RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Jual Beli Sepeda Motor yang Dikenakan PPN

Hamida Amri Safarina | Jumat, 18 Februari 2022 | 18:20 WIB
Sengketa Jual Beli Sepeda Motor yang Dikenakan PPN

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa mengenai transaksi jual beli sepeda motor yang dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).

Dalam perkara ini, otoritas pajak menilai wajib pajak merupakan pengusaha yang memiliki usaha di bidang jual beli sepeda motor. Dalam menjalankan usahanya, wajib pajak telah membeli sepeda motor dari dealer dengan sistem jual beli putus lalu menjualnya kepada konsumen. Atas transaksi yang dilakukan wajib pajak tersebut seharusnya dikenakan PPN

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat pihaknya hanya bertindak sebagai perantara atas transaksi jual beli sepeda motor yang dilakukan dealer dengan konsumen. Terhadap pekerjaan tersebut, wajib pajak memperoleh komisi atas setiap unit sepeda motor yang terjual dari pihak dealer. Adapun komisi yang diterima wajib pajak tersebut bukan merupakan objek PPN.

Baca Juga:
Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Selanjutnya, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau perpajakan.id.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat wajib pajak hanya bertindak sebagai perantara atas transaksi pembelian sepeda motor yang dilakukan konsumen dengan dealer.

Baca Juga:
Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Dalam konteks ini, wajib pajak tidak pernah melakukan pembelian sepeda motor dari dealer. Selain itu, wajib pajak juga tidak pernah melakukan penjualan sepeda motor secara langsung kepada konsumen. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya faktur pajak atas pembelian sepeda motor yang dibuat oleh dealer untuk konsumen.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan wajib pajak. Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 60659/PP/M.VIA/16/2015 tanggal 31 Maret 2015, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 15 Juli 2015.

Pokok sengketa dalam perkara ini adalah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPN atas pembelian sepeda motor sebesar Rp851.532.112 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Baca Juga:
Petugas Pajak Ingatkan WP soal Kewajiban yang Sering Dilupakan PKP

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Adapun pokok sengketa dalam perkara ini ialah adanya transaksi jual beli sepeda motor yang dilakukan Termohon PK dan tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) PPN.

Sebagai informasi, dalam perkara ini Termohon PK merupakan pengusaha yang memiliki usaha di bidang jual beli sepeda motor. Dalam menjalankan usahanya, Termohon PK telah membeli sepeda motor dari dealer dengan sistem jual beli putus dan kemudian menjualnya kepada konsumen. Oleh karena itu, Pemohon PK menilai Termohon PK bukan hanya bertindak sebagai pihak perantara, melainkan distributor yang secara langsung menjual sepeda motor kepada konsumen.

Transaksi yang dilakukan Termohon PK dapat dibuktikan melalui laporan penjualan dan laporan persediaan sepeda motor. Berdasarkan pada laporan tersebut, dapat diketahui adanya transaksi pembelian sepeda motor dari dealer dan transaksi penjualan kepada konsumen.

Baca Juga:
Status PKP Dicabut, Tak Bisa Lapor SPT Masa PPN Normal dan Pembetulan

Adapun transaksi jual beli yang dilakukan Termohon PK tersebut juga telah dikonfirmasi kebenarannya oleh dealer. Dengan demikian, dapat disimpulkan Termohon PK tidak bertindak sebagai pihak perantara atas transaksi jual beli sepeda motor, tetapi distributor yang menjual sepeda motor kepada konsumen. Oleh karena itu, Pemohon PK memutuskan untuk melakukan koreksi.

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan koreksi yang dilakukan Pemohon PK. Termohon PK menyatakan pihaknya tidak pernah melakukan pembelian sepeda motor dari dealer. Selain itu, Termohon PK juga tidak pernah melakukan penjualan sepeda motor kepada konsumen. Pernyataan Termohon PK tersebut dapat dibuktikan dengan faktur pajak yang diterbitkan pihak dealer dan ditujukan untuk pihak konsumen.

Dalam kasus ini Termohon PK bertindak sebagai pihak perantara atas transaksi jual beli sepeda motor yang dilakukan dealer dengan pembeli. Terhadap pekerjaan tersebut, Termohon PK memperoleh komisi atas setiap unit sepeda motor yang terjual dari pihak dealer. Adapun komisi yang diterima Termohon PK tersebut bukan merupakan objek PPN. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.

Baca Juga:
Cara Ajukan e-SKTD untuk Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah benar. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPN atas pembelian sepeda motor senilai Rp851.532.112 tidak dapat dibenarkan. Sebab, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil para pihak, pendapat Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terutangkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara a quo, Termohon PK hanya bertindak sebagai pihak perantara antara pembeli dan penjual sepeda motor. Artinya, Termohon PK tidak pernah melakukan transaksi jual beli sepeda motor. Adapun komisi atas penjualan sepeda motor bukan merupakan objek PPN. Oleh karena itu, koreksi Pemohon PK tidak dapat dipertahankan karena tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara. (kaw)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 11:30 WIB KP2KP MUKOMUKO

Petugas Pajak Ingatkan WP soal Kewajiban yang Sering Dilupakan PKP

Jumat, 26 April 2024 | 11:13 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Status PKP Dicabut, Tak Bisa Lapor SPT Masa PPN Normal dan Pembetulan

BERITA PILIHAN
Jumat, 26 April 2024 | 17:30 WIB REFORMASI PAJAK

Reformasi Pajak, Menkeu Jamin Komitmen Adopsi Standar Pajak Global

Jumat, 26 April 2024 | 17:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu PBJT Jasa Parkir dan Retribusi Parkir?

Jumat, 26 April 2024 | 16:45 WIB KEBIJAKAN KEPABEAN

Impor Barang Kiriman? Laporkan Data dengan Benar agar Tak Kena Denda

Jumat, 26 April 2024 | 16:30 WIB PENERIMAAN PAJAK

Setoran PPN-PPnBM Kontraksi 16,1 Persen, Sri Mulyani Bilang Hati-Hati

Jumat, 26 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Usulan Tarif Pajak Kripto untuk Dipangkas, Begini Tanggapan DJP

Jumat, 26 April 2024 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Sudah Lapor SPT Tapi Tetap Terima STP, Bisa Ajukan Pembatalan Tagihan

Jumat, 26 April 2024 | 14:37 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Juknis Penghapusan Piutang Bea Cukai, Download Aturannya di Sini

Jumat, 26 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Indonesia Ingin Jadi Anggota OECD, DJP: Prosesnya Sudah On Track

Jumat, 26 April 2024 | 14:00 WIB KANWIL DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Korporasi Lakukan Tindak Pidana Pajak, Uang Rp 12 Miliar Disita Negara