KEPABEANAN

Waspada, Ini 3 Modus Penipuan Versi Ditjen Bea Cukai

Kurniawan Agung Wicaksono
Jumat, 21 September 2018 | 16.07 WIB
Waspada, Ini 3 Modus Penipuan Versi Ditjen Bea Cukai

Salah satu tampilan cuitan Ditjen Bea dan Cukai di Twitter. (DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – Melalui akun Twitter, Ditjen Bea dan Cukai memberikan tips kepada masyarakat agar tidak menjadi korban penipuan. Maklum, akhir-akhir ini, penipuan menggunakan nama Ditjen Bea dan Cukai kembali marak.

Setidaknya, ada 3 modus penipuan yang sering dilakukan. Pertamamodus barang kiriman. Melalui akun@beacukaiRI, otoritas meminta agar masyarakat tetap waspada dengan orang – terutama orang luar negeri – yang baru dikenal hanya melalui media sosial. Orang ini bisa sangat dekat dan berpura-pura mengirim barang dari luar negeri.

Barang yang pura-pura dikirimkan pun termasuk mewah, seperti ponsel pintar, perhiasan, uang, atau benda berharga lainnya. Orang itu aka membuat resi palsu untuk meyakinkan netizen. Tidak jarang pula ada orang yang membuat website tracking palsu untuk membuat keberadaan barang seolah-olah sudah berada di Indonesia.

“Lalu akan ada orang yang mengaku sebagai petugas Ditjen Bea dan Cukai (DJBC), meminta pembayaran pajak. Oknum ini akan memberikan rekening pribadi tujuan pengiriman uang. Tidak jarang juga mereka akan mengancam, kalau enggak mau membayar maka akan dipidanakan,” demikian cuitan akun @beacukaiRI, seperti dkutip pada Jumat (21/9/2018).

Kedua, modus belanja online. Modus ini biasa dilakukan dengan iming-iming harga super murah. Dengan label barang BM, sitaan, barang tidak melewati pemeriksaan cukai, dan tidak ada stempel pajak. DJBC menegaskan label-label ini mengindikasikan adanya penipuan. DJBC meminta agar netizen tidak percaya dengan penjual semacam itu.

Jika netizen nekat bertransaksi, sambungnya, biasanya akan ada orang yang mengaku sebagai petugas DJBC. Orang yang mengaku petugas itu akan menginformasikan bahwa barang tertahan di Bea Cukai. Padahal, netizenperlu ingat bahwa DJBC tidak memerika barang kiriman dalam negeri. Dengan demikian, kiriman di dalam negeri tidak melewati pemeriksaan DJBC.

Ketiga, modus notifikasi pajak. Modus ini baru bagi DJBC. Calon korban, lanjutnya, akan dihubungi melalui ponsel dengan nomor berawal +6288, +6277, atau tidak menutup kemungkinan nomor lain. Ketika diangkat, terdengar suara seperti rekaman mesin yang menginformasikan adanya notifikasi pajak. Netizen pun diarahkan untuk menekan angka nol.

Ketika netizen menekan angka 0, akan ada orang yang berbicara dan mengaku sebagai petugas DJBC. Oknum ini akan meminta data pribadi seperti nama lengkap, nomor KTP, dan indentitas pribadi lainnya. Selain itu, oknum akan menginformasikan adanya tagihan pajak yang belum dibayar.

‏”Kalau kalian menerima panggilan semacam ini segera tutup telepon dan jangan memberikan informasi pribadi karena ini adalah penipuan. Selain itu data kalian bisa dimanfaatkan oleh oknum tersebut. Jadi, simpan data pribadi kayak kalian simpan pasangan kalian, lalu jaga baik baik,” demikian cuitan akun @beacukaiRI.

#BCHARUSMakinBaik on Twitter

Sahabat BC, waspada apabila menerima panggilan telepon seperti ini. Ini BUKAN panggilan dari Bea Cukai dan merupakan modus baru penipuan yang mengatasnamakan Bea Cukai https://t.co/18wqDtchBu

Lantas, apa yang perlu masyarakat waspadai agar tidak menjadi korban penipuan? DJBC menegaskan aspek yang paling dasar yakni tidak pernah mentransfer uang ke rekening pribadi. Jika ada pihak yang meminta pengiriman uang ke rekening pribadi, masyarakat diminta untuk menyetop langkah apapun.

Khusus masyarakat yang menerima barang kiriman, pengecekan bisa dilakukan melalui lamanhttp://www.beacukai.go.id/barangkiriman. Setiap kiriman dari luar negeri yang memiliki nomor resi dapat dilacak di laman tersebut. Jika tidak ada di laman tersebut, masyarakat perlu langsung bertanya ke pihak DJBC.

“Jangan pernah mentransfer uang sebelum kalian mendapat konfirmasi,” imbuhnya.

Pembayaran bea masuk dan pajak impor biasanya akan dibayarkan terlebih dahulu oleh jasa kiriman. Dengan demikian, masyarakat tidak membayar sendiri, kecuali datang langsung ke kantor DJBC atau Perusahaan Jasa Titipan (PJT). Namun, pembayaran di tempat biasanya tetap melalui PJT. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.