CANBERRA, DDTCNews - Lembaga riset Australia Institute merekomendasikan pengenaan pajak terhadap mode cepat saji atau fast fashion.
Direktur Program Ekonomi Sirkular dan Limbah Australia Institute Nina Gbor mengatakan fast fashion telah menimbulkan tumpukan sampah tekstil yang merusak lingkungan di negara tersebut. Terlebih, Australia menjadi negara dengan konsumsi fast fashion terbesar di dunia.
"Kita kecanduan hal-hal yang membahayakan kesehatan dan lingkungan," katanya, dikutip pada Sabtu (1/6/2024).
Istilah fast fashion merujuk pada industri tekstil dengan pergantian model pakaian yang cepat serta menggunakan bahan baku berkualitas buruk. Produk fast fashion biasanya tidak bertahan lama sehingga cepat dibuang.
Gbor mengatakan riset Australia Institute menunjukkan konsumsi tekstil per kapita di negara ini telah melampaui Amerika Serikat. Lebih dari 1,4 miliar item pakaian baru masuk ke pasar Australia setiap tahun, yang lebih dari 200.000 ton di antaranya berakhir di tempat pembuangan sampah setiap tahun.
Masyarakat Australia rata-rata membeli 56 item pakaian baru dalam setahun, lebih banyak dibandingkan dengan Amerika Serikat (53 item), Inggris (33 item), dan China (30 item). Nilai pakaian per item yang dibeli masyarakat Australia rata-rata hanya AU$13, jauh lebih murah dibandingkan dengan Inggris (AU$40), AS (AU$24) dan Jepang (AU$30).
Menurutnya, negara perlu membuat kebijakan untuk mengendalikan konsumsi fast fashion dan limbah tekstil yang terus bertambah secara drastis. Misalnya, mengenakan sanksi kepada merek-merek yang memproduksi pakaian secara massal dengan harga sangat murah dan berkualitas buruk sehingga hanya dipakai beberapa kali lalu dibuang.
Selain itu, pajak juga dapat menjadi instrumen untuk mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap fast fashion.
Gbor menyebut pemerintah Australia dapat mulai mengenakan pajak atau retribusi terhadap setiap produk fast fashion. Pendapatan negara yang terhimpun dari pajak atau retribusi tersebut nantinya dapat digunakan untuk mendanai program daur ulang sampah.
Sebagai langkah awal, pemerintah dapat mengenakan pajak senilai 4 sen per item fast fashion. Namun, pungutan ini masih terlalu rendah untuk mengubah perilaku merek sehingga perlu ditingkatkan menjadi minimal 50 sen per item fast fashion.
"Langkah-langkah seperti pajak fast fashion diperlukan untuk membuat industri ini waspada," ujarnya dilansir indaily.com.au.
Selain pengenaan pajak, Australia Institute juga merekomendasikan beberapa kebijakan lain untuk mengendalikan konsumsi fast fashion beserta sampah yang ditimbulkan.
Kebijakan tersebut yakni pelarangan ekspor limbah tekstil selama 5 tahun, pemberian diskon kepada masyarakat yang memperbaiki pakaian lama, pemberian dukungan untuk mengembangkan industri tekstil sirkular Australia, serta meningkatkan dukungan kepada komunitas dan program daur ulang. (sap)