LAPORAN DDTC DARI INDIA

Pendekatan Pajak Ekonomi Digital Bisa Berdampingan dengan ALP

Redaksi DDTCNews | Jumat, 06 Desember 2019 | 13:58 WIB
Pendekatan Pajak Ekonomi Digital Bisa Berdampingan dengan ALP

Akademisi Departemen Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (DIAF FIA UI) Milla Sepliana Setyowati berfoto di Taj Mahal, India. Sebelum mengikuti konferensi pajak internasional di Mumbai, 11 delegasi DDTC berkesempatan mengunjungi beberapa wilayah di India.

PENDEKATAN terkait penentuan pemajakan dan alokasi laba yang tengah berada di bawah koordinasi Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) diharapkan bisa berdampingan dengan prinsip Arm’s Length Principle.

Hal tersebut salah satu poin yang bisa diambil dalam salah satu sesi di International Taxation Conference yang mengambil tema 'Global Tax Reform: An Ambitious Dream?' di Mumbai, India. Penulis, akademisi Departemen Ilmu Administrasi Fiskal Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (DIAF FIA UI) Milla Sepliana Setyowati, menjadi bagian dari 11 delegasi DDTC yang mengikuti konferensi tersebut.

Plenary session hari pertama, Kamis (5/12/2019) dibuka dengan pembahasan mengenai 'Proposed Allocation of Global Taxing Rights over Digital Income under BEPS Action One'. Materi tersebut disampaikan oleh Grace Perez-Navarro selaku Deputy Director Center for Tax Policy and Administration OECD.

Baca Juga:
Jika Batalkan 2 Pilar OECD, UN Tax Convention Tak Akan Disahkan Eropa

Grace tidak sendirian dalam momen diskusi tersebut, hadir pula deretan panelis seperti Richard Coller (OECD), Melissa Dejong (OECD), Guglielmo Maisto (Italy), Akhilesh Ranjan (India), dan Mike Williams (Inggris). Adapun pembahasan mengerucut kepada topik ‘New Taxing Right: Pillar 1 – New Nexus and New Allocation of Taxing Rights’.

Grace menekankan tentang pilihan kebijakan yang dapat diimplementasikan oleh banyak negara atau The Unified Approach. Pendekatan tersebut bertujuan memberikan solusi yang menekankan pada pengaturan ulang terkait di mana pajak harus dibayar (nexus rules) dan alokasi laba pada grup perusahaan multinasional (profit allocation rules).

Pendekatan ini mencakup digital dan consumer-facing business yang besar. Dengan demikian, ketentuan nexus baru mengarah pada level grup perusahaan multinasional. Pendekatan baru tersebut tidak membatasi suatu negara atau yurisdiksi untuk bisa memajaki suatu entitas bisnis pada adanya syarat keberadaan fisik (physical presence) serta berdasarkan ketentuan alokasi laba baru yang tidak mencakup Arm’s Length Principle (ALP).

Baca Juga:
Australia Mulai Terapkan Pajak Minimum Global Tahun Ini

Pendekatan yang disampaikan diharapkan dapat berdampingan dengan prinsip ALP yang membatasi adanya disruption, menghindari pajak berganda, meminimalkan sengketa, tidak rumit dalam implementasi, serta dapat menghasilkan konsensus.

Sejalan dengan perkembangan ekonomi digital, perusahaan multinasional sangat terkait dengan konsumen (users) pada market yang terbatas. Sementara, untuk keberadaan fisik, telah diindentifikasi bahwa model consumer-facing business umumnya terkait dengan konsumen yang melakukan aktivitas pengumpulan serta eksploitasi data, pemasaran, dan branding.

Oleh karena itu, tambahan nexus indikator khusus untuk market akan lebih difokuskan pada revenue threshold dengan mempertimbangkan ukuran pasar. Ketentuan yang didesain diharapkan dapat menyeimbangkan tujuan-tujuan yang berbeda.

Baca Juga:
Dapatkan Peraturan Pajak Terbaru via WhatsApp dan Email, Cek Caranya

Berbagai tujuan itu adalah mudah diadministrasikan tapi juga akurat, berdasarkan informasi yang tersedia tapi tidak terdapat distorsi dan manipulasi, serta memperhatikan bisnis yang tradisional maupun digital.

Dalam perkembangan terakhir, pihak Amerika Serikat (AS) menyatakan akan mendukung upaya OECD dalam membuat kesepakatan Multilateral Convention to Implement Tax Treaty-Related Measures to Prevent Base Erosion and Profit Shifting (MLI) terkait ekonomi digital.

Sebagai informasi, keikutsertaan penulis sebagai salah satu dukungan DDTC dalam pengembangan kerja sama dengan DIAF FIA UI. Apalagi, ada beberapa profesional DDTC yang juga alumni DIAF FIA UI dalam acara yang merupakan merupakan joint conference antara Foundation for International Taxation, International Bureau of Fiscal Documentation (IBFD), dan OECD ini. Mereka adalah Specialist of Tax Compliance & Litigation Nia Anzolla dan Specialist of Transfer Pricing Atika Ritmelina.

UI juga menjadi salah satu dari 25 perguruan tinggi yang sudah meneken kerja sama pendidikan dengan DDTC. Kerjasama antara FIA UI dan DDTC ini pada masa mendatang akan semakin erat. Berbagai kegiatan dan kolaborasi baik dari sisi praktisi dan akademisi diharapkan tetap terjaga dan dapat berlanjut dengan melibatkan lebih banyak dosen dan mahasiswa di lingkungan DIAF FIA UI.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN