UU HPP

Soal Sanksi, Sri Mulyani: Petugas Pajak Tahu Beda WP Kriminal & Alpa

Dian Kurniati | Jumat, 04 Februari 2022 | 16:23 WIB
Soal Sanksi, Sri Mulyani: Petugas Pajak Tahu Beda WP Kriminal & Alpa

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Sosialisasi UU HPP di Medan. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memperluas ultimum remedium tindak pidana perpajakan hingga tahap persidangan dari yang sebelumnya hanya pada tahap penyidikan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perubahan besaran sanksi administrasi pajak pada UU HPP lebih mencerminkan keadilan bagi wajib pajak. Menurutnya, petugas pajak juga memiliki keahlian untuk membedakan wajib pajak yang lupa atau sengaja menghindari pajak.

"Ini fair kan, antara dia sengaja atau alpa. Membedakannya bagaimana? Petugas pajak saya [yakin] tahu, yang lupa atau benar-benar memang kriminal," katanya dalam sosialisasi UU HPP di Medan, Jumat (4/2/2022).

Baca Juga:
Kinerja Forensik Digital Ditjen Pajak pada 2022, Ada Kenaikan

Sri Mulyani mengatakan ketentuan sanksi pajak pada UU HPP tersebut mengubah peraturan sebelumnya yang tertuang dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Pada UU HPP, pemerintah mengedepankan ultimum remedium sebagai upaya penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan pemulihan kerugian pendapatan negara.

Dalam hal ini, wajib pajak yang sengaja melakukan tindak pidana akan disanksi lebih berat ketimbang yang alpa atau tidak sengaja. Perubahan itu juga selaras dengan semangat UU Cipta Kerja.

Sri Mulyani menyebut perubahan ketentuan sanksi administrasi pajak melalui UU HPP lebih mencerminkan asas keadilan bagi wajib pajak.

Baca Juga:
Tak Bayar Pajak Hingga Rp4,3 Miliar, Penanggungjawab PT Ini Dibui

Misalnya pada sanksi PPh kurang bayar dan PPh kurang dipotong, terdapat sanksi dengan menggunakan suku bunga acuan dan uplift factor pada saat pemeriksaan dan wajib pajak tidak menyampaikan surat pemberitahuan (SPT) atau membuat pembukuan. Sementara pada ketentuan yang lama, sanksi yang dikenakan sebesar 50% dan 100%.

Melalui UU HPP, pemerintah dan DPR sepakat menurunkan sanksi pemeriksaan dan wajib pajak tidak menyampaikan SPT/membuat pembukuan dari semula sebesar 50% dan 100% menjadi 75% dan sebesar suku bunga acuan ditambah uplift factor 20%. Kemudian, terdapat penurunan sanksi keberatan dan banding dari yang awalnya sebesar 100% dan 50% menjadi hanya sebesar 60% dan 30%. Sebelumnya, UU Cipta Kerja juga telah menurunkan tarif sanksi administrasi bunga.

Selain itu, perubahan juga terjadi pada sanksi setelah upaya hukum tetapi keputusan keberatan/pengadilan menguatkan ketetapan DJP. Sanksi atas keberatan pada UU HPP turun menjadi 30% dari sebelumnya 50%.

Baca Juga:
Penegakan Hukum DJP, Ribuan Wajib Pajak Betulkan SPT dan Bayar Pajak

Sementara sanksi atas banding turun menjadi 60% dari sebelumnya 100%. Adapun pada peninjauan kembali, sanksinya kini diatur 60% dari sebelumnya tidak ada.

"Kami memberikan sanksi kepada orang yang tidak comply bukan karena kami ingin mengkriminalkan mereka tapi supaya pendapatan yang memang seharusnya menjadi hak negara dibayarkan," ujarnya. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 08 Desember 2023 | 12:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP

Kinerja Forensik Digital Ditjen Pajak pada 2022, Ada Kenaikan

Jumat, 08 Desember 2023 | 11:00 WIB KANWIL DJP JAWA BARAT III

Tak Bayar Pajak Hingga Rp4,3 Miliar, Penanggungjawab PT Ini Dibui

Jumat, 08 Desember 2023 | 10:25 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP

Penegakan Hukum DJP, Ribuan Wajib Pajak Betulkan SPT dan Bayar Pajak

Kamis, 07 Desember 2023 | 17:56 WIB PMK 125/2023

Sri Mulyani Rilis Aturan Baru Soal Insentif Fiskal 2024 untuk Daerah

BERITA PILIHAN
Jumat, 08 Desember 2023 | 15:37 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP 2022

Hindari Tumpang Tindih Penanganan WP, Komite Kepatuhan DJP Punya DSP4

Jumat, 08 Desember 2023 | 15:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Ketentuan Faktur Pajak atas PPN DTP Rumah Tapak dan Rusun

Jumat, 08 Desember 2023 | 14:30 WIB LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN BPK

BPK Catat Ada 96 KPP yang Terlambat Terbitkan LHP2DK

Jumat, 08 Desember 2023 | 13:45 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Setor Denda Telat Lapor SPT Tahunan, Tak Perlu Unggah Bukti Bayar

Jumat, 08 Desember 2023 | 12:30 WIB LAPORAN TAHUNAN DJP

Kinerja Forensik Digital Ditjen Pajak pada 2022, Ada Kenaikan

Jumat, 08 Desember 2023 | 12:18 WIB HARI PENYANDANG DISABILITAS INTERNASIONAL

Ditjen Pajak Gelar Pelatihan bagi Wirausaha Tuli

Jumat, 08 Desember 2023 | 12:00 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Ramai Soal Barang Pindahan TKI ke Indonesia, Begini Ketentuannya

Jumat, 08 Desember 2023 | 11:35 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Tidak Validasi NIK-NPWP Sebelum Akhir 2023, Apa Konsekuensinya?

Jumat, 08 Desember 2023 | 11:00 WIB KANWIL DJP JAWA BARAT III

Tak Bayar Pajak Hingga Rp4,3 Miliar, Penanggungjawab PT Ini Dibui

Jumat, 08 Desember 2023 | 10:56 WIB KEP-171/BC/2023

Keputusan Baru, Bea Cukai Segera Mulai Uji Coba Tahap II Sistem Ini