BERITA PAJAK SEPEKAN

Uji Coba e-Bupot Unifikasi dan PPN Penyerahan Pulsa Terpopuler

Ringkang Gumiwang | Sabtu, 30 Januari 2021 | 08:01 WIB
Uji Coba e-Bupot Unifikasi dan PPN Penyerahan Pulsa Terpopuler

Kantor Pusat Ditjen Pajak. (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews – Aturan baru terkait dengan pemungutan pajak pertambahan nilai dan pajak penghasilan atas penjualan pulsa serta uji coba aplikasi e-bupot unifikasi menjadi berita terpopuler sepanjang pekan ini, 25-29 Januari 2021.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 6/2021, kegiatan pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) atas pulsa, kartu perdana, token, dan voucer perlu mendapatkan kepastian hukum.

“Untuk menyederhanakan administrasi dan mekanisme pemungutan pajak pertambahan nilai atas penyerahan pulsa oleh penyelenggara distribusi pulsa,” demikian bunyi salah satu pertimbangan terbitnya beleid tersebut, dikutip pada Kamis (28/1/2021).

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Akhirnya Rupiah Kembali Menguat Atas Dolar AS

Dalam Pasal 2 PMK tersebut ditegaskan atas penyerahan barang kena pajak (BKP), berupa pulsa dan kartu perdana, oleh pengusaha penyelenggara jasa telekomunikasi dan penyelenggara distribusi dikenai PPN. Pulsa dan kartu perdana dapat berbentuk voucer fisik atau elektronik.

Kemudian, penjualan pulsa dan kartu perdana juga dapat dipungut PPh Pasal 22. Pemungutan PPh Pasal 22 dilakukan atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua yang merupakan pemungut PPh Pasal 22

Dalam Pasal 18 ayat (2) ditegaskan pemungut PPh melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5%. Tarif itu dikenakan dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya

Baca Juga:
Pilih Pakai Tarif PPh Umum, Perlukah WP Badan Sampaikan Pemberitahuan?

Lalu, tarif 0,5% juga bisa dikenakan dari harga jual atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung. Jika wajib pajak yang dipungut PPh Pasal 22 tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besarnya tarif pemungutan lebih tinggi 100% dari tarif yang berlaku.

Berita pajak terpopuler lainnya adalah terkait dengan implementasi aplikasi e-bupot unifikasi. Ditjen Pajak akan memulai uji coba aplikasi tersebut mulai bulan depan. Pada tahap awal ini, uji coba akan dilakukan di 5 kantor pajak wilayah DKI Jakarta.

DJP Resmi Perkenalkan Meterai Tempel yang Baru, Lihat Cirinya di Sini
Ditjen Pajak (DJP) resmi memperkenalkan meterai tempel baru yang memiliki ciri umum dan ciri khusus guna menggantikan meterai tempel lama edisi 2014.

Baca Juga:
Ajukan Restitusi, WP yang Penuhi Syarat Ini Diperiksa di Kantor Pajak

Ciri umum meterai tempel yang baru di antaranya terdapat gambar lambang negara Garuda Pancasila, angka “10000” dan tulisan “SEPULUH RIBU RUPIAH” yang menunjukkan tarif bea meterai, teks mikro modulasi “INDONESIA”, blok ornamen khas Indonesia, dan seterusnya.

Lalu ciri khususnya adalah warna meterai didominasi merah muda, serat berwarna merah dan kuning yang tampak pada kertas, garis hologram sekuriti berbentuk persegi panjang yang memuat gambar lambang negara Garuda Pancasila, gambar bintang, logo Kementerian Keuangan, serta tulisan “djp”, dan sebagainya.

PPh Dividen Disetor Wajib Pajak Sendiri, Begini Sikap Hipmi
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia menilai pemerintah sebaiknya menimbang ulang rancangan peraturan pemerintah perpajakan turunan UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang mewajibkan wajib pajak menyetor pajak penghasilan terutang atas dividen.

Baca Juga:
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Wamenkeu Harap Investasi Makin Meningkat

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Ajib Hamdani menilai pajak penghasilan (PPh) final 10% atas dividen sebaiknya tetap dipotongkan oleh emiten pemberi dividen, bukan disetor sendiri oleh penerima dividen.

"Saya berpikirnya kembalikan ke asas pemungutan pajak, salah satunya convenience. Pajak dipungut atau dipotong pada saat yang paling nyaman, yakni saat menerima penghasilan itu," katanya.

