RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa DPP PPh Pasal 23 atas Diskon Tambahan dan Biaya Promosi

Rinaldi Adam Firdaus | Jumat, 01 Maret 2024 | 18:45 WIB
Sengketa DPP PPh Pasal 23 atas Diskon Tambahan dan Biaya Promosi

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) pajak penghasilan (PPh) Pasal 23 masa pajak Januari sampai dengan Desember 2006 atas hadiah dan penghargaan senilai Rp5.525.280.168.

Dalam perkara ini, wajib pajak membebankan diskon tambahan, biaya iklan, dan biaya promosi sebagai pengurang atas tagihan wajib pajak kepada pelanggan. Atas ketiga komponen tersebut tidak dipotong PPh Pasal 23.

Otoritas pajak berpendapat bahwa atas diskon tambahan, biaya iklan, dan biaya promosi dapat dikategorikan sebagai objek PPh Pasal 23. Sebab, secara substansi, ketiganya termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan.

Baca Juga:
Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Sebaliknya, wajib pajak berpendapat atas diskon tambahan, biaya iklan, dan biaya promosi tersebut merupakan komponen pengurang dari harga jual sehingga tidak termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan yang dikenakan PPh Pasal 23.

Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung menolak Permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.

Baca Juga:
Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

Kronologi

WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat terdapat cukup bukti yang diberikan oleh wajib pajak untuk mendukung pendapatnya. Majelis Hakim Pengadilan Pajak berkesimpulan diskon tambahan, biaya iklan, dan promosi bukan merupakan objek PPh Pasal 23.

Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak No. 27940/PP/M.V/12/2010 tanggal 15 Desember 2010, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis di Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 6 Mei 2011.

Terdapat 2 pokok sengketa dalam perkara ini. Pertama, berkaitan dengan penggunaan surat kuasa khusus yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU 14/2002).

Baca Juga:
IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Kedua, berkaitan dengan koreksi DPP PPh Pasal 23 untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2006 berupa hadiah senilai Rp5.525.280.168.

Pendapat Pihak yang Bersengketa

PEMOHON PK selaku otoritas pajak menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, terdapat 2 pokok sengketa. Pokok sengketa pertama berkaitan dengan penggunaan surat kuasa yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU 14/2002.

Adapun Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) UU 14/2002 mengatur para pihak yang bersengketa masing-masing dapat didampingi atau diwakili oleh satu atau lebih kuasa hukum dengan surat kuasa khusus. Dalam hal ini, surat kuasa yang dibuat oleh kuasa hukum Termohon PK tidak bersifat khusus.

Baca Juga:
Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

Terhadap hal tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak tidak melakukan pengecekan surat kuasa yang dimiliki oleh kuasa hukum Termohon PK. Oleh karena itu, Putusan Pengadilan Pajak No. 27940/PP/M.V/12/2010 tersebut dapat dinyatakan cacat hukum sehingga harus dibatalkan demi hukum.

Pokok sengketa kedua dalam putusan ini membahas tentang koreksi DPP PPh Pasal 23 untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2006 berupa hadiah dan penghargaan senilai Rp5.525.280.168. Perincian hadiah dan penghargaan tersebut ialah diskon tambahan senilai Rp2.033.395.331 serta biaya iklan dan promosi senilai Rp3.491.884.837.

Dalam perkara ini, Termohon PK memberikan diskon tambahan, biaya iklan, dan biaya promosi kepada pelanggannya. Persoalannya, terdapat perbedaan interpretasi antara Pemohon PK dan Termohon PK mengenai perlakuan pajak atas biaya-biaya tersebut. Pemohon PK menganggap bahwa pemberian diskon tambahan, biaya iklan, dan biaya promosi merupakan imbalan bagi pelanggannya.

Baca Juga:
Besok Lusa Pakai IKH Online, Ini Dokumen Permohonan yang Dibutuhkan

Lebih lanjut, diketahui pula, Termohon PK tidak mencantumkan diskon tambahan di dalam commercial invoice. Akan tetapi, Termohon PK langsung mengurangi jumlah tagihan yang harus dibayarkan oleh pelanggan dan dicatat secara terpisah dalam akun tersendiri.

Atas biaya iklan dan promosi juga terbukti tidak diberikan secara langsung. Termohon PK melakukannya dengan cara mengurangi jumlah tagihan Termohon PK kepada pelanggan. Hal ini berdasarkan bukti dan keterangan yang diperoleh Pemohon PK pada saat persidangan banding.

Oleh sebab itu, Pemohon PK berpendapat atas diskon tambahan, biaya iklan, dan promosi tersebut secara substansi termasuk dalam pengertian hadiah dan penghargaan sehubungan dengan jasa yang dapat dikategorikan sebagai objek PPh Pasal 23. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c KEP-395/PJ/2001.

