KEBIJAKAN PAJAK

Urgensi Revisi UU KUP, Ini Kata Ketua Banggar DPR

Muhamad Wildan
Selasa, 06 April 2021 | 15.48 WIB
Urgensi Revisi UU KUP, Ini Kata Ketua Banggar DPR

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah. 

JAKARTA, DDTCNews – Revisi atas Undang-Undang (UU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dinilai perlu untuk menjawab tantangan, terutama terkait dengan penghindaran pajak, pada masa mendatang.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah mengatakan revisi UU KUP yang telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2021 harus menjadi landasan hukum untuk mengantisipasi praktik penghindaran pajak.

"Salah satu contoh, banyak perusahaan sedang dan menengah yang dari tahun ke tahun terus-menerus menyatakan rugi tapi eksis terus. Ini harus jadi pemikiran dalam revisi UU KUP nanti," ujar Said dalam focus group discussion (FGD) bertajuk Urgensi Pembentukan RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Selasa (6/4/2021).

Menurut Said, Ditjen Pajak (DJP) harus memiliki kalkulasi yang jelas mengenai jumlah wajib pajak yang belum terdaftar dalam sistem administrasi perpajakan. Dia mengatakan masih banyak wajib pajak terutama, orang pribadi nonkaryawan dan badan, yang belum patuh.

Bila ditilik lebih lanjut, terutama pada kepatuhan wajib pajak orang pribadi nonkaryawan dan wajib pajak badan, Said mengatakan kepatuhan kedua jenis wajib pajak tersebut pada 2019 masih rendah karena hanya 52%.

Di sisi lain, jumlah wajib pajak terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2019, jumlah wajib pajak tercatat mencapai 44 juta wajib pajak. Jumlah itu lebih banyak dari posisi pada 2015 yang sebanyak 31 juta wajib pajak.

Said mengapresiasi upaya DJP meningkatkan jumlah wajib pajak yang terdaftar. Namun, jumlah wajib pajak terdaftar masih tetap jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah pekerja di Indonesia, yang menurut Badan Pusat Statistik (BPS) mencapai 128,4 juta per Agustus 2020. Selain itu, data BPS juga menunjukkan jumlah UMKM di Indonesia mencapai 67,4 juta.

“Benar tidak semua skala usaha dan orang pribadi penghasilannya termasuk kategori penghasilan kena pajak. Namun, jika melihat data yang ada sangat kontras antara total wajib pajak dengan jumlah pekerja ditambah pelaku UMKM kita. Masih terjadi gap yang begitu lebar," ujar Said.

Berkaca pada shortfall – selisih kurang realisasi dan target – penerimaan pajak dalam beberapa tahun terakhir dan kewajiban pemerintah untuk mengembalikan defisit ke level 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2023, sambungnya, revisi UU KUP adalah agenda prioritas dan mendesak.

"Pada 2023, pemerintah harus masuk kembali ke APBN normal dengan defisit 3%. Artinya, APBN 2022 bagi kami adalah APBN transisi untuk soft landing menuju 2023. Pada titik inilah perlu revisi terhadap UU KUP kita," ujar Said. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.