Target Penerimaan Meleset, Menkeu Usul DPR Bentuk Panja Perpajakan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan kepada Komisi XI DPR RI agar membentuk Panitia Kerja (Panja) perpajakan untuk mengurai persoalan lemahnya penerimaan perpajakan di tengah pandemi Covid-19, sehingga menimbulkan pelebaran defisit.

Baca Juga:
Jokowi Ingatkan Pemda dan Kementerian Hati-Hati Kelola Anggaran

Sri Mulyani mengatakan pandemi Covid-19 menyebabkan tekanan berat pada perekonomian sehingga berdampak pada penerimaan perpajakan. Jika terbentuk Panja, Dirjen Pajak Suryo Utomo bisa memberikan penjelasan detail penyebab realisasi pajak yang rendah tahun lalu ke DPR.

"Saya senang kalau mau dibuat Panja Perpajakan. Nanti Pak Suryo dan tim bisa bicara, kenapa sudah tax amnesty, sudah diberi akses informasi, sudah diberi IT system, jumlah pemeriksa ditambah, kenapa kok tidak [mencapai target]?" katanya.

Minta EFIN Lagi? Kirim Data dan Swafoto Anda ke Email Kantor Pajak
Ditjen Pajak (DJP) mengingatkan layanan aktivasi dan permintaan kembali electronic filing identification number (EFIN) bisa dilakukan secara online melalui email.

Baca Juga:
DPR Buka Peluang untuk Kaji Ulang Kenaikan PPN 12 Persen Tahun Depan

Dalam video singkat berdurasi sekitar 1 menit 33 detik yang diunggah di media sosial, DJP meminta wajib pajak tidak khawatir jika belum mempunyai atau lupa EFIN. Seperti diketahui, EFIN dibutuhkan untuk membuat akun atau membuat password DJP Online.

“Kalau belum punya atau lupa EFIN, tinggal email ke unit kantor pajak untuk melakukan aktivasi atau lupa EFIN. Abis itu bisa langsung lapor SPT Tahunan,” tulis DJP dalam media sosial.

Perusahaan Terdampak Pandemi, DJP: Kemungkinan di SPT Enggak Ada Laba
Tertekannya usaha wajib pajak badan pada 2020 akan menjadi salah satu tantangan upaya pengamanan target penerimaan tahun ini.

Baca Juga:
Proses Masuk OECD, RI Rampungkan Initial Memorandum Tahun Depan

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengatakan selain penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dan pemberian insentif, tekanan usaha karena pandemi Covid-19 juga akan memengaruhi kinerja penerimaan.

“Dampak pandemi terhadap penghasilan perusahaan di tahun 2020 sangat besar. Artinya, mereka kemungkinan di SPT Tahunan enggak ada laba. Kalau enggak ada laba, enggak ada PPh Pasal 29 di April dan enggak ada PPh Pasal 25 yang dibayarkan. Ini risiko yang cukup besar,” ujarnya. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 08 Mei 2024 | 09:07 WIB KURS PAJAK 08 MEI 2024 - 15 MEI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Akhirnya Rupiah Kembali Menguat Atas Dolar AS

Rabu, 08 Mei 2024 | 06:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

WP dengan SPT Lebih Bayar atau Rugi Masuk Prioritas Pemeriksaan DJP

Selasa, 07 Mei 2024 | 19:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pilih Pakai Tarif PPh Umum, Perlukah WP Badan Sampaikan Pemberitahuan?

BERITA PILIHAN
Rabu, 08 Mei 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS KEPABEANAN

Pengenaan Bea Masuk dan Pajak atas Impor Barang Kiriman

Rabu, 08 Mei 2024 | 10:07 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

BP2MI Minta Batas Impor Barang Kiriman PMI Naik Jadi 2.800 Dolar AS

Rabu, 08 Mei 2024 | 09:07 WIB KURS PAJAK 08 MEI 2024 - 15 MEI 2024

Kurs Pajak Terbaru: Akhirnya Rupiah Kembali Menguat Atas Dolar AS

Rabu, 08 Mei 2024 | 08:00 WIB LITERATUR PAJAK

Pentingnya Belajar Pajak dalam Bahasa Inggris, Cek Platform Ini

Rabu, 08 Mei 2024 | 06:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

WP dengan SPT Lebih Bayar atau Rugi Masuk Prioritas Pemeriksaan DJP

Selasa, 07 Mei 2024 | 19:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pilih Pakai Tarif PPh Umum, Perlukah WP Badan Sampaikan Pemberitahuan?