Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam APBN Kita. (tangkapan layar)
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah telah memberikan fasilitas bea masuk ditanggung pemerintah (DTP) atas barang dan bahan yang diimpor industri tertentu, yang produktivitasnya terdampak Covid-19. Kebijakan ini dituangkan melalui PMK 68/2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan realisasi pemberian fasilitas bea masuk DTP sejak PMK 68/2021 berlaku hingga 18 Oktober telah mencapai Rp491 miliar. Fasilitas tersebut diyakini akan mendorong pelaku usaha yang terdampak pandemi Covid-19 kembali mengimpor bahan baku/penolong untuk berproduksi.
"Realisasi pemberian fasilitas untuk bea masuk ditanggung pemerintah dalam rangka Covid sudah diberikan Rp491 miliar kepada berbagai pelaku yang melakukan impor," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (25/10/2021).
Sri Mulyani mengatakan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) hingga 18 Oktober 2021 telah menerima 1.469 permohonan fasilitas bea masuk DTP. Dari angka tersebut, 1.360 permohonan diterima, 12 masih diproses, dan 97 ditolak.
Dari 1.360 Surat Keputusan Menteri Keuangan (SKMK) tentang bea masuk DTP yang telah terbit, 1.105 di antaranya sudah dilakukan impor barang dengan senilai Rp2,37 triliun dan nilai fasilitasnya Rp150 miliar.
Sri Mulyani melalui PMK 68/2021 mengatur pemberian fasilitas bea masuk DTP kepada 42 sektor industri yang produktivitasnya terdampak Covid-19. Fasilitas itu berlaku sejak PMK diundangkan pada 22 Juni hingga 31 Desember 2021.
PMK 68/2021 kemudian mengatur 3 kuasa pengguna anggaran (KPA) dan alokasi pagu anggaran bea masuk DTP. Pertama, Ditjen Industri Agro dengan 13 sektor industri.
Kedua, Ditjen Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil dengan 16 sektor industri. Ketiga, Ditjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika dengan 13 sektor industri.
Jenis barang dan bahan yang diimpor oleh perusahaan pada industri sektor tertentu  juga harus memenuhi setidaknya salah satu dari 3 ketentuan untuk memperoleh fasilitas bea masuk DTP. Pertama, barang dan bahan belum diproduksi di dalam negeri.
Kedua, barang dan bahan sudah diproduksi di dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan. Ketiga, barang dan bahan sudah diproduksi di dalam negeri tapi jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri sesuai dengan rekomendasi kementerian/lembaga terkait. (sap)