RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) kali ini merangkum sengketa pajak mengenai penetapan crude palm oil (CPO) sebagai bahan pakan ternak yang dibebaskan dari pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN).
Otoritas pajak menyatakan CPO bukan merupakan bahan baku utama pembuatan pakan ternak sehingga penyerahan CPO tidak termasuk dalam kategori barang tertentu bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Sebaliknya, wajib pajak menilai penyerahan CPO dari wajib pajak kepada produsen pakan ternak termasuk barang strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan mahkamah Agung atau di sini.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat CPO termasuk bahan baku utama pembuatan pakan ternak.
Dengan kata lain, CPO dapat dikategorikan sebagai barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis dan dibebaskan dari pengenaan PPN. Untuk itu, koreksi yang dilakukan otoritas pajak tidak dapat dipertahankan.
Selanjutnya, terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak.
Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put. 42011/PP/M.XIII/16/2012 tanggal 6 Desember 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 27 Maret 2013.
Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi negatif atas pembebasan PPN dan koreksi positif DPP PPN yang harus dipungut sendiri sebesar Rp24.150.186.200.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah melakukan kesalahan baik error facti maupun error juris dalam membuat pertimbangan hukum.
Perlu dipahami bahwa dalam perkara ini, Termohon PK melakukan penyerahan CPO kepada produsen pakan ternak yang berada di daerah pabean Indonesia lainnya.
Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-865/PJ.51/2005, CPO dikategorikan sebagai sediaan premiks atau feed supplement atau bahan baku pelengkap pakan ternak.
Lebih lanjut, merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) 78 Tahun 1992 dan Peraturan Menteri Pertanian No. 65/PermentanOT.140/9/2007, yang dimaksud bahan baku pelengkap pembuatan pakan ternak adalah suatu zat yang secara alami sudah terkandung dalam makanan hewan tetapi jumlahnya perlu ditingkatkan.
Mengacu pada pengertian tersebut, Pemohon PK menganggap CPO sebagai bahan baku pelengkap pembuatan pakan ternak tidak termasuk barang kena pajak tertentu bersifat strategis yang atas penyerahannya dibebaskan dari PPN. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dapat dibenarkan.
Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan pendapat Pemohon PK. Termohon PK menyatakan bahwa Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-865/PJ.51/2005 tidak dapat dijadikan dasar melakukan koreksi. Menurut Termohon PK, CPO merupakan bahan baku pembuatan pakan ternak yang bersifat strategis dan dapat dibebaskan dari pemungutan PPN.
Pernyataan Termohon PK tersebut didukung dengan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 2007 dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-294/PJ/2001. Beleid tersebut mengatur penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis berupa makanan ternak, unggas, dan ikan dan/atau bahan baku untuk pembuatan makanan ternak, unggas, dan ikan dibebaskan dari pengenaan PPN.
Dalam aturan tersebut tidak ada batasan bahwa hanya bahan baku utama pakan ternak saja yang memperoleh pembebasan. Pemisahan antara bahan baku utama dan bahan baku pelengkap hanyalah penafsiran dari Pemohon PK yang tidak berdasar. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak berdasar sehingga harus dibatalkan.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang mengabulkan sebagian permohonan banding sudah benar. Terdapat dua pertimbangan Majelis Hakim Agung sebagai berikut.
Pertama, koreksi negatif atas pembebasan pengenaan PPN dan koreksi positif DPP PPN yang harus dipungut sendiri sebesar Rp24.150.186.200 tidak dapat dibenarkan.
Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang terungkap dalam persidangan oleh para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan dan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Kedua, menurut Mahkamah Agung penyerahan CPO dibebaskan dari PPN. Adapun tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, koreksi yang dilakukan Pemohon PK dinilai tidak dapat dipertahankan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.