Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (tangkapan layar Youtube Widyaiswara Indonesia)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada berbagai tantangan yang dihadapi pemerintah dalam memformulasikan kebijakan untuk merespons pandemi virus Corona. Tantangan muncul karena ada kombinasi masalah kesehatan, sosial, dan ekonomi.
Pemerintah, sambungnya, selalu terbuka dengan masukan yang disampaikan berbagai kalangan, termasuk dari widyaiswara atau pejabat fungsional yang bertugas mendidik PNS di kementerian. Pemerintah memiliki ruang untuk memperbaiki setiap kebijakan.
“Barangkali para widyaiswara bisa membuat penelitian atau kajian bagaimana seharusnya pemerintah dalam situasi pandemi membuat policy, saat data dan informasi barangkali tidak sempurna," katanya dalam acara Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Widyaiswara Indonesia, Rabu (16/9/2020).
Sri Mulyani mengatakan pandemi virus Corona yang terjadi di Indonesia selama hampir 7 bulan telah menyebabkan kenaikan angka pengangguran dan kemiskinan. Kemiskinan yang semula 9,4% kini naik ke posisi 9,78%. Pemerintah harus segera meresponsnya dengan kebijakan jaring pengaman sosial dan pemulihan ekonomi, selain tetap mengedepankan aspek kesehatan.
Menurutnya, kebijakan untuk merespons pandemi mulai dibuat sejak Januari 2020, saat virus Corona merebak di China tetapi berdampak pada sektor pariwisata dan perdagangan internasional Indonesia. Saat kasus penularan virus terjadi di Indonesia, kebijakan yang harus dirumuskan juga semakin kompleks.
Presiden Joko Widodo kemudian menerbitkan Perpu 1/2020 yang menjadi landasan hukum merombak beberapa ketentuan keuangan negara. Menurut Sri Mulyani pemerintah fokus pada sistem keuangan karena penanganan pandemi akan membutuhkan banyak dukungan keuangan negara.
Dukungan tidak hanya diberikan pada sektor kesehatan, melainkan juga kelompok masyarakat miskin dan menengah, sektoral kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), hingga dunia usaha umumnya.
"Dunia usaha mengalami tekanan sehingga mereka tidak bisa membayar pajak dan harga komoditas jatuh sehingga penerimaan negara bukan pajak juga menurun," ujarnya.
Sri Mulyani menyebut tingginya kebutuhan anggaran saat pandemi menyebabkan defisit diperkirakan mencapai 6,34% terhadap PDB tahun ini. Selain itu, pemerintah ternyata juga masih menghadapi tantangan dalam membelanjakan uang tersebut agar efektif menangani pandemi.
Sri Mulyani menyebut belanja negara harus cepat agar dampak pandemi tidak semakin meluas. Di sisi lain, pemerintah tetap harus mengedepankan prinsip akuntabilitas agar tidak menimbulkan masalah pada masa mendatang.
"Situasi-situasi seperti ini yang memang mengharapkan kami harus buat pilihan-pilihan yang tidak mudah dan sederhana," katanya. (kaw)