BERITA PAJAK HARI INI

Penerimaan Pajak Masih Terpusat Di Jakarta

Redaksi DDTCNews
Kamis, 15 Desember 2016 | 09.09 WIB
Penerimaan Pajak Masih Terpusat Di Jakarta

JAKARTA, DDTCNews ā€“ Usulan untuk mendesentralisasi penerimaan pajak agaknya harus dipertimbangkan lebih serius lagi. Pasalnya, hingga saat ini tugas untuk menopang keuangan negara masih ditimpakan kepada Jakarta. Berita tersebut menjadi pokok pembahasan beberapa media nasional pagi ini Kamis, (15/12).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengemukakan alasan Presiden Joko Widodo melakukan sosialisasi pajak di Makassar, Balikpapan dan Bali yakni karena komposisi pembayaran tebusan di luar Jakarta, khususnya di kawasan timur Indonesia masih sangat kecil.

Berdasarkan data per 9 Desember 2016, Menkeu menyebutkan Jakarta menyumbangkan hingga 55,59% dari total pembayaran tebusan Rp96,6 triliun. Sementara itu, Kalimantan baru menyumbang 1,8% dan Sulawesi hanya 1,2%.

Kabar lainnya datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menegaskan bahwa tim reformasi pajak 100% berasal dari internal pemerintahan dan kabar lainnya mengenai Anggaran BI tahun 2017 yang diperkirakan akan naik. Berikut ulasan ringkas beritanya:

  • Tim Reformasi Pajak 100% dari Internal Pemerintah

Kementerian Keuangan hanya akan memasukkan orang-orang yang berasal dari internal pemerintah dalam tim reformasi perpajakan. Tanpa menyebutkan nama-namanya, Menkeu mengatakan orang dalam pemerintahan mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap institusi perpajakan. Kendati demikian, untuk tetap menjaga kredibilitas dan mengedepankan asas transparansi, pemerintah tetap akan melibatkan pihak luar. Hanya saja pihak luar tersebut berstatus sebagai narasumber. Beberapa pihak yang akan dilibatkan antara lain, ahli perpajakan dan lembaga terkait dari dalam maupun luar negeri, seperti OECD, IMF dan Bank Dunia.

  • Anggaran BI 2017 Naik Menjadi Rp21,1 T

Komisi XI DPR RI telah menyetujui Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI). Anggaran penerimaan operasional BI disetujui senilai Rp21,2 triliun dan anggaran pengeluaran operasional disetujui senilai Rp10,72 triliun. Sementara itu, Deputi Gubernur BI Hendar menjelaskan anggaran cadangan telah ditetapkan sebesar Rp441 miliar yang merupakan anggaran cadangan pengeluaran yang biasanya dialokasikan 5% dari total pengeluaran.

  • Awal Desember Inflasi Capai Angka 0,18%

Bank Indonesia (BI) mencatat adanya tekanan inflasi sebesar 0,18% di minggu pertama Desember 2016 ini. Dibandingkan periode yang sama bulan lalu yang sebesar 0,24%, angka inflasi pekan ini lebih kecil. Sedangkan pada Desember 2015, inflasi tercatat cukup tinggi yaitu 0,91%. Tekanan inflasi di akhir tahun biasanya lebih tinggi karena masuknya musim liburan tahun baru dan natal.

  • Pertumbuhan Dana Bergantung pada Amnesti Pajak

Dana hasil amnesti pajak bakal menjadi pendorong utama pertumbuhan dana pihak ketiga tahun depan. Masuknya dana repatriasi diprediksi membuat pertumbuhan dana mencapai 9%. Ekonom Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Doddy Ariefianto mengatakan proyeksi LPS di luar amnesti pajak hanya di kisaran 7%. Namun, bila dana repatriasi dan tebusan telah masuk ke sistem perbankan maka pertumbuhannya bisa bertambah 2%.

  • RUU Kelapa Sawit Masih Kontradiktif

Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkelapasawitan mendapat banyak catatan. Pasalnya, dalam RUU ini masih ditemukan banyak kontradiktif dengan peraturan pemerintah yang sudah dibuat sebelumnya. Selain itu, RUU ini juga masih sulit diaplikasikan karena tidak sesuai dengan kondisi petani sawit di Indonesia. Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Asmar Arsjad mengatakan banyak pasal di dalam RUU ini perlu diperbaiki agar tidak merugikan petani dan dapat segera diterapkan.

  • Kebijakan Dagang Lebih Proteksionis

Ketidakpastian di tingkat global diprediksi semakin memperkuat kebijakan perdagangan yang lebih proteksionis. Pada saat yang bersamaan, risiko kenaikan harga komoditas pangan dan energi semakin tinggi. Indonesia tercatat membukukan neraca perdagangan sekitar US$6,93 miliar dari awal tahun hingga Oktober 2016. Meski demikian, surplus dagang tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan pencapaian pada periode yang sama tahun lalu senilai US$8,23 miliar. Kondisi tersebut disebabkan oleh penurunan kinerja ekspor dan impor. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.