Baca Juga:
DJP Terus Gali Potensi Pajak Fintech atas Bunga Pinjaman P2P Lending

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Pemohon PK menyatakan koreksi yang dilakukannya sudah benar. Oleh karena itu, pertimbangan dan amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah dan keliru serta tidak sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku (contra legem).

Sebaliknya, Termohon PK menyatakan tidak setuju dengan poin sengketa kedua. Termohon PK berpendapat pada kenyataannya, diskon tambahan, biaya iklan, dan promosi merupakan komponen pengurang dari harga penjualan yang ditetapkan oleh Termohon PK untuk pelanggan.

Selain itu, Termohon PK tidak pernah menerima jasa terkait promosi dari pihak lain. Dengan begitu, Termohon PK juga tidak pernah melakukan pembayaran atas jasa tersebut sehingga atas transaksi Termohon PK dengan pelanggannya tidak dapat dikategorikan sebagai objek PPh Pasal 23.

Baca Juga:
Ingat! IKH Online Sudah Bisa Digunakan Mulai 12 April 2024

Dengan demikian, koreksi DPP PPh Pasal 23 atas diskon tambahan, biaya iklan, dan promosi yang dilakukan oleh Pemohon PK tidak benar sehingga harus dibatalkan.

Pertimbangan Mahkamah Agung

MAHKAMAH Agung berpendapat alasan-alasan permohonan PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak No. 27940/PP/M.V/12/2010 yang menyatakan mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan benar. Adapun terhadap perkara ini, terdapat 2 pertimbangan Mahkamah Agung sebagai berikut.

Pertama, berdasarkan pada penelitian, surat kuasa atas perkara banding yang diajukan oleh Termohon PK memang benar ada. Namun, dalam Putusan Pengadilan Pajak No. 27940/PP/M.V/12/2010, Majelis Hakim Pengadilan Pajak telah salah mencantumkan nomor dan tanggal surat kuasa sehingga atas kesalahan administrasi itu tidak dapat membatalkan putusan.

Baca Juga:
Sengketa atas Koreksi Peredaran Usaha dan HPP

Kedua, koreksi DPP PPh Pasal 23 untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2006 senilai Rp5.525.280.168 juga tidak dapat dibenarkan. Menurut Mahkamah Agung, pertimbangan hukum dan Putusan Pengadilan Pajak No. 27940/PP/M.V/12/2010 yang mengabulkan sebagian permohonan banding sudah tepat dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Berdasarkan pada pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK dinilai tidak beralasan sehingga harus ditolak. Dengan demikian, Pemohon PK ditetapkan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.

(Disclaimer)
Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 24 April 2024 | 16:45 WIB PENGADILAN PAJAK

Patuhi MK, Kemenkeu Bersiap Alihkan Pembinaan Pengadilan Pajak ke MA

Senin, 22 April 2024 | 18:21 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Koreksi DPP PPN atas Jasa Keagenan Kapal

Jumat, 12 April 2024 | 14:30 WIB PENGADILAN PAJAK

IKH Online Ubah Ketentuan Perpanjangan Izin Kuasa Hukum Pajak

Jumat, 12 April 2024 | 08:00 WIB PENGADILAN PAJAK

Ada IKH Online, Izin Kuasa Hukum Pajak Terbit Paling Lama 8 Hari Kerja

BERITA PILIHAN
Minggu, 28 April 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Peta Aksesi Keanggotaan OECD Terbit, Pemerintah RI Siap Lakukan Ini

Minggu, 28 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Tak Sepakat dengan Tagihan Bea Masuk, Importir Bisa Ajukan Keberatan

Minggu, 28 April 2024 | 13:30 WIB PERPRES 56/2024

Perpres Resmi Direvisi, Indonesia Bisa Beri Bantuan Penagihan Pajak

Minggu, 28 April 2024 | 13:00 WIB PENERIMAAN NEGARA

Didorong Dividen BUMN, Setoran PNBP Tumbuh 10 Persen pada Kuartal I

Minggu, 28 April 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK DAERAH

Ada UU DKJ, Tarif Pajak Hiburan Malam di Jakarta Bisa 25-75 Persen

Minggu, 28 April 2024 | 12:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Bukti Potong 1721-A1 Tak Berlaku untuk Pegawai Tidak Tetap

Minggu, 28 April 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Cakupan Penghasilan Pegawai Tetap yang Dipotong PPh Pasal 21

Minggu, 28 April 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

KEM-PPKF 2025 Sedang Disusun, Begini Catatan DPR untuk Pemerintah

Minggu, 28 April 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Setoran Pajak Manufaktur dan Perdagangan Terkontraksi, Ini Kata Menkeu

Minggu, 28 April 2024 | 09:30 WIB KANWIL DJP SULSELBARTRA

Lapor SPT Tidak Lengkap dan Tilap Uang Pajak, Direktur PT Masuk Bui