid tersebut, tetap mendapat fasilitas penundaan dengan jatuh tempo 2 bulan terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai (untuk pengusaha pabrik).
Situasi ini berbeda pada periode yang sama tahun lalu, karena utang jatuh tempo pada bulan Februari 2019 tak terlalu besar. Alasannya, dalam Pasal 31 disebutkan penundaan pembayaran hanya bisa dilakukan jika pesanan cukai dilakukan setelah 16 Desember 2018.
Selain itu, tahun ini juga mulai diberlakukan kenaikan tarif cukai sebesar 23% dan kenaikan harga rokok eceran rata-rata hingga 35%. Hal ini membuat banyak pemesanan pita cukai di akhir tahun lalu yang pelunasannya terjadi pada awal tahun ini.
Heru menyebut penerimaan yang dihimpun DJBC hingga 11 Februari 2020 adalah Rp9,79 triliun atau 4,39% dari target APBN 2020. Realisasi itu lebih tinggi 2,52% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, pertumbuhan secara tahunan (year on year/yoy) mencapai 85,8%.
Khusus untuk penerimaan cukai tercatat senilai Rp5,63 triliun atau tumbuh 585% dibanding periode yang sama tahun lalu. Penerimaan itu terdiri dari CHT Rp5,05 triliun, cukai etil alkohol Rp16 miliar, dan cukai minuman mengandung ethil alkohol Rp553,66 miliar. (kaw)