RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa keagenan kapal asing di Indonesia. Dalam perkara ini, wajib pajak merupakan pengusaha yang memberikan jasa keagenan untuk kapal asing.
Wajib pajak menyatakan penyerahan jasa keagenan untuk kapal asing bukan merupakan objek PPN dan seharusnya tidak dikenakan PPN. Sebab, jasa keagenan dimanfaatkan di luar daerah pabean Indonesia. Menurut wajib pajak, PPN hanya dikenakan pada tempat jasa dikonsumsi sesuai dengan prinsip destinasi.
Otoritas pajak menyatakan penyerahan jasa keagenan kapal asing merupakan objek PPN. Sebab, penyerahan jasa dilakukan di luar daerah pabean Indonesia. Selain itu, merujuk pada Pasal 4A ayat (3) huruf i UU PPN, penyerahan jasa tersebut tidak dikecualikan dari pemungutan PPN. Termohon PK menilai koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.
Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan menolak permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Sementara itu, pada tingkat PK, Mahkamah Agung ÂÂÂÂmengabulkan permohonan dari wajib pajak selaku Pemohon PK.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahakamah Agung atau Perpajakan DDTC.
WAJIB pajak mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan jasa keagenan kapal tidak dikecualikan dari pemungutan PPN.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 4A ayat (3) UU 8 Tahun 1983 s.t.d.d. UU 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah No. 144 Tahun 2000. Oleh karena itu, penyerahan jasa keagenan kapal asing yang dilakukan wajib pajak seharusnya tetap dikenakan PPN.
Terhadap pertimbangan tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan menolak seluruh dalil permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put-79081/PP/M.XIB/16/2016 tanggal 14 Desember 2016, wajib pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 20 Maret 2017.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi positif otoritas pajak atas dasar pengenaan pajak (DPP) PPN masa pajak April 2005 senilai Rp717.325.319 yang dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
PEMOHON PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi Termohon PK dan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Perlu dipahami, Pemohon PK merupakan pengusaha yang memberikan jasa keagenan untuk kapal asing.
Pemohon PK menangani segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan kapal asing yang hendak mengirimkan barang ke luar Indonesia. Dalam hal ini, Pemohon PK sebagai pihak yang memberi jasa keagenan bertugas memenuhi kebutuhan konsumennya untuk kepentingan proses pelayaran dan muatan barang.
Adapun penyerahan jasa keagenan kapal asing tersebut tidak dimanfaatkan di dalam daerah pabean Indonesia, tetapi dikonsumsi di luar negeri. Apabila merujuk pada prinsip destinasi yang dianut Indonesia, PPN hanya dikenakan atas konsumsi barang/jasa di dalam negeri.
Selain itu, Pemohon PK berpendapat kegiatan keagenan kapal asing di Indonesia merupakan bagian dari aktivitas jasa angkutan umum kapal laut. Biaya jasa keagenan kapal asing merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan kegiatan angkutan umum kapal laut.
Berdasarkan pada Pasal 4A ayat (3) huruf i UU PPN, jasa angkutan umum kapal laut dikecualikan dari pengenaan PPN. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Termohon PK tidak dapat dibenarkan.
Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Menurutnya, Pemohon PK seharusnya memungut dan melaporkan PPN atas penyerahan jasa keagenan kapal asing yang dilakukannya. Dalam konteks ini, Pemohon PK tidak melaporkan memungut PPN atas pemberian jasa keagenan kapal asing.
Termohon PK menyatakan penyerahan jasa keagenan kapal asing merupakan objek PPN. Sebab, penyerahan jasa dilakukan di luar daerah pabean Indonesia. Selain itu, merujuk pada Pasal 4A ayat (3) huruf i UU PPN, penyerahan jasa tersebut tidak dikecualikan dari pemungutan PPN. Termohon PK menilai koreksi yang dilakukannya sudah benar dan dapat dipertahankan.
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan menolak permohonan banding dinilai bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi positif Termohon PK atas DPP PPN masa pajak April 2015 senilai Rp717.325.319 tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon PK dan Termohon PK, pendapat Pemohon PK dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap di persidangan serta Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, dalam perkara a quo, Mahkamah Agung menyatakan penyerahan jasa keagenan tidak terutang PPN. Oleh karena itu, Mahkamah Agung membatalkan Putusan Pengadilan Pajak No. Put-79081/PP/M.XIB/16/2016.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, alasan-alasan permohonan PK cukup berdasar dan patut untuk dikabulkan. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan harus membayar biaya perkara. Putusan PK ini diucapkan Hakim Ketua dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 15 November 2017. (kaw)