KEBIJAKAN MONETER

Sempat Naik Beruntun 5 Bulan, BI Pertahankan Suku Bunga di Level 5,75%

Dian Kurniati | Kamis, 16 Februari 2023 | 15:09 WIB
Sempat Naik Beruntun 5 Bulan, BI Pertahankan Suku Bunga di Level 5,75%

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo berjalan saat akan menyampaikan keterangan pers di Kantor Pusat BI. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/YU

JAKARTA, DDTCNews - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) pada 15-16 Februari 2023 memutuskan untuk menahan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 5,75%.

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 5% dan suku bunga Lending Facility 6,5%. BI akhirnya memutuskan untuk menahan BI7DRR setelah menaikkannya secara bertahap dalam 5 bulan sejak Agustus 2022, dari semula 3,5%.

"Keputusan ini tetap konsisten stand kebijakan moneter pre-emptive, dan forward looking untuk memastikan terus berlanjutnya menurunkan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan," katanya, Kamis (16/2/2023).

Baca Juga:
Stabilisasi Nilai Tukar, Cadangan Devisa Turun 4,2 Miliar Dolar AS

Perry mengatakan BI meyakini kenaikan BI7DRR yang sebesar 5,75% tetap memadai untuk memastikan inflasi inti tetap berada dalam kisaran 3% plus minus 1% pada semester I/2023, serta inflasi indeks harga konsumen kembali pada sasaran 3% plus minus 1% pada semester II/2023.

Kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor bakal terus diperkuat dengan pengelolaan devisa hasil ekspor (DHE) melalui operasi moneter valas DHE sesuai dengan mekanisme pasar.

Dia menjelaskan BI akan terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong momentum pemulihan ekonomi. Misalnya, memperkuat operasi moneter untuk meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter.

Baca Juga:
Produksi Beras Capai Puncaknya pada April, Harga Terus Turun

Kemudian, BI akan memperkuat stabilisasi nilai tukar rupiah sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi melalui stabilisasi di pasar valas baik melalui transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian/penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.

Selain itu, BI akan melanjutkan penjualan/pembelian SBN di pasar sekunder (operation twist) untuk tenor pendek guna meningkatkan daya tarik imbal hasil SBN, khususnya bagi masuknya investasi portofolio asing.

Perry menyebut koordinasi kebijakan dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan mitra strategis dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) terus diperkuat melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

Baca Juga:
Kemenkeu Catat Realisasi Pembiayaan Utang Kuartal I Turun 53 Persen

Sinergi kebijakan antara BI dengan kebijakan fiskal pemerintah dan dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) terus diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Dalam catatan BI, realisasi pertumbuhan ekonomi global berpotensi lebih baik dari prakiraan dengan penghapusan Zero Covid Policy di China. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi global berpotensi lebih tinggi dari prakiraan sebelumnya, yakni 2,3%.

Pertumbuhan ekonomi China berpotensi lebih tinggi dengan permintaan domestik yang meningkat sejalan dengan pembukaan ekonomi. Kemudian, perekonomian Amerika Serikat (AS) dan Eropa diperkirakan melambat dengan risiko resesi yang masih tinggi.

Baca Juga:
Suku Bunga Acuan BI Naik Jadi 6,25%, Dampak ke APBN Diwaspadai

Di sisi lain, inflasi global menurun secara gradual dipengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan perbaikan gangguan rantai pasokan, meskipun tetap di level tinggi seiring harga energi dan pangan yang belum turun signifikan dan pasar tenaga kerja terutama di AS dan Eropa yang masih ketat.

Adapun untuk pertumbuhan ekonomi di dalam negeri, diprakirakan tetap kuat dan berpotensi lebih tinggi didorong kenaikan ekspor serta semakin membaiknya permintaan domestik khususnya konsumsi swasta. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2022 yang mencapai 5,31% jauh meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar 3,7%.

"Untuk tahun 2023, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi akan cenderung bias ke atas dalam kisaran 4,5%-5,3%," ujarnya.

Baca Juga:
Begini Proyeksi OECD soal Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024 dan 2025

Perry menambahkan kinerja ekspor berpotensi akan lebih tinggi dari prakiraan semula didorong pengaruh positif perbaikan ekonomi China. Kemudian, konsumsi rumah tangga diprakirakan tumbuh tinggi dipengaruhi keyakinan pelaku ekonomi yang meningkat dan kenaikan mobilitas masyarakat pascapencabutan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Sementara itu, investasi diprediksi membaik didorong perbaikan prospek bisnis, peningkatan aliran masuk penanaman modal asing, serta penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berlanjut. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 09 Mei 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN MONETER

Stabilisasi Nilai Tukar, Cadangan Devisa Turun 4,2 Miliar Dolar AS

Selasa, 07 Mei 2024 | 11:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Konsumsi Masih Kuat, Proyeksi BI soal Ekonomi 2024 Tidak Berubah

Senin, 06 Mei 2024 | 09:15 WIB KOMODITAS PANGAN

Produksi Beras Capai Puncaknya pada April, Harga Terus Turun

BERITA PILIHAN
Jumat, 10 Mei 2024 | 13:30 WIB KAMUS PERPAJAKAN

Apa Itu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)?

Jumat, 10 Mei 2024 | 11:30 WIB PERATURAN PERPAJAKAN

Peraturan Baru Menteri Keuangan Soal Rush Handling, Download di Sini!

Jumat, 10 Mei 2024 | 10:00 WIB PROVINSI SULAWESI SELATAN

Sudah Berlaku! Simak Daftar Tarif Terkini Pajak di Sulawesi Selatan

Jumat, 10 Mei 2024 | 08:30 WIB KANWIL DJP KALSELTENG

Tilep Uang Pajak Rp 1,6 Miliar, Tersangka Diserahkan ke Kejaksaan

Jumat, 10 Mei 2024 | 07:00 WIB BUKU PAJAK

DDTC Terbitkan Buku Baru Konsep Dasar Pajak