ANALISIS PAJAK

Jasa Paranormal Bebas PPN

Redaksi DDTCNews
Senin, 09 September 2024 | 14.33 WIB
ddtc-loaderJasa Paranormal Bebas PPN
Manager of DDTC Consulting

PARANORMAL, berdasarkan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki arti sebagai orang yang mempunyai kemampuan dalam memahami, mengetahui, dan mempercayai hal-hal yang tidak dapat dijelaskan secara ilmiah.

Secara resmi, praktik paranormal diizinkan berdiri di Indonesia selama layanannya untuk kesehatan. Praktik paranormal dikatakan sebagai pelayanan kesehatan tradisional karena masuk cakupan Pasal 3 Kepmenkes No.1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.

Sesuai dengan pasal tersebut, pengobat tradisional diklasifikasikan dalam jenis keterampilan, ramuan, pendekatan agama, dan supranatural. Adapun pengobat tradisional supranatural terdiri atas pengobat tradisional tenaga dalam (prana), paranormal, reiky master, qigong, dukun kebatinan, dan pengobat tradisional lainnya yang metodenya sejenis.

Mengacu pada Pasal 1 Angka 16 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun-temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Dengan demikian maka paranormal dapat digolongkan ke dalam klasifikasi jasa pelayanan kesehatan tradisional berupa pengobatan supranatural ataupun tenaga pengobatan alternatif yang diberikan oleh selain tenaga kesehatan.

Dahulu, sempat ada wacana pemerintah pusat untuk memungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari sejumlah sektor, termasuk pengobatan tradisional dan paranormal. Tentu saja wacana ini secara lantang mendapat penolakan keras dari para pelakunya. Namun demikian, apakah benar kenyataannya jasa paranormal dikenakan PPN?

Apabila kita cermati, PPN merupakan pajak yang memiliki basis sangat luas (Min, 2015). Hal ini dikarenakan PPN dirancang untuk pengenaan atas setiap jenis transaksi ekonomi (Darussalam, Septriadi, dan Dhora, 2018).

Konsep dari transaksi yang dikenai PPN adalah penyerahan barang yang dapat berupa barang berwujud dan barang tidak berwujud serta barang bergerak dan barang tidak bergerak, juga termasuk di dalamnya atas penyerahan jasa.

PPN juga dikenakan atas kegiatan ekspor dan impor serta transaksi yang dianggap sebagai kegiatan penyerahan (deemed supply) (Pato dan Marques, 2014).

Dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) sebelum terbitnya UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), jasa paranormal termasuk yang dilakukan ke dalam jasa pelayanan kesehatan medis pada Pasal 4A ayat (3).

Sesuai dengan ketentuan tersebut, jasa paranormal masuk dalam kategori jasa yang tidak dikenakan PPN dan dapat dikategorikan masuk sebagai negative list PPN. Namun, setelah UU HPP berlaku, jasa pelayanan kesehatan medis dihapus dari Pasal 4A ayat (3) UU PPN. Artinya, jasa paranormal tidak lagi masuk pengecualian.

Dengan berlakunya UU HPP, jasa paranormal sekarang masuk ke dalam Pasal 16B UU PPN. Singkatnya, jasa paranormal masuk dalam kelompok jasa kena pajak yang memperoleh fasilitas. Hal ini bertujuan untuk mendukung tersedianya barang dan jasa tertentu yang bersifat strategis dalam rangka pembangunan nasional.

Adapun ketentuan terkait pemberian fasilitas PPN tersebut tercantum pada peraturan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 49 Tahun 2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai Dibebaskan dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak Dipungut atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu dan/atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak Tertentu dari Luar Daerah Pabean.

Peraturan yang diterbitkan pada 12 Desember 2022 ini memuat ketentuan bahwa jasa paranormal dikenai PPN, tetapi mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Fasilitas pembebasan PPN ini diberikan atas penyerahan beberapa jasa yang sebelumnya masuk ke dalam negative list PPN.

Berdasarkan pada ketentuan Pasal 24 PP No. 49 Tahun 2022 maka skema pengajuan atas fasilitas pembebasan PPN ini diberikan tanpa menggunakan Surat Keterangan Bebas PPN. Lebih lanjut, insentif pembebasan PPN ini dapat dinikmati oleh pengguna jasa yang dibebaskan PPN (Darussalam et al., 2024)

Dengan demikian, diterbitkannya ketentuan tersebut tentu dapat meredakan keresahan para praktisi paranormal serta masyarakat yang menggunakan jasa konsultasinya.

*Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang dinyatakan layak tayang dalam lomba menulis internal bertajuk Gagasan Pajak dalam Satu Pena DDTC. Lomba ini merupakan bagian dari acara peringatan HUT ke-17 DDTC. (kaw)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.