Ilustrasi.
KUALA LUMPUR, DDTCNews - Pemerintah Malaysia berencana menyiapkan sejumlah strategi untuk memperluas basis pajak pada 2023 mengingat rasio penerimaan pajak tergolong rendah di kawasan Asia Tenggara.
Menteri Keuangan Tengku Zafrul Aziz mengatakan rencana pengenaan windfall tax diprediksi tidak akan menyumbang banyak penerimaan pada kas negara. Untuk itu, perlu ada strategi lainnya untuk mengerek penerimaan pajak.
"Penerapan windfall tax atau Cukai Makmur tidak terlalu efektif karena dikenakan pada pendapatan yang diperoleh perusahaan dan bukan laba bersihnya," katanya, dikutip pada Rabu (14/9/2022).
Zafrul menuturkan penerimaan pajak perlu ditingkatkan untuk memastikan pendapatan cukup untuk membiayai pembangunan negara dalam jangka panjang. Apalagi, kebutuhan belanja setelah pandemi Covid-19 bakal meningkat demi mendorong pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.
Saat ini, lanjutnya, rasio pajak Malaysia masih kurang dari 11,4% terhadap PDB. Menurutnya, angka itu lebih rendah dari negara-negara lain di Asia Tenggara.
Pengenaan windfall tax telah diperkenalkan ketika pidato APBN 2022, tetapi belum terealisasi hingga saat ini. Kebijakan itu hanya akan berlaku satu kali, dengan menyasar perusahaan-perusahaan yang mendulang pendapatan yang besar di tengah pandemi Covid-19.
Jika tidak ada aral melintang, tarif windfall tax tersebut ditetapkan sebesar 33% atau lebih tinggi dari tarif PPh badan normal di Malaysia sebesar 24%. Kebijakan ini diyakini akan mempercepat upaya konsolidasi fiskal.
"Kami akan terus mencari cara lain [untuk meningkatkan basis pajak] dan akan dimasukkan dalam APBN 2023," ujar Zafrul seperti dilansir themalaysianreserve.com.
Dia menambahkan APBN 2023 akan difokuskan pada empat bidang, yaitu kesejahteraan masyarakat, dukungan dunia usaha, pemulihan ekonomi, dan penguatan lembaga pemerintah.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Yamani Hafez Musa memperkirakan pengenaan windfall tax bakal mendatangkan penerimaan senilai RM3 miliar atau Rp10,13 triliun. (rig)