SEPAKBOLA merupakan salah satu cabang olahraga favorit di seluruh dunia. Seiring dengan berkembangnya zaman, sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang memiliki potensi besar untuk memperoleh penghasilan melalui nama besar pemain sepakbola dan klubnya.
Tidak heran jika sebuah klub yang menaungi beberapa pemain sepakbola terkenal akan lebih mudah untuk meningkatkan nilai jual dari setiap aktivitas klub, seperti penjualan tiket pertandingan, pemasaran merchandise, sponsorship, dan endorsement berbagai produk.
Aktivitas pemasaran dan penjualan yang melibatkan ‘nama besar’ pemain sepakbola bertujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi klub yang menaunginya. Dengan kata lain, pemain sepakbola dapat dikatakan sebagai aset berharga yang dimiliki klub.
Dalam pencatatan laporan keuangan klub, pemain sepakbola diklasifikasikan sebagai aset tidak berwujud. Namun, pernyataan tersebut masih menjadi perdebatan sampai saat ini. Artikel ini akan memberikan penjelasan terkait pengklasifikasian pemain sepakbola sebagai aset tidak berwujud dalam pencatatan laporan keuangan klub.
Aset Tidak Berwujud
ASET merupakan sumber daya yang dikendalikan oleh entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan diperkirakan dapat memberikan manfaat ekonomi di masa depan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2012).
Lebih lanjut, pengertian aset tidak berwujud berdasarkan International Accounting Standard (IAS) 38 adalah aset non-moneter yang teridentifikasi dan tidak memiliki bentuk fisik. Suatu aset dikatakan teridentifikasi jika (IASB, 2011) memenuhi dua syarat.
Pertama, dapat dipisahkan, yaitu dapat dipisahkan atau dibedakan dari entitas dan dijual, dialihkan, dilisensikan, disewakan atau ditukarkan, baik secara individual maupun bersama dengan kontrak terkait; dan kedua, timbul dari hak kontraktual atau hukum lain, terlepas apakah hak tersebut dapat dialihkan atau dipisahkan dari entitas atau dari hak dan kewajiban lain.
Sedangkan, menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), aset tidak berwujud diakui jika dan hanya jika (i)kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat di masa depan dari aset tersebut; dan (ii) biaya perolehan aset tidak berwujud tersebut dapat diukur secara andal.
Sebelum mengklasifikasikan pemain sepakbola sebagai aset tidak berwujud, entitas perlu mengidentifikasi karakterisasi dan memastikan bahwa kriteria yang diperlukan pemain sepakbola untuk dapat diakui sebagai aset tidak berwujud dalam pencatatan laporan keuangan telah terpenuhi.
Dalam praktik, pemain sepakbola yang berada dalam naungan sebuah klub mampu memberikan manfaat ekonomi di masa depan melalui prestasi yang dicapai oleh pemain sepakbola tersebut, misalnya dengan memenangkan pertandingan di liga domestik, meningkatkan penjualan merchandise klub, sampai dengan mendapatkan banyak sponsor.
Kriteria lainnya adalah biaya perolehan aset tidak berwujud dapat diukur secara andal. Sebagai contoh, dalam catatan laporan keuangan tahunan klub Manchester United (2018), seluruh biaya terkait dengan perolehan pemain sepakbola dan manajemen kunci klub Manchester United dikapitalisasi sebagai aset tidak berwujud pada nilai wajar dari imbalan kontingensi yang dipertimbangkan.
Hal ini berarti bahwa biaya perolehan dari pemain sepakbola klub Manchester United tersebut dapat diukur secara andal. Dengan demikian, pemain sepakbola dapat diakui sebagai aset tidak berwujud jika dan hanya jika telah memenuhi kedua kriteria pengakuan aset tidak berwujud.
Pertama, pemain sepakbola dapat diidentifikasi dengan jelas sehingga dapat dijual, disewakan, dan dipertukarkan secara terpisah. Kedua, biaya perolehan pemain sepakbola tersebut dapat diukur secara andal.
Lebih lanjut, salah satu tujuan klub memiliki atau membeli aset tidak berwujud adalah untuk meningkatkan kekayaan pemegang saham dan mencari keuntungan atas aktivitas bisnis di industri sepakbola. Dengan kata lain, klub dapat memperoleh manfaat ekonomi di masa depan dari pemain sepakbola yang dimiliki.
Image Rights
ASET tidak berwujud pemain sepakbola dapat berupa trademarks, image rights, data protection, dan copyright. Salah satu isu menarik dan menjadi perhatian adalah melekatnya sifat image rights terhadap pemain sepakbola.
Adapun eksploitasi image rights dapat dilakukan melalui sponsorship dari beberapa produk dengan merek ternama dan penjualan merchandise klub dengan menggunakan nama, tanda tangan, logo, dan foto pemain sepakbola.
Saat ini, image rights merupakan hal yang sangat penting mengingat image pemain sepakbola memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam meningkatkan permintaan dan penawaran produk pada industri sepakbola. Bagi klub sepakbola, image rights tentu meningkatkan penghasilan.
Oleh sebab itu, diperlukan adanya perjanjian kontrak kerja yang mengatur penggunaan dan eksploitasi image rights secara khusus atau terpisah untuk meminimalisasi terjadinya konflik antara pemain sepakbola dan klub yang menaunginya (Al-Ameen, 2017).
Catatan atas laporan keuangan Manchester United (2017) menyatakan bahwa pemain sepakbola yang berada di bawah naungannya telah menandatangani perjanjian terkait kontrak kerja dan perjanjian terkait dengan eksploitasi image rights.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pemain sepakbola memiliki penghasilan dari berbagai sumber seperti yang berasal dari pendapatan komersial atas penggunaan image rights seperti penghasilan atas royalti, kontrak baru, transfer fee, bonus juara pertandingan, perpanjangan kontrak, dan lain-lain.
Tidak heran jika jumlah penghasilan bruto pemain sepakbola memiliki nilai yang sangat fantastis. Tingginya tarif pajak yang berlaku di beberapa negara wilayah Eropa seperti Inggris, Spanyol dan Perancis serta tingginya penghasilan membuat banyak pemain sepakbola termotivasi untuk melakukan penggelapan pajak.
Hal itu dilakukan dengan mengalihkan sejumlah penghasilan yang dimiliki ke badan usaha yang didirikan di negara lain atau biasa disebut offshore company. Offshore company seringkali digunakan oleh beberapa pihak dengan tujuan untuk menghindari pembayaran pajak dengan jumlah yang cukup tinggi.
Atas adanya variasi sumber penghasilan pemain sepakbola tersebut, tidak mengherankan jika terdapat pengenaan pajak yang bersifat khusus atas profesi tersebut, misalnya pengenaan pajak atas image rights.
Di Inggris, HMRC secara khusus mengatur pedoman mengenai pembayaran pajak atas ekploitasi image rights bagi pemain sepakbola dan klub sepakbola untuk menghindari terjadinya sengketa pajak antara pemain sepakbola, klub, dan otoritas perpajakan di negara setempat (HM Revenue & Customs, 2017).*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.